Satu lagi naskah kuno di Lamongan dialihbahasakan. Kali ini, lontar yang dikenal dengan sebutan Serat Yusup berhuruf dan berbahasa Jawa kuno koleksi Museum Sunan Drajat berhasil dialihbahasakan dan dialihaksarakan menjadi koleksi digital.
Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Laksmi Eko Safitri yang meneliti Serat Yusup ini mengatakan, naskah Serat Yusup koleksi Museum Sunan Drajat ini merupakan karya sastra Jawa pesisiran yang berbeda dengan karya sastra yang berasal dari Keraton.
Sebab berkaitan dengan orang-orang Jawa yang tinggal di daerah pesisir. Hasil-hasil kesusastraan Jawa pesisiran, menurut Laksmi, selama ini belum banyak diungkapkan orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini belum ada yang melakukan kajian terhadap koleksi naskah kesusastraan pesisiran tersebut. Salah satu langkah dari upaya pelestarian adalah penyelamatan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya digitalisasi dan konservasi naskah," kata Laksmi Eko Safitri saat di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Lamongan, Minggu (17/7/2022).
Nama Serat Yusup, menurut Laksmi, tidak tercantum dalam teks. Namun, berdasarkan isi teks yang menceritakan tentang kehidupan . Nabi Yusuf sebagaimana terdapat pada teks yang serupa di naskah lainnya. Secara umum, kata Laksmi, terdapat perbedaan bahan antara cover dan teks di mana cover berbahan kayu jati, sedangkan teksnya terbuat dari lontar.
"Mengenai tahun pembuatan, serat ini tidak dapat diketahui secara pasti. Sebab, tidak ditemukan informasi perihal tahun pembuatannya dalam naskah dan memiliki ukuran yang sama antara cover dan teks, yakni panjang 30 cm dan lebarnya 4 cm dan ditulis menggunakan aksara hanacaraka dan Bahasa Jawa kuno," ujarnya.
Dia menambahkan, meski 90 persen bisa terbaca ada sejumlah kesulitan yang dihadapi tim peneliti selama proses pengalihbahasaan dan pengalihan bentuk Serat Yusup ini menjadi bentuk digital.
"Naskah Serat Yusup memiliki nilai penting yang sangat tinggi, baik dari bidang ilmu pengetahuan, sejarah, agama, kebudayaan, dan pendidikan. Nilai-nilai penting tersebut merupakan identitas kedaerahan yang menjadi bagian dari khasanah kebudayaan di Lamongan," ungkap Laksmi yang mengaku membutuhkan waktu 4 bulan untuk mengalihbahasakan dan mengalihaksaraan Serat Yusup ini.
Sementara Kepala Disparbud Lamongan Siti Rubikah mengatakan, upaya pengalihbahasaan dan pengalihaksaraan ini merupakan salah satu upaya penyelamatan terhadap naskah kuno yang dimiliki Lamongan, terutama yang menjadi koleksi Museum Sunan Drajat Lamongan.
Sebelumnya, tambah Rubikah, pihaknya juga telah mengalihbahasakan dan mengalihaksarakan Kitab Amjah, sebuah kitab kuno yang juga menjadi salah satu koleksi Museum Sunan Drajat.
"Hingga kini sudah 2 naskah kuno yang telah kami alih bahasakan dan alihaksarakan ke dalam bentuk digital, yaitu Kitab Amjah dan Serat Yusup ini," ungkapnya.
Meski tahun pasti pembuatan Serat Yusup ini belum diketahui, Rubikah menyebut, jika Serat Yusup ini adalah kitab kuno peninggalan abad 16 atau dari masa Sunan Drajat. Upaya pembuatan produk digital Serat Yusup berupa buku digital, tambah Rubikah, dilakukan oleh Dinas Kearsipan Provinsi Jatim.
"Serat Yusup ini isinya kisah Nabi Yusuf yang biasanya dibacakan pada ibu hamil," pungkasnya.
Simak Video "Video: Ada 29 Saksi yang Diperiksa KPK Selama di Lamongan"
[Gambas:Video 20detik]
(fat/fat)