Kengerian Mayat Tentara Inggris Dimutilasi Saat Pertempuran 3 Hari di Surabaya

Kengerian Mayat Tentara Inggris Dimutilasi Saat Pertempuran 3 Hari di Surabaya

Tim DetikJatim - detikJatim
Senin, 07 Nov 2022 18:33 WIB
7 Tokoh Pertempuran Surabaya 10 November: Profil dan Perannya
Ilustrasi (Foto: Edi Wahyono/detikcom)
Surabaya -

Siang, 27 Oktober 1945, sebuah pesawat militer dari Jakarta terbang berputar-putar langit Surabaya. Tak lama, pesawat tersebut kemudian menjatuhkan ribuan pamflet dari atas.

Banyaknya pamflet yang digambarkan seperti salju yang turun di Kota Surabaya. Dalam pamflet itu berisi pengumuman bahwa sekutu akan menduduki Kota Surabaya.

Selain itu, seluruh senjata rakyat yang dirampas dari Jepang harus diserahkan dalam waktu 48 jam atau akan ditembak mati. Pamflet ini ditanda tangani Mayjen Hawthorn, Panglima Sekutu di Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tindakan provokasi ini berbuntut panjang. Sebab pamflet ini membuat pejuang dan Arek-arek Suroboyo meradang yang dianggap menginjak-injak kedaulatan. Tak lama pos-pos sekutu Inggris jadi sasaran serangan.

Serangan dilakukan secara massal dan serentak dari para pejuang juga massa Arek-arek Suroboyo. Mereka mengepung dan membuat sekutu terpojok. Banyak di antara tentara Inggris yang tewas bahkan dicincang lalu dibuang ke sungai dan jalanan sebagai sebuah teror.

ADVERTISEMENT

Kemarahan ini merupakan akumulasi sejak pendaratan sekutu pada 25 Oktober 1945. Sebab sejak mendarat mereka telah bersikap arogan dan melanggar kesepakatan yang telah dibuat sekutu sendiri.

Pertempuran Tiga Hari Surabaya ini dimulai sejak tanggal 28 hingga 30 November 1945. Atau beberapa hari sebelum pertempuran 10 November 1945 pecah.

Frank Palmos dalam bukunya Surabaya 1945 Sakral Tanahku (2016) menyebut pertempuran ini dipicu karena pamflet provokasi yang disebar pada tanggal 27 Oktober 1945. Ini didasarkan pada kesaksian Kolonel Soengkono. Ia menggambarkan dalam pertempuran itu banyak pasukan Inggris yang tak tewas dibantai pejuang.

"Hampir semua serdadu Inggris yang ditempatkan di pos-pos kecil seantero kota disergap dan dibantai," terang Palmos seperti dikutip detikJatim.

"Sedikit pasukan Inggris yang selamat dari pembantaian melarikan diri untuk bersembunyi," imbuh Palmos.

Pasukan yang selamat kemudian meminta bantuan ke markas mereka di Pelabuhan Perak. Namun seluruh akses jalan juga telah dikuasai dan diblokade seluruhnya oleh massa Arek-arek Suroboyo dan pejuang yang jumlahnya berlipat-lipat.

"Pasukan penyerang RI di Surabaya bertambah besar jumlahnya dari hari ke hari. Dari perkiraan 20 ribu tentara terlatih yang memandu serangan serentak di pagi hari 28 Oktober, jumlah mereka membengkak sampai sejumlah 120 ribu," jelas Palmos.

Menurut Palmos, terus bertambahnya jumlah ini karena pasukan dari luar kota seperti Sidoarjo, Mojokerto, Malang, Jombang dan Pasuruan juga berdatangan ikut membantu serangan. Mereka berduyun-duyun datang ke Surabaya setelah mendengar seruan-seruan dari radio pemberontakan untuk berperang dengan Inggris.

Palmos menyebut, akibat dari pertempuran tiga hari ini, ratusan serdadu dan puluhan perwira Inggris tewas. Sedangkan yang terluka hampir mencapai 800 orang dari pihak sekutu.

"Mereka telah membantai 238 serdadu Inggris-India, 16 perwira Inggris dan 222 dari kesatuan lainnya serta jumlah yang terluka 849," jelas Palmos.

Palmos juga menggambarkan bagaimana kengerian teror pertempuran tiga hari. Di mana penduduk setempat mencincang mayat-mayat serdadu Inggris dan berusaha menyerang markas mereka di Pelabuhan Tanjung Perak.

Mengetahui hal ini, Inggris melalui Jenderal Christison dan Hawthorn merengek meminta Soekarno turun ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran. Alhasil permintaan Inggris itu akhirnya dipenuhi Soekarno.

"Penduduk kampung memotong-motong mayat serdadu Inggris dan melemparnya ke tepi sungai atau jalan melenyapkan jejak keberadaan Inggris di kota mereka antara 28 - 30 Oktober," papar Palmos.

"Mereka sebenarnya hendak melanjutkan serangan ke markas pendaratan di pelabuhan pada 29 Oktober. Tetapi kemudian Christison dan Hawthorn meminta Soekarno untuk menuju ke Surabaya bersama mereka untuk menyerukan gencatan senjata," sambungnya.

Usai Soekarno datang, gencatan senjata pun diserukan. Pejuang dan Arek-arek Suroboyo yang sudah selangkah lagi berhasil menang akhirnya pupus. Sebaliknya di balik gencatan senjata ini, Inggris kemudian meminta bantuan tambahan senjata dan pasukan.

Bantuan ini rencananya untuk membalas kekalahan menggempur Surabaya dengan dalih kematian Mallaby pada 10 November 1945. Mereka menargetkan dalam 3 hari mampu menguasai Kota Surabaya.

Namun, lagi-lagi langkah sembrono Inggris ini keliru besar. Sebab mereka ternyata butuh waktu hingga 21 hari dengan kehilangan sekitar 1.500 serdadu hanya demi menguasai kota yang mereka sebut sebagai Inferno atau neraka itu.

Halaman 2 dari 2
(abq/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads