Produsen Cincau Legendaris Kota Malang Kewalahan Layani Pesanan Saat Ramadan

Produsen Cincau Legendaris Kota Malang Kewalahan Layani Pesanan Saat Ramadan

M Bagus Ibrahim - detikJatim
Jumat, 15 Mar 2024 16:59 WIB
mak cao cincau kota malang
Proses memasak daun cincau (Foto: M Bagus Ibrahim)
Kota Malang -

Di bulan Ramadan, cincau hitam menjadi salah satu penganan yang diburu masyarakat. Penganan yang memiliki tekstur lembut dan kenyal ini sering kali dipadukan dengan beragam varian es.

Berbicara soal cincau hitam, di Kota Malang ada produsen rumahan tempat pembuatan cincau legendaris yang sudah berdiri sejak 1961. Banyak masyarakat yang mengenal produsen rumahan tersebut dengan julukan Mak Cao.

Mak Cao di Jalan Laksamana Martadinata gang 6B Nomor 38, Kota Malang, merupakan Industri rumah tangga yang dijalankan secara turun temurun. Kini usaha tersebut dipegang oleh generasi ketiga yaitu Hariyati (37) bersama ibunya, Suriyati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski telah berpindah tangan, cincau Mak Cao sampai saat ini tetap populer dan memiliki banyak pelanggan. Tentu, hal itu tidak lepas dari upaya Hariyati bersama ibunya dalam mempertahankan kualitas cincau produksinya.

mak cao cincau kota malangDaun cincau yang dimasak menjadi cincau (Foto: M Bagus Ibrahim)

"Sekarang banyak saingannya. Banyak yang produksi cincau juga, tapi kami bersyukur warga masih banyak yang memilih tetap beli disini karena kualitas memang kami jaga," ujar Hariyati kepada detikJatim, Jumat (15/3/2024).

ADVERTISEMENT

Pada hari biasa dalam satu hari Mak Cao bisa memproduksi sekitar 30 blek (kaleng) dengan berat sekitar 25 kg per blek. Namun, pada momen bulan Ramadan permintaan meningkat tajam menjadi sekitar 300 blek dalam satu hari sehingga ia cukup kewalahan.

"Memang kalau bulan Ramadan ini meningkat tajam. Biasanya kita buat 300 blek sampai maksimal 400 blek. Tapi kalau hujan biasanya menurun karena gak banyak yang cari. Harga untuk 1 blek itu Rp 50 ribu," kata Hariyati.

Untuk pembuatan cincau di Mak Cao ini dilakukan dengan cara tradisional. Dimulai dari merebus daun cao dalam satu tong besar hingga lunak. Dalam perebusan ini menggunakan kayu bakar.

"Kalau pakai gas itu panasnya kurang. Beda kalau pakai kayu bakar itu bisa sampai keluar gelembung di atasnya," ungkapnya.

Proses melunakkan daun cao biasanya memakan waktu sekitar 3 jam. Setelah daun lunak, air rebusan diambil sarinya dan dipindah pada tong lain untuk kemudian dilakukan proses pencampuran bahan-bahan lain.

"Ketika bahan sudah dicampur, dilanjutkan proses pengadukan sambil direbus lagi selama sekitar 1,5 jam. Baru setelah itu dipindah ke blek untuk pendinginan. Kalau ditotal waktu pembuatannya sekitar 5-6 jam," terangnya.

Hariyati mengaku saat ini memang sempat kesusahan mendapatkan daun cao. Dia menduga sulitnya daun cao didapat karena musim hujan membuat petani memilih untuk tidak menanam daun cao.

"Kalau saya sendiri ambil daun cao di Ponorogo. Sebenarnya di Malang ada, cuman kualitasnya itu beda sama di Ponorogo. Jadi hasilnya gak bisa sesuai dengan keinginan, entah warnanya agak hijau atau gimana gitu," tandasnya.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads