Pencinta kuliner malam di Kota Malang harus siap merogoh kocek lebih dalam. Pemerintah kota setempat bakal memberlakukan pajak 10% untuk konsumen di restoran yang buka mulai malam hari.
Saat ini, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang sedang mendata restoran dan warung yang menjadi objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk mengoptimalkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kasubid Pajak Daerah II Bapenda Kota Malang, Ramdhani Adhy Pradana mengatakan pelaku usaha makanan minuman atau restoran hingga warung di Kota Malang tidak sedikit yang mulai buka di malam hari. Untuk pendataan objek PBJT mulai dilakukan terhadap para pelaku usaha kuliner malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sasarannya adalah objek pajak seperti pujasera, kafe yang makan di tempat, termasuk warung, angkringan, lalapan, tahu telur dan lainnya yang berkategori PBJT yang buka di luar jam kerja," kata Ramdhani, Rabu (14/5/2025).
Dia mengatakan, segala usaha di Kota Malang sejatinya masuk PBJT atas makanan dan minuman. Termasuk usaha yang buka siang hari. Setelah pendataan, proses verifikasi akan menentukan apa benar usaha itu terkategori objek pajak atau bukan.
Setelah pendataan inilah, untuk para pelaku usaha warung yang tercatat merupakan objek pajak baru akan diundang untuk diberikan sosialisasi berkaitan penerapan perpajakan.
"Dalam regulasi yang ada, pelaku usaha yang masuk wajib pajak itu minimal pendapatan Rp 10 juta per bulan," bebernya.
PBJT dalam usaha makanan dan minuman yang akan diterapkan kepada para pengusaha warung ini mencapai 10 persen dari harga dan akan dibebankan kepada konsumen.
Sejauh ini, Bapenda Kota Malang mencatat jumlah pelaku usaha makanan dan minuman baik restoran hingga warung yang masuk objek pajak jumlahnya sebanyak 2.987 usaha.
Ramdhani mengatakan, realisasi PBJT terhadap usaha makanan dan minuman di Kota Malang ini sudah diterapkan pada 2024. Jumlah pajak yang berhasil dihimpun saat itu mencapai Rp 171 miliar.
Sementara, pada 2025 ini target penyerapan PBJT mencapai Rp 163 miliar. Pihaknya optimistis target itu bisa tercapai. Sebab, hingga April 2025 kemarin saja realisasinya sudah tembus Rp 54 miliar.
Baca juga: 6 Rekomendasi Kuliner Malam di Malang |
"Kami optimis bisa lebih tinggi dari target. Itu karena kami kemarin berpikir semoga efisiensi itu juga tidak berdampak besar ke BPJT makan minum. Ternyata, saat efisiensi daya beli masyarakat tidak menurun," tandasnya.
Dalam upaya ekstensifikasi atau perluasan jangkauan PAD Kota Malang tersebut Pemkot Malang menyoroti transparansi pelaporan pendapatan pelaku usaha. Ramdhani mencontohkan ada pelaku usaha yang omzetnya mencapai Rp 100 juta tapi hanya dilaporkan Rp 50 juta atau Rp 70 juta saja.
"Sejauh ini, pengawasan kami lakukan, mulai konfirmasi omzet, kami cek pembukuannya, kami sidak. Kami juga ada pemasangan e-tax di mesin kasirnya mereka," bebernya.
Ramdhani mengimbau agar wajib pajak tertib dan transparan dalam persoalan pajak. Karena pajak merupakan kontribusi masyarakat kepada negara untuk pembangunan daerah.
"Kami mohon juga transparansi dalam melaporkan omzet. Karena kalau tidak transparan. Karena ada denda 4 kali lipat dari selisihnya, itu kan kasihan bila ada sanksi-sanksi seperti itu," pungkasnya.
(dpe/hil)