Bioetanol yang dihasilkan PT Energi Agro Nusantara (Enero) masih jauh dari kebutuhan PT Pertamina untuk memproduksi 7 juta kiloliter BBM jenis biogasolin atau E5. Untuk memenuhi kebutuhan 350 ribu kiloliter bioetanol per tahun, dibutuhkan pembangunan 10 pabrik baru di Indonesia.
Gerakan bioetanol tebu untuk ketahanan energi dimulai seiring dengan revitalisasi industri gula nasional. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan swasembada gula tercapai 5 tahun mendatang.
Antara lain dengan cara memperluas lahan tebu dari saat ini 108 ribu hektare menjadi 700 ribu hektare, bekerja sama dengan Brasil untuk menyediakan bibit tebu varietas unggul sekaligus teknologi modern untuk menanam tebu, serta modernisasi mesin di semua pabrik gula.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden Jokowi menjelaskan saat ini semua negara dipusingkan dengan persoalan kesulitan pangan dan energi. Indonesia sendiri mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap impor minyak mentah.
Karena 50 persen kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri mengandalkan impor dari negara lain. Namun, Indonesia mempunyai peluang besar untuk mengatasi kesulitan tersebut.
Salah satunya dengan memproduksi BBM jenis biogasolin atau Etanol 5 (E5). Bahan bakar jenis ini diproduksi melalui pencampuran 5 persen bioetanol dengan gasolin atau bensin. Penggunaan bioetanol sebagai campuran bensin untuk menekan impor minyak mentah.
"Kita mulai dulu dengan E5. Saya senang kita sudah menemukan jurusnya, tinggal implementasi yang harus terus diawasi," kata Jokowi ketika melaunching gerakan bioetanol tebu untuk ketahanan energi di PT Enero, Mojokerto, Jumat (4/11/2022).
Sebagai tahap awal gerakan bioetanol tebu untuk ketahanan energi, hari ini Holding Perkebunan Nusantara PTPN III menandatangani kerja sama dengan PT Pertamina. Bioetanol yang dihasilkan PT Enero di Desa Gempolkrep, Gedeg, Mojokerto sepenuhnya dibeli Pertamina untuk memproduksi E5.
Sayangnya, kapasitas produksi PT Enero masih jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan Pertamina menghasilkan 7 juta kiloliter E5 dalam setahun. Sebab untuk menghasilkan E5 dengan volume tersebut, dibutuhkan 350.000 kiloliter bioetanol. Sedangkan kapasitas produksi PT Enero saat ini di angka 30.000 kiloliter per tahun.
"Artinya, untuk yang E5 saja kita butuh 10 pabrik (bioetanol) seperti yang kita lihat sekarang. Bayangkan, itu baru E5. Kalau masuk ke E20, kita butuh tinggal kalikan saja," jelas Presiden Jokowi.
Seperti diketahui PT Enero menghasilkan bioetanol menggunakan bahan baku molase atau tetes tebu. Molase sendiri merupakan produk sampingan dari pabrik gula. Untuk menjadi etanol, tetes tebu melalui proses fermentasi dan destilasi.
Oleh sebab itu, pemerintah bakal menggenjot kapasitas produksi bioetanol seiring dengan meningkatnya produksi gula di dalam negeri dalam 5 tahun ke depan. "Sehingga nantinya selain gulanya terpenuhi, karena menghasilkan molase (tetes tebu) ini yang dipakai membangun industri etanol yang juga akan memperkuat ketahanan energi kita," tegas Jokowi.
Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan kerja sama yang ia jalin dengan Holding Perkebunan Nusantara PTPN III terkait pengembangan bioenergi. Produk bioenergi sendiri beragam. Pertama, BBM jenis biogasolin dari pencampuran bioetanol dengan bensin.
Kedua, biodiesel atau BBM jenis B30 yang dihasilkan dari campuran fatty acid methyl ester (Fame) yang merupakan bahan turunan dari minyak sawit dengan solar. Ketiga, bioavtur atau sustainable aviation fuel (SAF) dari campuran avtur dengan bahan bakar sawit untuk bahan bakar pesawat terbang.
"Pertamina dengan PTPN III melakukan kerja sama untuk pengembangan bio energi. Pertama, kami melakukan pengembangan bersama. Kedua, kami sebagai pembeli produk yang dihasilkan. Karena PTPN ini memiliki produksi sawit dan tebu, maka ketahanan energi melalui bioenergi ini dapat kita wujudkan," jelasnya.
Terkait kerja sama pengembangan biogasolin, lanjut Nicke, PT Pertamina tak hanya sebagai pembeli bioetanol dari Holding Perkebunan Nusantara PTPN III. Namun, pihaknya juga membantu pengembangan kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan 350 ribu kiloliter bioetanol per tahun.
"Dengan kapasitas produksi (bioetanol) sekarang belum bisa kita mewujudkan E5. Untuk mewujudkannya kita harus membangun kurang lebih 10-12 pabrik yang seperti ini (seperti PT Enero). Untuk pengembangan itu kami akan kerja sama dengan PTPN. Selain itu nanti Pertamina sebagai pembeli dari produknya," ujarnya.
Nicke menuturkan produksi BBM jenis E5 diserahkan kepada anak perusahaan PT Pertamina, yaitu PT Pertamina Patra Niaga. Menurutnya E5 mempunyai kualitas lebih bagus dibandingkan dengan bensin biasa.
Selain meningkatkan nilai oktan, pencampuran bioetanol dengan bensin juga mengurangi emisi karbon. Meski begitu, ia memastikan harga BBM jenis E5 bakal tetap bisa dijangkau oleh masyarakat.
"Seperti halnya biodiesel yang harganya ditetapkan oleh pemerintah dan ada mekanismenya. Nanti mekanisme untuk biogasolin (E5) akan sama. Yang pasti pemerintah akan menjaga di level harga yang sekarang," tandasnya.