Bencana Sumatera Dinilai Pakar Sebagai Gagalnya Tata Kelola Lingkungan

Duka dari Utara Sumatera

Bencana Sumatera Dinilai Pakar Sebagai Gagalnya Tata Kelola Lingkungan

Esti Widiyana - detikJatim
Sabtu, 06 Des 2025 18:45 WIB
Bencana Sumatera Dinilai Pakar Sebagai Gagalnya Tata Kelola Lingkungan
Banjir di Sumatera. Pakar sebat Tragedi Sumatera Cerminkan Gagalnya Tata Kelola Lingkungan Foto: ANTARA FOTO/Wawan Kurniawan
Surabaya -

BNPB mencatat 867 orang meninggal dunia akibat bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Menurut Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Satria Unggul Wicaksana, tragedi ini tidak bisa lagi dipandang sebagai "bencana alam" semata.

"Ini bukan peristiwa yang terjadi begitu saja. Ia adalah akumulasi krisis iklim global dan aktivitas manusia yang eksploitatif. Fenomena ini adalah alarm keras bahwa kerusakan lingkungan kita sudah mencapai tahap kritis," ujar Satria, Sabtu (6/12/2025).

Satria menegaskan bahwa konsep no natural disaster harus menjadi kacamata publik dalam memahami bencana tersebut. Ia menyebut kerusakan ekologis di Sumatera kian parah karena deforestasi besar-besaran untuk perkebunan kelapa sawit, aktivitas pertambangan, serta alih fungsi lahan tanpa perhitungan ekologis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, industri ekstraktif yang masif selama bertahun-tahun telah memicu hilangnya tutupan hutan, merusak habitat, dan membuat wilayah makin rentan terhadap banjir bandang dan tanah longsor. Ia juga menyoroti kebijakan anggaran negara yang dianggap "ugal-ugalan", terutama pengurangan Dana Tak Terduga (DTT) untuk penanggulangan bencana demi pembiayaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

ADVERTISEMENT

"Ini jelas bentuk kegagalan negara dalam melindungi keselamatan manusia dan ekosistem," tegasnya.

Satria menilai negara tidak menjalankan kewajibannya memenuhi hak warga untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat sebagaimana dijamin Pasal 28H UUD NRI 1945. Karena itu, deforestasi yang diikuti izin bermasalah bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi dapat dikategorikan sebagai kejahatan lingkungan dan berpotensi menjadi tindak pidana korupsi.

Ia juga menyayangkan tindakan kepolisian yang menangkap warga karena mengambil makanan dari sebuah minimarket di Sibolga. Menurutnya, warga saat itu sedang berada dalam kondisi darurat setelah banjir bandang pada 25 Oktober 2025 memutus akses dan menghambat pemenuhan kebutuhan dasar.

"Warga sedang berjuang untuk bertahan hidup. Situasi krisis harusnya menjadi pertimbangan utama aparat, bukan justifikasi untuk tindakan represif," ujarnya.

Satria turut mendesak Presiden segera menetapkan Status Darurat Bencana Nasional bagi wilayah Sumatera dan Aceh. Hal ini dinilai penting agar pemerintah dapat menggerakkan sumber daya secara cepat dan terkoordinasi sesuai amanat UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Ia kemudian menyampaikan empat rekomendasi mendesak:

1. Evaluasi total dan penghentian industri ekstraktif

Pemerintah perlu menghentikan sementara seluruh aktivitas ekstraktif di kawasan ekologis genting, termasuk yang berkaitan dengan PSN. Seluruh izin di wilayah rawan banjir harus dievaluasi, terutama yang berpotensi melanggar atau memanipulasi AMDAL.

2. Kebijakan publik berbasis sains dan berkeadilan sosial

Kebijakan harus disusun berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan narasi politis yang mereduksi skala bencana.

3. Pemulihan sosial-ekologis sebagai prioritas anggaran

Alokasi dana PSN yang berisiko tinggi terhadap lingkungan perlu dialihkan untuk pemulihan pascabencana dan perlindungan hak-hak warga negara.

4. Penegakan hukum yang humanis di situasi darurat

Aparat diminta mengedepankan empati dan melindungi warga, bukan menambah trauma dengan kriminalisasi.

"Kejaksaan RI dan KPK agar segera memproses dugaan tindak pidana korupsi dan kejahatan lingkungan yang terkait praktik perizinan deforestasi. Fokus penegakan hukum harus diarahkan pada pelanggaran serius dalam pemberian izin, terutama yang mengabaikan atau memanipulasi AMDAL," pungkasnya.




(ihc/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads