Mengenal Polisi Istimewa Surabaya. Satuan khusus yang awalnya bernama Tokubetsu Kaisatsu Tai itu disebut sebagai embrio Brimob Polri.
Kemerdekaan RI tak luput dari sejarah panjang yang menyertainya. Terutama, perjuangan arek-arek Suroboyo dalam mengusir penjajah Belanda hingga Jepang.
Di Surabaya, ada sejarah panjang para pejuang dalam merebut kemerdekaan RI. Termasuk, sejarah berdirinya Korps Brimob Polri, yang juga bermula dari Surabaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dulu, sebelum menjadi Brimob, satuan tersebut bernama Tokubetsu Kaisatsu Tai atau Kesatuan Polisi Khusus. Pendiriannya dilakukan oleh pemerintahan Jepang di Surabaya.
Pendirian Kesatuan Polisi Khusus terbilang tak terlalu sulit. Sebab, sebagian pasukan yang ada kala itu 'disumbang' dari anggota Veld Politie atau Polisi Lapangan dan Algemen Politie atau Polisi Umum.
Namun, personel yang dilibatkan dari era Kepolisian Kolonial Belanda tak asal-asalan. Melainkan, harus lolos seleksi serta kualifikasi yang super ketat.
Personel yang lolos wajib mengikuti pendidikan Jawa Keisatsu Gakko atau Sekolah Polisi Jawa. Sesuai kelas kepangkatan. Contoh, Kotoka di Sukabumi untuk calon perwira polisi.
Soal itu dibenarkan pengamat sejarah dari Begandring Soerabaia, Achmad Zaki Yamani. Menurutnya, calon polisi kala itu dididik selama 9 bulan.
"Programnya tentang tata laksana Kepolisian Jepang. Setelah tamat, diangkat sebagai Minarai Keibuho atau Calon Pembantu Inspektur Polisi dengan pangkat Junsahucho atau Komandan Polisi selama 6 bulan," kata Zaki pada detikJatim, Minggu (14/8/2022).
Status atau jabatan yang diemban kala itu untuk masa transisi sebagai Perwira Kepolisian Jepang, Kotoka. Dalam pelaksanaannya, Kotoka menghasilkan 5 angkatan dan meluluskan sekitar 400 orang.
Sementara, untuk calon Yunsa atau Agen Polisi, wajib mengikuti pendidikan Futsuka selama 4 bulan pada setiap Karesidenan. Usai pendidikan tersebut, Futsuka diangkat sebagai Agen Polisi Kelas III.
"Futsuka menghasilkan 12 angkatan dan meluluskan 3.000 orang," ujarnya.
Kesatuan Polisi Khusus atau Toketai (Tokubetsu Kaisatsu Tai), Zaki menjelaskan, adalah kesatuan yang terlatih. Bahkan, dipersenjatai khusus untuk menghadapi gangguan keamanan yang bersenjata.
"Kesatuan tersebut dibentuk pemerintah Jepang sebagai Pasukan Khusus Polisi yang bersama bala tentara Jepang menjalankan operasi pengamanan kota," tuturnya.
![]() |
Kala itu, Tokubetsu Kaisatsu Tai dipersenjatai dengan Karabijn M95 bekas KNIL. Untuk sarana, mereka menggunakan sepeda angin untuk berpatroli.
Setiap harinya, Toketai wajib menggunakan bahasa Jepang untuk baris berbaris. Bahkan, untuk urusan kedinasan sekali pun. Tak ayal, kerap terjadi kesalahan penafsiran dalam menyampaikan perintah dalam rutinitas mereka.
Pada 30 September 1942, terjadi pengembangan kekuatan Toketai di Kota Pahlawan. Yang pertama adalah Tokubetsu Kaisatsu Tai Soerabaia Syi.
Kesatuan Polisi Khusus Kota Surabaya ini dulunya memiliki markas di Polrestabes Surabaya. Dulunya, dipergunakan sebagai Hoofdbureau, di bawah komando Nitto Keibuho Soeratmin.
![]() |
Di sana, ada 100 lebih personel. Mereka, mengemban tanggung jawab khusus untuk menjaga seluruh wilayah di Kota Surabaya.
Yang kedua ialah Tokubetsu Kaisatsu Tai Soerabaia Syuu. Kesatuan Polisi Khusus Karesidenan Surabaya ini bermarkas di Sekolah St Louis. Dulunya, dipergunakan sebagai Sekolah Polisi Surabaya Coen Boulevard, yang dinakhodai Keibu Moehammad Jasin.
Selain mengemban tugas Kepolisian, Toketai Kota maupun Karesidenan Surabaya juga memberikan pelatihan. Namun, hanya kepada anggota Polisi pada level Pasukan Pembantu Polisi atau Detasemen Keibodan. Mereka, tinggal di asrama Sekolah Polisi Surabaya Coen Boulevard.
Di bawah kepemimpinan Jasin, ada 150 personel yang bersiaga. Selain memiliki tanggung jawab menjaga Surabaya, mereka juga dibebani tugas menjaga kesatuan daerah Sidoarjo.
Setahun jelang kemerdekaan RI, tepatnya pada 16 April 1944, kekuatan Toketai Kota Surabaya bertambah. Yang mulanya 150, menjadi 300.
Selain itu, Tokubetsu Kaisatsu Tai Karesidenan Surabaya juga bertambah 200 personel. Keduanya masih dengan kepemimpinan yang sama, yakni Keibuho Moehammad Jasin dam Nitto Keibuho Soeratmin.
Puncaknya, ketika kemerdekaan atau pada Jumat, 17 Agustus 1945, Nitto Keibuho Soeratmin memutuskan untuk mengubah nama Tokubetsu Kaisatsu Tai Soerabaia Syi. Ia menjulukinya dengan Polisi Istimewa Surabaya.
"Dulu, mereka memakai ban putih dengan tulisan huruf merah P.I serta mengganti lencana sakura di topi pet dengan bulatan lonjong Merah Putih dan tetap bermarkas di Kantor Besar Polisi," katanya.
Sepekan usai kemerdekaan atau pada 21 Agustus 1945, Keibuho Moehamad Jasin mengumpulkan seluruh personelnya di halaman depan markas Coen Boelevard. Ia bersama seluruh polisi kala itu mengadakan pengibaran bendera merah putih dan membacakan Proklamasi Polisi.
Usai pembacaan proklamasi dan upacara, mereka mengganti nama menjadi Center Special Police (CSP). Lalu, dikenal dengan Pasukan Perjuangan Polisi Republik Indonesia (P3RI).
"Pak Moehamad Jasin adalah legenda Polisi Pejuang, Bapak Brigade Mobil Polri. Beliau mendapat gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2015 pada tanggal 5 November 2015. P3RI ini adalah embrio Mobile Brigade Besar Jawa Timur (MBB Jawa Timur) dan Moehamad Jasin tetap sebagai pimpinannya," ujar dia.
Dua bulan pascakemerdekaan, tepatnya pada 20 Oktober 1945, Komandan Polisi Istimewa Surabaya, Inspektur Pol Tk 2 Soeratmin digantikan Inspektur Pol Tk 2 Soetjipto Danoekoesoemo. Ia bersama para personel kepolisian terlatih nan gagah berani turut serta dalam pertempuran Surabaya fase pertama, sekitar tanggal 28 sampai 30 Oktober 1945, dan pertempuran Surabaya fase 2 pada 10 hingga 30 November 1945.
"Surabaya memiliki 2 kekuatan Pasukan Polisi Khusus Terlatih yang sangat diakui kemampuan serta reputasinya, meski dipimpin orang berbeda. Tapi 2 kesatuan ini saling memperkuat Polisi Istimewa Surabaya dan CSP Surabaya," tutupnya.