Tradisi masyarakat Jawa mencuci senjata pusaka menjelang 1 Suro menjadi berkah bagi Sudahri (53). Warga Desa Miagan, Mojoagung, Jombang ini panen cuan sebab kebanjiran pekerjaan menjamas-reparasi senjata pusaka.
Sejak 2003 silam, Sudahri membuka lapak jasa mencuci dan reparasi senjata pusaka di Pasar Mojotrisno, Kecamatan Mojoagung. Berbagai senjata pusaka dia kerjakan, seperti keris, tombak dan pedang.
Dua pekan menjelang 1 Suro, bapak 3 anak ini sudah kebanjiran pekerjaan. Pelanggannya dari Gresik, Bojonegoro, Mojokerto, Sidoarjo, Surabaya, Lamongan dan Jombang sendiri berdatangan ke lapak Sudahri untuk mencucikan senjata pusaka mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehari bisa mencuci 20-30 keris tergantung kemampuan yang bekerja. Hari biasa 5-7 keris," kata Sudahri kepada wartawan di lapaknya, Rabu (19/7/2023).
Mayoritas senjata pusaka yang ia cuci tahun ini berupa keris. Tarif yang dipatok Sudahri kepada para pelanggannya beragam tergantung ukuran senjata pusaka. Yaitu mulai dari Rp 75.000 ukuran normal sampai Rp 250.000 untuk pusaka sepanjang 1 meter.
![]() |
Tak ayal omzetnya mencapai Rp 1,5 - 2,5 juta per hari. Setiap hari ia dibantu sang istri untuk menjamas senjata pusaka. "Di sini layanan plus reparasi bilah, warangka (sarung pusaka) dan gagang pusaka," terangnya.
Sudahri mewarisi keterampilan menjamas dan mereparasi senjata pusaka dari mendiang kakeknya di Sumenep, Madura. Ternyata ia tak perlu melakukan ritual khusus untuk mencuci senjata pusaka.
Menjamas keris misalnya, Sudahri lebih dulu mencuci bilahnya dengan larutan sabun colek, jeruk nipis dan lerak. Selanjutnya bilah keris dijemur di bawah sinar matahari langsung sampai kering.
Barulah bilah keris direndam dengan cairan khusus berwarna hitam. Cairan ini membuat bilah menjadi mengilap, serta guratan dan ukiran pada bilah lebih terlihat jelas.
"Direndam cairan hitam untuk mengeluarkan pamor keris, juga untuk mengawetkan besi supaya tidak berkarat," tandasnya.
(abq/fat)