Kota Mojokerto mempunyai gedung bioskop legendaris yang berdiri sejak 1923. Pada awal kemerdekaan, gedung bioskop ini menjadi hiburan kelas elite di Bumi Majapahit. Bentuk gedungnya yang kini terbengkalai itu ternyata nyaris masih sama dengan bangunan 72 tahun lalu.
Gedung bioskop legendaris ini terletak di selatan Alun-alun Kota Mojokerto. Tepatnya di Jalan KH Hasyim Ashari, Kelurahan Kauman, Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. Kondisinya kini terbengkalai karena dibiarkan begitu saja dan tampak tidak terawat.
Namun, kemegahan bangunan bekas gedung bioskop ini masih tampak jelas. Gedung bergaya Belanda itu masih berdiri kokoh dengan pilar-pilarnya yang besar, serta dinding yang tebal dan tinggi. Sayangnya, tidak ada akses masuk ke bangunan lawas ini lantaran dikelilingi pagar tembok dan besi yang lumayan tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerhati Sejarah Mojokerto, Ayuhanafiq mengatakan, gedung bioskop di selatan alun-alun itu sudah ada sejak 1923. Dulu, bioskop ini bernama Bioskop Sirene yang hanya memutar film tanpa suara atau bisu. Modernisasi dilakukan pengusaha asal Belanda, Geo Fripp tahun 1931.
Sebelum diresmikan 3 September 1931, bioskop yang berganti nama Florida Theater itu melalui beberapa modernisasi. Antara lain, dinding bioskop dibenahi agar suara di dalamnya tidak menggema, proyektor diganti baru dengan lensa merk Zeis Ikon buatan Jerman yang dipasang ahli optik dari Surabaya Wiemar, serta terdapat gramofon yang menghasilkan suara pada film yang diputar.
Perbaikan juga menyentuh instalasi listrik dan audio di dalam Florida Theater. Kelistrikan dikerjakan tenaga ahli dari perusahaan Wufffel yang berkantor di Eropa, sedangkan pemasangan audio dikerjakan Ir Stijn. Eksterior gedung didesain lebih modern, ventilasinya juga diperbaiki.
"Sehingga, gedung bioskop itu telah berubah menjadi gedung teater," kata Ayuhanafiq kepada detikJatim, Sabtu (11/6/2022).
Saat diresmikan, Florida Theater memutar film berjudul The Roque Song yang diproduksi Metro Goldwyn Mayer (MGM). Kala itu, film yang menceritakan intrik zaman Kekaisaran Rusia tersebut bahkan belum diputar di Surabaya. Sehingga, warga Kota Mojokerto bisa lebih dulu menonton film itu.
"Saat istirahat di pertengahan film, pesta anggur diberikan dengan membagikan gelas minuman pada semua penonton. Suasana pesta juga diabadikan oleh fotografer yang didatangkan di malam pembukaan," jelasnya.
Berjalan sekitar satu tahun, Florida Theater kolaps. Gedung bioskop ini diambil alih pengusaha bioskop asal Belanda, JF Gelestain tahun 1932. Sehingga kembali berganti nama menjadi National Bioskop yang laris manis hingga 1942.
Teater film itu terbengkalai selama penjajahan Jepang. Selanjutnya sejak 1945, gedung buatan Belanda ini sempat beralih fungsi untuk tempat rapat-rapat perjuangan. Saat Belanda kembali menguasai Mojokerto tahun 1947, National Bioskop difungsikan kembali sebagai hiburan para serdadu.
Gedung bioskop lantas berganti nama lagi menjadi Rexx tahun 1950. Berdasarkan foto lawas yang ditunjukkan Ayuhanafiq, bangunan teater film itu nyaris tidak berubah sampai sekarang. Hanya konstruksi berbahan seng yang menutup bagian atas teras gedung ini.
Pada pemerintahan Presiden Soekarno, penggunaan nama asing dilarang. Sehingga, Bioskop Rexx berganti nama menjadi Bioskop Indera.
"Bangunan itu sudah menunjukkan jati dirinya sebagai sarana hiburan kelas elite. Bioskop itu juga dikelola sebagai bagian jaringan bisnis Rexx yang berpusat di Belanda. Jaringan bioskop ini mirip dengan Cinema 21 sekarang," terangnya.
Selain teater film, Bioskop Rexx juga menjadi tempat pertunjukan kesenian rakyat. Di depan layar bioskop terdapat area yang lumayan luas untuk pementasan. Bangku penonton dibuat dua lantai dengan audio yang memadai.
"Selain itu, pada bagian belakang ada balkon penonton sebagai ruangan VIP," ungkap Ayuhanafiq.
Sementara itu, mantan makelar tiket di Bioskop Indera, Sai'in (66) menuturkan, teater film legendaris itu mempunyai kapasitas penonton yang besar. Menurutnya, kursi penonton dari papan kayu terdiri dari 3 baris. Masing-masing baris untuk 3 penonton. Sedangkan deretan kursi ke belakang sekitar 50 baris.
"Kapasitas penonton di lantai dua separuhnya. Tidak pakai AC maupun kipas angin, hanya angin dari ventilasi," tandasnya.
(hil/dte)