Ramai seorang netizen mengaku tidak bisa menggunakan uang peringatan kemerdekaan (UPK) pecahan Rp 75.000 ketika ingin membeli jajan di warung kelontong. Pembayaran tersebut ditolak lantaran pedagang mengatakan uang itu telah habis masa berlakunya.
Hal itu diungkapkan salah satu netizen melalui media sosial X di akun @tanyakanrl. Dalam postingan tersebut, dituliskan "Beberes kamar nemu duit 75 di kolong tempat tidur, coba jajan di warung masa gak diterima katanya udah expired, search di google masih jadi alat pembayaran yang sah kok, apa setor tunai ke teller bank aja yak," tulis cuitan tersebut saat dilihat detikJatim, Selasa (8/10/2024).
Merespons hal ini, Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim mengatakan, UPK Rp 75.000 adalah alat transaksi yang legal, sehingga belum dicabut dari peredaran. UPK Rp 75.000 itu dikeluarkan sebagai uang khusus dengan jumlah terbatas dan masa edar selama 25 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, UPK Rp 75.000, diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No 22/11/PBI/2020. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa semua jenis pecahan uang rupiah, termasuk UPK memiliki masa berlaku yang ditentukan dan tidak akan dicetak kembali.
Lantas, bagaimana asal-usul munculnya UPK Rp 75.000? Apa yang mendasari peluncuran uang ini? Simak selengkapnya berikut ini.
Peluncuran Uang Peringatan Kemerdekaan Rp 75.000
Uang pecahan Rp75.000 diterbitkan sebagai Uang Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun RI (UPK 75 Tahun RI) pada 17 Agustus 2020. Uang ini dicetak dalam jumlah terbatas, yaitu sebanyak 75 juta lembar.
Uang pecahan Rp75.000 bukan hanya sekadar alat transaksi, tetapi juga memiliki nilai koleksi dan simbolik yang tinggi bagi masyarakat, mencerminkan perjalanan sejarah bangsa selama 75 tahun kemerdekaan. Selain itu, UPK berhasil masuk dalam deretan finalis Currency Award 2022, diselenggarakan International Association of Currency Affairs (IACA).
Tema Uang Peringatan Kemerdekaan Rp 75.000
Ada tiga tema besar yang mendasari desain UPK 75 Tahun RI, yakni mensyukuri kemerdekaan, memperteguh kebinekaan, dan menyongsong masa depan gemilang. Tema mensyukuri kemerdekaan diwujudkan dengan penyematan foto dua proklamator, pemasangan foto pengibaran bendera proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, serta visual pembangunan Indonesia khusunya di bidang infrastruktur.
Tema menyongsong masa depan gemilang digambarkan dengan visual anak-anak Indonesia sebagai generasi penerus SDM unggul, yang siap mewujudkan Indonesia Emas 2045, peta Indonesia Emas pada bola dunia yang melambangkan peran strategis Indonesia dalam ranah global, dan Satelit Merah Putih sebagai jembatan komunikasi NKRI.
Sedangkan, tema memperteguh kebhinekaan dilambangkan dengan gambar anak-anak menggunakan pakaian adat mewakili wilayah barat, tengah, dan timur di NKRI, serta penyematan motif songket Sumatera Selatan, batik Kawung Jawa, dan tenun Gringsing Bali, yang menggambarkan keanggunan, kebaikan, dan kesucian.
Uang Peringatan Kemerdekaan Rp 75.000 Sebagai Alat Pembayaran
Meskipun merupakan edisi khusus, uang Rp75.000 tetap dianggap sebagai alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah Indonesia. BI menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu ragu untuk menggunakan uang ini dalam transaksi sehari-hari.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Pasal 23 ayat (1) disebutkan setiap orang dilarang menolak menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran. Lalu, dalam pasal 33 ayat (2) ditegaskan, setiap orang yang menolak menerima rupiah bisa dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
Itulah asal-usul kapan uang rupiah khusus (UPK) Rp 75 ribu muncul serta bagaimana sejarah dan desain yang ada di dalam uang tersebut. Hingga kini, uang Rp 75 ribu itu masih sah digunakan untuk metode pembayaran.
(ihc/irb)