Penolakan pemakaman jenazah terjadi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Grogol, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo. Peristiwa ini sempat viral di media sosial.
Jenazah yang ditolak tersebut merupakan warga Perumahan Surya Kencana, Desa Grogol, bernama Khoiruddin (77). Almarhum meninggal dunia pada Selasa (16/12/2025) malam.
Anak kedua almarhum, Irwan Dwi Wahyudi (51), mengatakan ayahnya sempat dibawa ke Rumah Sakit Siti Fatimah oleh pihak keluarga sebelum dinyatakan meninggal dunia pada pukul 19.37 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rencananya dimakamkan Rabu pagi sekitar pukul 07.00 WIB di TPU Desa Grogol. Tapi saat rombongan datang, warga desa menolak," ujar Irwan saat ditemui detikJatim di rumah duka, Rabu (17/12/2025).
Irwan mengaku dirinya dan keluarga sangat terpukul atas penolakan tersebut. Ia mengaku tidak mengetahui alasan jelas mengapa jenazah ayahnya tidak diperbolehkan dimakamkan di TPU desa setempat.
"Kami benar-benar sedih, sampai menangis. Tidak tahu apa salah ayah kami, kenapa sampai ditolak seperti itu," katanya.
Menurut Irwan, penolakan terjadi saat keranda hendak memasuki area pemakaman. Rombongan peziarah langsung dihentikan oleh sejumlah warga desa, hingga terjadi adu mulut antara warga Perumahan Surya Kencana dan warga Desa Grogol.
Upaya mediasi yang dilakukan oleh aparat TNI dan Polri di lokasi tidak membuahkan hasil. Situasi yang semakin memanas membuat pihak keluarga memilih mengalah.
"Akhirnya kami memilih membawa kembali jenazah ke rumah duka. Selanjutnya dimakamkan di TPU Praloyo di Lingkar Timur," ujar Irwan.
Ia menambahkan, proses membawa kembali keranda sempat mengalami kesulitan karena akses jalan yang sempit. Rombongan bahkan terpaksa melewati tembok pembatas TPU untuk mengeluarkan keranda dari area pemakaman.
Tembok yang dibangun oleh warga Desa Grogol untuk menutup aksesnya ke TPU Foto: Suparno/detikJatim |
Irwan mengatakan kejadian tersebut direkam dan diunggah ke media sosial sebagai bentuk luapan kesedihan keluarga. Namun, ia berharap peristiwa serupa tidak kembali terulang di kemudian hari.
"Kami sangat sedih peristiwa ini terjadi di saat duka. Harapan kami, jangan sampai ada keluarga lain yang mengalami hal seperti ini lagi," pungkasnya.
Duduk perkara sengketa lahan
Ketua Paguyuban Perumahan Surya Kencana yang juga Ketua BPD Perumahan, Sudarmaji, menjelaskan bahwa permasalahan tersebut berawal dari perbedaan pandangan mengenai status lahan fasilitas umum (fasum).
"Awalnya ada perbedaan pendapat soal fasum. Warga Desa Grogol menganggap tanah tersebut adalah tanah petani dan merasa tidak pernah menjualnya. Sementara pihak perumahan berdasarkan site plan dan sertifikat menyatakan tanah itu atas nama PT selaku developer, sehingga masuk wilayah perumahan," ujar Sudarmaji.
Menurutnya, untuk mencegah penyalahgunaan lahan, warga perumahan memasang plakat bertuliskan bahwa tanah tersebut milik Perumahan Taman Surya Kencana. Namun, plakat tersebut memicu ketersinggungan sejumlah warga Desa Grogol dan tak lama hilang.
"Dari situ muncul emosi sekelompok warga yang kemudian melakukan penggembokan akses jalan. Padahal kejadian itu sudah dimediasi oleh kepala desa, dengan kesepakatan plakat dilepas dan pintu akses dibuka," katanya.
Namun, kesepakatan tersebut tidak dijalankan sepenuhnya.Sebab warga melakukan aksi balas dendam menutup akses jalan menuju makam dengan tembok setinggi sekitar hidung orang dewasa selama lebih dari dua bulan.
"Padahal jalan itu dibuat di atas sungai yang dicor dan digunakan sebagai akses ke makam. Jadi ini bukan bicara tanah, tapi sungai yang sudah dicor untuk jalan," jelasnya.
Sudarmaji menambahkan, mediasi terakhir yang melibatkan RT dan RW sudah dilakukan atas perintah kepala desa. Arahan camat pun menyebutkan bahwa jalan tersebut seharusnya dibuka karena menyangkut kepentingan umum, terlebih untuk pemakaman.
Saat prosesi pemakaman berlangsung, aparat dari Polsek dan Koramil telah hadir untuk pengamanan. Namun, situasi di lapangan memanas setelah warga Desa Grogol menghadang rombongan pengantar jenazah tepat di pintu masuk TPU.
"Kami sudah sampai di pintu makam, tapi tetap dihadang. Bahkan ada warga yang memanggil warga lain hingga berkumpul dan menghadang. Sempat terjadi ketegangan, meski Alhamdulillah tidak sampai terjadi bentrok fisik," ungkapnya.
Karena situasi dinilai tidak kondusif dan untuk menghindari konflik yang lebih besar, pihak keluarga dan paguyuban akhirnya memutuskan untuk mengalah.
"Almarhum ini anggota paguyuban makam. Makam yang akan digunakan bukan pemberian warga kampung atau developer, tapi hasil urunan warga perumahan, dibeli resmi, ada perdes dan legalitas lengkap. Tapi karena akses ditutup, akhirnya almarhum kami bawa kembali dan dimakamkan di Praloyo," kata Sudarmaji.
Ia menegaskan bahwa persoalan fasum tidak ada kaitannya dengan makam, karena lahan makam tidak memiliki masalah hukum apapun.
"Ini murni karena akses jalan ditutup. Padahal sudah ada arahan pemerintah dan aparat. Kami berharap persoalan ini segera diselesaikan agar kejadian serupa tidak terulang," pungkasnya.
(auh/abq)












































