Berdiri sejak 2016, sentra wisata kuliner (SWK) Bratang Binangun nyaris tak pernah sepi pengunjung. Namun siapa sangka, lokasi kuliner seluas 2000 mΒ² persegi di Kota Surabaya itu dulunya merupakan taman tak terawat.
SWK Bratang Binangun berdiri setelah para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sepanjang Jalan Bratang Jaya terkena relokasi. Sebagai gantinya, mereka kemudian ditempatkan di lahan tersebut atas inisiasi Wali Kota Surabaya saat itu Tri Rismaharini.
Ketua Paguyuban SWK Bratang Binangun, Abdul Kholiq menyebut saat awal menempati, kondisi lahan sangat memprihatinkan, terutama untuk air dan listrik. Para pedagang pun patungan untuk memenuhi kebutuhan air dan listrik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya 48 pedagang. Karena kan kita relokasi. Jadi sebelum dipindah ke sini sudah ada paguyuban di Jalan Bratang Jaya.
Satu permasalahan diatasi, datang masalah yang lain. Terutama saat musim hujan tiba, tak adanya tenda membuat pengunjung kehujanan. Karena hal ini, pedagang kemudian berinisiatif bersama-sama mendirikan tenda untuk berteduh.
Pelan tapi pasti di bawah manajemen paguyuban semua permasalahan pun satu per satu diatasi. Terutama untuk pengelolaannya paguyuban berusaha keras untuk membuat sejumlah aturan agar pelanggan nyaman.
Lambat laun, pelanggan pun berdatangan, jumlah pedagang pun bertambah menjadi 52 unit. Dalam sehari para pedagang busa meraup cuan Rp 1 juta. Jika ramai omzet pun bisa lebih banyak.
![]() |
"Itu pemasukan kotor, kalau dihitung tiap warung Rp 1 juta. Jadi kalau dikali perputaran uang bisa sampai Rp 52 juta per harinya," terang pria yang juga membuka warung tahu campur Lamongan itu.
Khusus untuk iuran, lanjut Kholiq, pihaknya menarik per harinya Rp 10 ribu. Kemudian ada juga tarikan per bulan Rp 60 ribu yang diserahkan ke Dinas Koperasi setempat.
![]() |
Namun sejak pandemi COVID-19, iuran Rp 60 ribu ditiadakan. Ini karena dampak pandemi yang luar biasa membuat pedagang keberatan. Alhasil, iuran Rp 60 ribu pun ditiadakan hingga sekarang.
Menurut Kholiq, selama pandemi 2 tahun, para pedagang memang memasuki masa-masa yang berat. Karena selain banyak pembatasan kerumunan, pengunjung dan pedagang juga banyak berurusan dengan polisi.
"Sebenarnya selama COVID itu pelanggan masih ramai. Tapi kan dari pihak aparat banyak melakukan razia kerumunan. Makanya kita sering berurusan dengan karena dianggap pelanggaran, kena sanksi dan swab," kenang Kholiq.
"Tapi alhamdulillah setelah 2 tahun pandemi selesai, teman-teman bangkit kembali, ekonomi normal lagi seperti dulu," sambung Kholiq.
Mantri Unit BRI Bratang, Widya Arini Lestari mengatakan SWK Bratang Binangun merupakan salah satu klaster BRI. Bahkan sejak awal berdiri pada 2016, BRI senantiasa selalu mendampingi para pedagang yang sebagian besar merupakan nasabah.
Selama itu, lanjut Arini, BRI telah turut membantu berbagai perbaikan dan fasilitas SWK. Bantuan tersebut diharapkan turut membuat pengunjung semakin nyaman selama di SWK.
"Ada sejumlah bantuan yang telah kami berikan seperti kipas pengunjung, karpet musala, taplak meja, dan nomor meja. Semuanya untuk membuat pengunjung semakin nyaman," kata Arini.
(abq/iwd)