Fakta-fakta Olimpiade Matematika di Bojonegoro Berakhir Ricuh

Fakta-fakta Olimpiade Matematika di Bojonegoro Berakhir Ricuh

Hilda Meilisa Rinanda - detikJatim
Senin, 08 Des 2025 12:30 WIB
Fakta-fakta Olimpiade Matematika di Bojonegoro Berakhir Ricuh
Olimpiade matematika ricuh di Bojonegoro/Foto: Dok. Istimewa
Bojonegoro -

Kericuhan terjadi pada gelaran olimpiade matematika tingkat SD/MI di Gedung Serbaguna Bojonegoro, Minggu (7/12), setelah orang tua siswa memprotes dugaan penjurian tak adil. Ribuan peserta anak-anak yang hadir di lokasi ikut panik saat wali murid merangsek masuk ke dalam gedung dan mencari anak masing-masing.

Situasi semakin kacau hingga lomba dibatalkan, polisi turun tangan menenangkan massa, dan panitia dibawa ke Polsek untuk dimintai keterangan. Pemerintah daerah pun ikut turun tangan karena acara yang harusnya edukatif berubah menjadi kisruh besar.

Berikut Fakta-fakta Kericuhan Olimpiade di Bojonegoro:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Wali Murid Merangsek Masuk hingga Anak-anak Panik

Kegaduhan dimulai saat ratusan orang tua memaksa masuk ke gedung dan membuat anak-anak bingung mencari orang tuanya di tengah suasana yang tidak terkendali, sehingga kegiatan yang semula berjalan rapi berubah menjadi kepanikan massal.

Kondisi ini membuat para guru ikut kebingungan karena peserta kecil berhamburan di dalam ruangan.

ADVERTISEMENT

"Keributan terlihat memuncak saat ratusan wali murid merangsek masuk ke dalam gedung. Sempat banyak anak-anak bingung dan mencari orang tuanya," ucap salah satu wali murid, RK.

2. Polisi Hentikan Lomba

Petugas Polsek Bojonegoro Kota tiba di lokasi setelah menerima informasi kericuhan dan langsung menenangkan wali murid serta peserta yang memenuhi gedung, sehingga panitia diminta menghentikan seluruh sesi lomba demi keselamatan bersama. Keputusan penghentian ini diambil karena kondisi gedung sudah tidak memungkinkan melanjutkan kompetisi yang diikuti ribuan anak.

"Untuk sementara kita tenangkan para peserta dan orang tua. Kegiatan yang mestinya berlangsung beberapa sesi kita hentikan dulu karena ada kejadian ini," tegas AKP Agus Fauzi.

3. Wali Murid Kecewa

Sejumlah orang tua mengeluhkan panitia yang dianggap kurang siap mengelola acara dengan jumlah peserta begitu besar, dan muncul dugaan bahwa event ini lebih berorientasi bisnis karena setiap peserta diminta membayar biaya pendaftaran. Kekacauan yang terjadi membuat banyak orang tua merasa dirugikan karena kegiatan yang mestinya edukatif justru berakhir kacau.

"Panitia kayaknya tidak profesional, sepertinya hanya bisnis. Kondisi sepertinya kok malah dilepas. Peserta ribuan kok model pelaksanaannya hanya begini, padahal bayar per peserta Rp 55 ribu," ujar wali murid lain, HG.

4. Panitia Sebut Kericuhan Dipicu Ortu yang Protes

Ketua panitia dari Saryta Management, Ita Puspitasari buka suara. Ia menjelaskan, acara level 1 sebenarnya sudah selesai dan tinggal penyerahan hadiah, namun dua wali murid tiba-tiba masuk dari pintu samping dan memicu peserta lain ikut masuk sehingga kericuhan tak terhindarkan. Menurut panitia, awalnya semua kegiatan berjalan lancar sebelum insiden tersebut.

"Jadi level 1 sudah selesai dan sedang penerimaan hadiah. Tiba-tiba dari pintu samping itu ada wali murid yang dobrak masuk dan membuangi semua. Ada dua bapak itu yang saya lihat. Sehingga yang lain ikut masuk. Sebenarnya berjalan lancar awalnya," jelas Ita.

5. 2 Sesi Lomba Dibatalkan Akibat Insiden

Setelah situasi tidak dapat dikendalikan, panitia memutuskan menghentikan level 2 dan level 3 serta akan melakukan koordinasi ulang dengan sekolah untuk menentukan langkah ke depan, termasuk opsi pengembalian biaya. Pembatalan ini membuat ratusan siswa yang sudah bersiap mengikuti sesi berikutnya harus pulang dengan kecewa.

"Untuk level 2 dan level 3 kami berhentikan, dan rencana akan kami lakukan pengembalian uang atau nanti kita akan gelar per kecamatan. Tapi kami masih akan koordinasi dengan pihak sekolah yang mendaftar," imbuh Ita.

6. Jumlah Peserta Mendadak Melonjak Jadi 2.000 Anak

Panitia mengakui bahwa jumlah peserta membengkak jauh lebih besar dari perizinan awal, sehingga persiapan lapangan dan pengawasan jadi tidak sebanding dengan jumlah peserta yang hadir. Lonjakan peserta itu juga membuat manajemen lokasi tidak terkendali.

"Untuk awalnya peserta yang kami laporkan ke pihak kepolisian saat mengajukan perizinan, ada sebanyak 1.000, tetapi satu hari sebelum pelaksanaan ternyata peserta bertambah menjadi 2.000," ungkap Ita.

7. Biaya Pendaftaran Rp 55 Ribu per Peserta

Panitia menyampaikan bahwa setiap peserta membayar biaya pendaftaran dan sebagian dana dialokasikan untuk sekolah yang bekerja sama, sehingga penggunaan dana ini menjadi sorotan dari wali murid yang mempertanyakan transparansi penyelenggara. Informasi ini juga memperkuat kekecewaan peserta yang merasa tidak mendapatkan layanan sesuai biaya.

"Tiap peserta biaya pendaftaran 55 ribu, Dari nominal itu, juga sudah ada fee untuk kepala sekolah ," tutur Ita.

8. Wabup Bojonegoro Sebut Panitia Harus Tanggung Jawab

Wakil Bupati Nurul Azizah menilai panitia tidak melakukan koordinasi apa pun dengan Dinas Pendidikan maupun Kemenag, sehingga mereka dinyatakan bersalah dan wajib bertanggung jawab atas kekacauan serta uang peserta yang sudah masuk. Pemerintah daerah juga akan mengumpulkan pihak terkait karena masih ada lebih dari 1.300 peserta yang belum mengikuti lomba.

"Karena adanya aduan masyarakat tentunya ini harus segera ada solusi secara cepat. Apa pun panitia jelas salah. Karena tidak koordinasi dengan dinas pendidikan (Dindik) maupun Kemenag yang mempunyai fungsi dalam pendidikan di tingkat sekolah dasar dan MI," katanya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "RSUD Bojonegoro Diduga Lakukan Malapraktik ke Pasien"
[Gambas:Video 20detik]
(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads