Nama Gunung Pegat sudah tidak asing lagi bagi sebagian warga Lamongan dan sekitarnya. Gunung yang hanya memiliki ketinggian sekitar 60 mdpl itu kental dengan mitos yang dipercaya oleh masyarakat setempat.
Tidak ada bukti arkeologis terkait gunung yang ada di Kecamatan Babat, Lamongan itu. Namun, gunung ini diyakini sebagai jalur darat purba yang sudah ada sejak jaman kerajaan atau sebelum masa kolonial.
Keyakinan mengenai jalur darat purba Gunung Pegat ini disampaikan oleh arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho. Menurut Wicaksono, jalur ini merupakan jalan lama yang dihidupkan kembali untuk menghubungkan antara Tuban dan Lamongan ke Jombang atau dari wilayah utara ke selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau teks yang secara khusus menyebutkan tentang Gunung Pegat belum ada, tapi itu kita yakni sebagai jalan penghubung antara Tuban- Lamongan ke Jombang atau ke wilayah selatannya. Ini adalah jalur lama yang digunakan kembali," kata Wicaksono Dwi Nugroho saat dikonfirmasi detikJatim, Sabtu (27/8/2022).
![]() |
Salah satu bukti jika jalur gunung pegat adalah jalan lama berasal mitos yang beredar. Baik mitos Gunung Pegat yang membawa tuah bagi pengantin baru serta mitos meletakkan sesaji sebelum melalui jalur ini.
Selain itu, ada bukti arkeologis yang ditemukan di Tuban yang menunjukkan jalur ini. Yakni temuan prasasti masa Airlangga yang saat itu ada di Kerajaan Kahuripan yang berlokasi di sebelah selatan.
"Pada masa Airlangga, Tuban sudah menjadi titik penting yang dibuktikan dengan temuan prasasti, maka tentunya ada jalur darat purba yang menghubungkan Kerajaan Kahuripan dengan Tuban. Bukti ini didukung dengan banyaknya temuan prasasti di titik Lamongan-Jombang yang diduga adalah dilalui oleh jalur purba," ujarnya.
Soal gunung yang sengaja dibelah untuk pedati. Baca selengkapnya di halaman selanjutnya
Dulu Gunung Pegat Jadi Jalur Perdagangan
Menurut Wicaksono, mitos Gunung Pegat berasal dari cerita rakyat. Hal ini juga menunjukkan bagaimana masyarakat meyakini bahwa jalur ini merupakan jalan lama yang pembuatannya ada diwarnai dengan rekayasa membelah gunung. Padahal dalam tradisi Hindu-Buddha, gunung adalah sesuatu yang sakral.
"Jadi pemutusan gunung ini dulunya dibutuhkan untuk transportasi, seperti pedati dan lain sebagainya. Namun kapan 'pegatan' atau dibelahnya gunung ini tidak ada data spesifik," tambahnya.
"Hingga saat ini memang belum ada kajian terkait jalur kuno yang menghubungkan Tuban ke selatan atau arah Ngimbang. Namun, Ngimbang dulunya adalah jalur perdagangan. Jadi jalur darat dari utara dihubungkan melalui gunung pegat ini," ucapnya.
Baca juga: 5 Waduk dan Bendungan Terindah di Jatim |
Sebagai pembanding, Wicaksono kemudian menyebut jika pembelahan gunung juga terjadi pada Gunung Girik, Ngimbang. Namun, tidak ada mitos yang beredar pada Gunung Girik. Pembanding lainnya adalah Sungai Brantas.
Wicaksono menambahkan, tidak semua sejarah ditarik dengan bukti-bukti arkeologis. Namun, nilai-nilai budaya tak benda seperti folklor atau mitos bisa menjadi catatan apa yang terjadi di masa lalu.
"Tidak ada asap kalau tidak ada api, tidak akan ada mitos jika tidak ada penyebabnya dan mitos itu selalu berhubungan dengan kepercayaan lokal dari jejak budaya masyarakat setempat ini," pungkasnya.