Cerita Warga Surabaya Gantungkan Hidup dari Kos-kosan Buruh Pabrik Rokok

Cerita Warga Surabaya Gantungkan Hidup dari Kos-kosan Buruh Pabrik Rokok

Fatichatun Nadhiroh - detikJatim
Sabtu, 18 Nov 2023 10:24 WIB
kawasan rungkut kidul surabaya
Rumah warga di kawasan Rungkut Kidul yang dijadikan kos-kosan bagi para buruh pabrik rokok. (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Keberadaan industri rokok kerap membawa dampak positif bagi warga dan pekerjanya. Banyak yang mengakui pabrik rokok banyak menyerap tenaga kerja, juga memberi keuntungan lain ke warga sekitar.

Salah satunya para pekerja otomatis indekos di rumah-rumah warga sekitar lokasi pabrik. Peran salah satu pabrik rokok skala besar di kawasan Rungkut Surabaya bagi warga sekitar sangat berpengaruh.

Warga mengakui beroperasinya perusahaan rokok itu membuat kebanyakan para buruh rokok dari luar Kota Surabaya memilih tinggal atau indekos di sekitar pabrik. Mereka menggantungkan hidup dari kos-kosan yang disewa para buruh pabrik rokok tersebut. Pasalnya, jam masuk kerja mulai pukul 06.00 WIB hingga 16.00 WIB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Otomatis mereka cari kos-kosan di sekitar pabrik, karena mereka nggak mungkin berangkat dini hari dari rumah untuk berangkat kerja. Jadi ya ngekos di sekitar pabrik," kata salah satu warga Rungkut Kidul, Indatul (52) saat berbincang dengan detikJatim, Kamis (16/11/2023).

Dia mengaku selama ini rumahnya yang berlantai 2 juga dijadikan tempat kos karyawan atau mahasiswa. Menurutnya banyak keuntungan yang didapat saat buruh pabrik rokok itu indekos di tempatnya. Selain kamar rumahnya terisi, Indatul juga membuka warung kecil-kecilan.

ADVERTISEMENT

"Alhamdulillah kalau kamarnya terisi. Pasti payu (Laku) kalau ada kamar kosong. Terus juga buka warung kecil, jual mi godok, kopi atau kebutuhan perlengkapan mandi, payu pokoke (selalu laku)," jelasnya.

Sementara warga Rungkut Jaya, Ulda mengaku dampak positif adanya pabrik rokok membuat orang tuanya bisa membangun tempat kos. Dirinya bersyukur memiliki 10 kamar sejak dibangun tahun 2000-an.

"Tempat kos milik orangtua saya kebanyakan disewa buruh rokok. Uang sewa ditabung buat bikin tempat kos lagi. Jadi, uang sewa itu dibuat bangun tempat lagi sampai ada 10 kamar. Alhamdulillah ada saja yang ngekos, meski saat ini nggak seramai dulu," jelas Ulda.

Dia mengaku ada kamar yang harga sewanya per kepala Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu perbulan. Fasilitasnya mendapat makan sepuasnya tiap hari. Namun jika memilih kamar mandi dalam harga yang ditawarkan Rp 900 ribu per bulan.

"Semua kamar terisi mulai harga Rp 300 ribu sampai Rp 900 ribu," tambahnya.

Sedangkan Yunita, yang akrab dipanggil Ita mengaku meski tidak memiliki rumah kos, namun dengan toko pracangan yang dibuka beberapa tahun lalu bisa memenuhi kebutuhan para buruh.

"Meski tokonya nggak gede, tapi alhamdulillah toko ini laris dibeli mereka (Buruh rokok). Ada beras, gula, kopi, mi dan lain-lain," tegasnya.

Namun, jelas dia, tokonya tidak selaris sebelum COVID-19. Menurutnya sejak COVID-19, banyak pekerja rokok pulang karena terkena peraturan.

"Jadi mereka kerjanya gantian masuknya. Otomatis, mereka pulang ke tempat asal. Kecuali pas kerja, mereka berangkat lagi. Lah sekarang mereka lebih banyak pulang pergi ke rumah menuju pabrik. Jadi, mereka nggak ngekos lagi akhirnya tokonya juga ga selaris dulu," tambahnya.




(dte/fat)


Hide Ads