Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Novita Hardini menyoroti rendahnya penyerapan produksi semen lokal, sehingga terjadi overproduksi. Ia mendorong kementerian terkait meningkatkan investasi, agar belanja infrastruktur naik.
Menurutnya, sektor semen belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem hilirisasi. Akibatnya, ekspor semen hanya berupa produk mentah.
"Sekarang yang terjadi adalah overkapasitas produksi semen, dampaknya penjualan semen dengan harga murah menjadi tantangan besar bagi industri ini. Tanpa hilirisasi yang jelas, kontribusi sektor semen terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi tidak mampu berkembang," kata Novita, Jumat (24/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mendorong penyerapan produksi semen lokal, pihaknya mendorong agar Kementerian Perindustrian, khususnya Direktorat Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) melakukan inovasi guna mendorong tumbuhnya manufaktur berkelanjutan.
Diakui, keterbatasan anggaran menjadi tantangan tersendiri bagi Kemenperin. Untuk itu, diperlukan alternatif sumber dana guna mendukung program pengembangan industri, pendidikan vokasi, maupun industri kecil dan menengah.
"Solusi seperti kolaborasi lintas sektor atau pendanaan alternatif perlu dicari untuk memastikan hilirisasi tetap berjalan dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat," ujarnya.
Jika lesunya utilisasi industri semen dibiarkan maka target capaian laju pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam Astacita Presiden Prabowo bisa ikut terganggu.
"Harapannya pemerintah dapat memberikan perhatian lebih pada penguatan hilirisasi dan pengembangan industri yang berkelanjutan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dapat terwujud," jelasnya.
Novita menambahkan, saat ini terjadi penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB dari 22 persen menjadi 21 persen sejak 2022.
"Hal ini mengindikasikan perlunya langkah konkret untuk mendorong utilitas sektor manufaktur agar dapat kembali menjadi motor penggerak ekonomi," ungkapnya.
(hil/iwd)