Pria Arab Saudi Ramai-ramai Beli Viagra, Ada Apa?

Kabar Kesehatan

Pria Arab Saudi Ramai-ramai Beli Viagra, Ada Apa?

Tim detikHealth - detikJatim
Jumat, 01 Jul 2022 04:31 WIB
Bottle with pills euthanasia viagra alternative analgesics antibiotics care
Ilustrasi (Foto: iStock)
Jakarta -

Beberapa tahun terakhir, pria muda di Arab Saudi semakin banyak yang membeli obat-obatan pembangkit gairah seksual. Yakni sildenafil atau lebih dikenal dengan Viagra. Hal ini disadari seorang pemilik apotek terkenal di pusat Kota Kairo, Rabea al-Habashi.

"Kebanyakan pria kini mencari pil biru yang mereka dapatkan dari perusahaan-perusahaan Barat," kata dia yang dikutip dari BBC oleh detikHealth, Kamis (30/6/2022).

Hal ini juga selaras dengan sejumlah studi yang menunjukkan semakin banyak pria muda Arab yang membeli Viagra, vardenafil (Levitra, Staxyn), dan tadalafil (Cialis). Umumnya, obat-obatan seperti ini digunakan untuk mengatasi disfungsi ereksi atau impotensi pada pria dewasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, sebagian pria membantah bahwa mereka menggunakan obat tersebut untuk menangani lemah syahwat. Mereka juga mengaku tidak tahu obat-obatan tersebut. Bahkan, ada juga yang langsung menolak membahas itu karena dianggap 'bertentangan dengan moral masyarakat'.

Faktanya, hasil studi tahun 2012 mengungkap Mesir menjadi pelanggan obat anti-impoten terbesar per kapita kedua di antara negara-negara Arab. Di posisi pertama ditempati oleh Arab Saudi.

ADVERTISEMENT

Bahkan, hasil studi the Arab Journal of Urology menunjukkan bahwa 40 persen responden pria muda Saudi pernah menggunakan obat seperti Viagra. Setidaknya sekali dalam hidup mereka.

Sebenarnya, apa yang terjadi?

Penggunaan obat anti-impoten diketahui lebih banyak digunakan pria yang lebih tua dibandingkan pria muda. Namun, data kementerian kesehatan Yaman menunjukkan obat itu paling banyak dikonsumsi pria kelompok usia 20-45 tahun.

Laporan media di negara tersebut menyebut Viagra dan Cialis justru digunakan para pria muda sebagai obat-obatan rekreasional saat pesta. Ini terjadi sejak awal perang sipil antara kubu pemberontak Houthi dan koalisi pimpinan Saudi pada 2015 lalu.

Menanggapi ini, guru besar urologi dan bedah alat reproduksi, Mohamed Sfaxi, menekankan bahwa obat-obatan semacam itu 'bukan stimulan' dan seharusnya dipakai untuk menangani keluhan yang banyak dialami kaum lansia. Sementara, pakar seksualitas di Timur Tengah menilai bahwa kaum muda Arab mengkonsumsi pil anti-impoten karena adanya faktor budaya.

"(Tetapi) Alasannya boleh jadi merujuk ke masalah lebih besar yang dihadapi kaum muda Arab," jelas Shereen El Feki, wartawan Mesir-Inggris sekaligus penulis buku berjudul Sex and the Citadel: Intimate Life in a Changing Arab World.

El Feki juga mengatakan banyak pria yang bicara mengenai tekanan besar menjadi seorang pria. Tekanan itu termasuk kemampuan seksual.

"Itu artinya, para pria berada dalam tekanan dan kemampuan seksual terjalin dalam budaya maskulinitas. Sehingga, ada banyak tekanan pada kemampuan seksual," jelasnya.

Dalam penjelasannya, dia juga mengaitkan sorotan terhadap kemampuan seksual yang salah kaprah. Serta ekspektasi yang berlebihan yang dimunculkan pornografi.

"Inilah yang mengubah pemikiran pria muda mengenai apa yang tergolong 'normal' ketika menyangkut kejantanan," pungkasnya.




(hse/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads