Sukuk Sepi Peminat, Begini Analisis Pakar Unair

Sukuk Sepi Peminat, Begini Analisis Pakar Unair

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 04 Jul 2025 22:00 WIB
Ilustrasi investasi
Ilustrasi investasi/Foto: Getty Images/GCShutter
Surabaya - Pasar sukuk negara Indonesia saat ini menghadapi tantangan pelik. Meskipun pemerintah telah menggembar-gemborkan mengenai penguatan ekonomi syariah sebagai pilar pembangunan berkelanjutan, namun sinyal kekhawatiran datang dari sisi investor.

Sebagai informasi, sukuk adalah salah satu produk atau instrumen pasar modal syariah, pengganti dari istilah obligasi syariah.

Sukuk merupakan surat berharga syariah atau efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang tidak dapat ditentukan batas-batasnya atas aset yang mendasarinya setelah diterimanya dana sukuk, ditutupnya pemesanan, serta dimulainya penggunaan dana sesuai peruntukannya.

Pakar ekonomi Universitas Airlangga, Prof. Dr. Rossanto Dwi Handoyo angkat suara soal fenomena ini. Menurutnya, penurunan minat ini karena perubahan cara pandang investor yang makin kritis dan punya banyak opsi.

"Daya tarik sukuk mulai tergerus bukan karena instrumennya buruk, tetapi karena investor semakin rasional dan memiliki banyak pilihan lain," jelas Rossanto, Jumat (4/7/2025).

Rossanto menilai kondisi global yang tak menentu, seperti konflik geopolitik dan naik-turunnya harga komoditas, membuat investor makin hati-hati. Apalagi kini, banyak yang melirik instrumen lain seperti properti dan aset digital, termasuk kripto.

"Persaingan antar instrumen keuangan saat ini sangat agresif. Investor makin oportunis dan cepat berpindah," imbuhnya.

Padahal, secara teori, tren suku bunga rendah seharusnya menguntungkan sukuk karena termasuk instrumen pendapatan tetap. Tapi kenyataannya, investor lebih tertarik ke produk yang lebih likuid dan fleksibel.

Masalah lainnya adalah minimnya literasi keuangan syariah, terutama di kalangan generasi Z. Survei terbaru menunjukkan hanya 39 persen anak muda yang paham keuangan syariah, padahal mereka menyumbang sekitar 11 persen dari total investor SBN ritel.

"Kalau tidak ada pendekatan edukatif yang relevan, generasi muda akan terus menjauhi sukuk. Sayangnya, promosi sukuk masih terlalu formal dan belum menyentuh platform yang mereka gunakan sehari-hari seperti TikTok, YouTube, atau Instagram. Di sinilah gap besar itu bermula," tegasnya.

Rossanto pun menyarankan agar pemerintah tak tinggal diam. Menurutnya, edukasi keuangan syariah harus dikemas lebih kekinian, dan masuk ke platform digital yang memang digunakan sehari-hari oleh anak muda.

Tak cuma itu, transparansi penggunaan dana juga harus diperjelas agar investor tahu dampak sosial dari investasinya.

"Inovasi produk juga penting mulai dari green sukuk, sukuk wakaf, hingga sukuk pendidikan agar sukuk lebih relevan dan menarik bagi investor yang peduli nilai dan kebermanfaatan," pungkasnya.


(dpe/hil)


Hide Ads