Di tengah persaingan bisnis yang makin ketat, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kota Kediri terus mencari cara agar bisa bertahan di era digital. Salah satunya adalah Tahu Mar, produsen tahu goreng legendaris asal Kampung Tahu Kediri, yang kini sukses menarik perhatian konsumen lewat siaran langsung (live) penjualan di media sosial.
Sang pemilik, Siswanto, dulunya menjalankan usaha ini secara konvensional dengan memproduksi tahu di dapur rumah, lalu menitipkannya ke warung-warung sekitar atau menjual langsung di rumah. Namun, cara lama itu tak banyak membawa perubahan pada penjualannya.
"Dulu saya hanya mengandalkan pembeli yang datang sendiri ke rumah atau menitip di warung. Sekarang, lewat media sosial dan live jualan, pesanan datang dari mana-mana," kata Siswanto saat ditemui di tempat produksinya, Rabu (8/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah digitalisasi kecil yang dilakukan Tahu Mar dimulai dari pembuatan akun WhatsApp khusus usaha untuk menerima pesanan secara daring. Tak berhenti di situ, Siswanto mulai rutin mengunggah foto dan video proses pembuatan tahu goreng di akun media sosial miliknya.
Strategi sederhana itu ternyata membawa hasil besar. Pelanggan yang semula hanya datang dari sekitar lingkungan rumah, kini berdatangan dari berbagai wilayah di Kediri, bahkan hingga luar kota.
"Awalnya iseng saja coba posting di media sosial. Eh, ternyata banyak yang tertarik dan pesan. Sekarang setiap hari ada saja pesanan masuk lewat WhatsApp, berkat live di medsos," jelasnya.
Keberhasilan Tahu Mar membuktikan bahwa pelaku UMKM di daerah pun bisa tumbuh jika mampu beradaptasi dengan teknologi digital. Berbekal koneksi internet yang stabil, Siswanto kini lebih mudah mengatur pesanan, menjalin komunikasi dengan pelanggan, hingga memastikan pengiriman berjalan tepat waktu.
Tak hanya mendongkrak penjualan, inovasi digital ini juga mengubah citra Tahu Mar menjadi lebih modern, tanpa meninggalkan cita rasa dan kekhasan lokal yang telah menjadikannya legenda di Kampung Tahu Kediri.
"Kami tetap menjaga cita rasa tahu khas Kediri, tapi cara jualannya yang kami ubah. Sekarang pelanggan bisa lihat langsung prosesnya lewat live di media sosial. Mereka bilang jadi lebih percaya dan tertarik beli," jelas Siswanto.
Di tengah masyarakat Kampung Tahu yang sebagian besar masih berjualan secara tradisional, langkah Tahu Mar menjadi inspirasi bagi pelaku UMKM lain. Kini, Mar dikenal bukan hanya karena tahu gorengnya yang gurih.
Ia juga dikenal karena keberaniannya beradaptasi dengan teknologi. Kisahnya menjadi bukti bahwa digitalisasi bukanlah milik perusahaan besar semata, melainkan peluang nyata bagi usaha kecil rumahan untuk berkembang.
"Internet itu jembatan. Dari dapur kecil saya di Kediri, tahu ini bisa sampai ke pelanggan di luar kota. Semua karena koneksi yang kuat," pungkas Siswanto dengan senyum.
Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Tenaga Kerja (Dinkop UMTK) Kota Kediri Eko Lukmono Hadi mengapresiasi langkah pelaku UMKM yang adaptif dan mampu menyesuaikan diri dalam memasarkan produk menggunakan teknologi informasi, seperti media sosial.
"Pengusaha dan pedagang ini adaptif ya, seharusnya ya, mereka memang harus adaptif dan menyesuaikan diri, harus menyesuaikan dengan kondisi yang hari ini berkembang. Karena paling efektif hari ini. Menurut saya, tidak hanya dengan konvensional, namun menggunakan teknologi informasi," kata Eko.
Eko mewakili Pemkot Kediri mengatakan, mendukung pedagang yang adaptif menggunakan media sosial dan teknologi informasi menggunakan media sosial Pemkot Kediri.
"Jadi, branding media sosial didukung Pemkot Kediri, dalam hal ini melalui media sosialnya mereka mungkin bisa di-post ulang dari media resminya pemerintah kota, termasuk apa yang akan kami lakukan itu, salah satunya dengan seperti itu, melalui media sosial resmi pemerintah kota kami repost kembali, kami post ulang," pungkasnya.
Kisah sukses Tahu Mar memperlihatkan konektivitas digital dapat membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat lokal. Di era serba cepat saat ini, UMKM seperti Tahu Mar menjadi contoh nyata bagaimana transformasi digital bisa mengangkat potensi ekonomi daerah tanpa kehilangan jati diri tradisionalnya.
(irb/hil)