Makna Pergerakan di Balik Sejarah Hari Ibu 22 Desember

Makna Pergerakan di Balik Sejarah Hari Ibu 22 Desember

Muhammad Faishal Haq - detikJatim
Jumat, 05 Des 2025 11:15 WIB
Makna Pergerakan di Balik Sejarah Hari Ibu 22 Desember
ILUSTRASI HARI IBU. Simak makna dan sejarah hari ibu. Foto: Unsplash/@ijazrafi
Surabaya -

Setiap tanggal 22 Desember, media sosial kerap dipenuhi dengan ucapan manis, ungkapan kasih sayang, hingga promosi bunga dan kado spesial untuk ibunda. Sekilas, perayaan ini tampak identik dengan tradisi Mother's Day di negara-negara Barat yang memanjakan sosok ibu dalam nuansa domestik yang sentimental.

Namun, jika menelisik kembali lembaran sejarah bangsa, Hari Ibu di Indonesia sejatinya lahir dari api perjuangan politik dan kebangsaan, bukan sekadar romantisme keluarga semata. Momentum ini berakar pada semangat kaum perempuan untuk mengubah nasib.

Sebagaimana didefinisikan secara sederhana, sebuah gerakan lahir untuk mentransformasikan perasaan sakit, tertindas, dan marah menjadi kekuatan perubahan. Sejarah mencatat bahwa pergerakan perempuan di Indonesia muncul karena adanya diskriminasi di segala lini kehidupan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mulai dari pendidikan hingga partisipasi publik. Oleh karena itu, mereduksi makna 22 Desember hanya sebatas "kasih sayang ibu dan anak" adalah sebuah penyempitan makna yang melupakan cita-cita luhur para pendahulu tentang kesetaraan dan martabat perempuan sebagai pilar bangsa.

Sejarah Peringatan Hari Ibu

Peringatan Hari Ibu (PHI) di Indonesia sering kali disalah artikan hanya sebagai perayaan kasih sayang domestik layaknya tradisi Mother's Day di negara-negara Barat. Padahal, esensi PHI jauh lebih mendalam dan memiliki akar historis yang kuat dalam perjuangan kebangsaan.

ADVERTISEMENT

Hari Ibu di Indonesia bukanlah sekadar penghormatan romantis kepada sosok ibu dalam keluarga, melainkan sebuah pengakuan politis dan sosial terhadap peran perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa.

ilustrasi Hari Ibuilustrasi Hari Ibu Foto: Freepik/@starline

Dikutip dari jurnal berjudul "Sejarah Pergerakan Perempuan di Indonesia" yang ditulis Nurul Wahidah, landasan utama peringatan ini adalah peristiwa bersejarah Kongres Perempuan Pertama yang diselenggarakan pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta.

Momen ini menjadi titik balik krusial yang menandai bangkitnya kesadaran kolektif perempuan Indonesia untuk berorganisasi secara demokratis. Hal ini sejalan dengan sejarah panjang pergerakan perempuan yang sebelumnya telah dirintis tokoh-tokoh seperti Kartini yang memperjuangkan emansipasi serta lahirnya organisasi awal seperti Poetri Mardika pada tahun 1912.

Semangat yang dibawa pada tahun 1928 adalah persatuan yang melampaui sekat-sekat primordial. Gerakan ini menyatukan perempuan Indonesia tanpa memandang perbedaan agama, etnis, maupun kelas sosial demi satu tujuan kemajuan bersama.

Ini membuktikan bahwa perjuangan perempuan Indonesia tidak pernah berdiri sendiri, melainkan selalu beriringan dengan semangat nasionalisme dan keinginan untuk lepas dari belenggu kolonialisme serta ketidakadilan gender.

Ilustrasi Ide Kado Hari Ibu Buatan SendiriIlustrasi Hari Ibu Foto: iStock

Dilansir dari laman resmi Kemenpppa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menegaskan apresiasi dalam Hari Ibu sejatinya ditujukan kepada seluruh perempuan Indonesia secara menyeluruh.

Penghormatan ini mencakup peran perempuan yang multidimensi, tidak hanya di ranah domestik, tetapi kontribusi di ruang publik, pendidikan, dan sosial. Sejarah mencatat perempuan Indonesia, seperti Cut Nyak Dien atau Rohana Kudus, telah lama berperan aktif sebagai pemimpin perang maupun pelopor pendidikan, bukan sekedar pelengkap kaum laki-laki.

Dengan demikian, Hari Ibu adalah momentum untuk merayakan dedikasi perempuan bagi bangsa, negara, keluarga, dan masyarakat. Peringatan ini menegaskan kembali posisi perempuan sebagai mitra sejajar yang berdaya, yang memiliki andil besar dalam memajukan peradaban dan mencapai keadilan sosial, meneruskan cita-cita para pendahulu agar perempuan tidak lagi termarginalkan dalam pembangunan bangsa.

Hari Ibu Indonesia Berbeda dengan Mother's day

Mayoritas negara di dunia merayakan Mother's Day pada hari Minggu kedua bulan Mei, sebuah tradisi yang bermula dari gerakan sosial di Amerika Serikat pada awal abad ke-20. Dikutip dari laman KPU Kabupaten Tolikara, perayaan ini umumnya kental dengan nuansa sentimental dan kekeluargaan.

Di mana fokus utamanya adalah memanjakan dan mengakui kasih sayang sosok ibu dalam ranah domestik. Namun, Indonesia secara sadar memilih jalur yang berbeda dan tidak sekadar mengadopsi tradisi global tersebut, karena adanya perbedaan latar belakang historis dan ideologi yang sangat mendasar.

Ilustrasi - Kumpulan 65+ ucapan Selamat Hari Ibu 22 Desember 2023. (Ilustrasi ini memanfaatkan bantuan alat sumber terbuka AI, Bing)Ilustrasi Hari Ibu Foto: Ilustrasi - Kumpulan 65+ ucapan Selamat Hari Ibu 22 Desember 2023. (Ilustrasi ini memanfaatkan bantuan alat sumber terbuka AI, Bing)

Alasan utama perbedaan ini terletak pada akar sejarah kelahirannya. Jika Mother's Day lahir dari kampanye sosial untuk penghormatan afeksional, Hari Ibu di Indonesia lahir dari kancah perjuangan politik dan kebangsaan.

Sejarah mencatat bahwa pergerakan perempuan di Indonesia muncul sebagai transformasi dari perasaan tertindas menjadi sebuah gerakan perlawanan. Gerakan ini tidak berdiri sendiri, melainkan terikat erat dengan semangat nasionalisme dan upaya melepaskan diri dari cengkraman kolonialisme.

Oleh karena itu, Hari Ibu di Indonesia adalah peringatan terhadap partisipasi aktif perempuan dalam pembangunan nasional, bukan sekadar romantisasi peran domestik. Lebih jauh lagi, makna Hari Ibu di Indonesia melampaui sekadar hubungan biologis antara ibu dan anak.

Peringatan ini ditujukan bagi seluruh perempuan Indonesia, baik sebagai ibu maupun sebagai individu yang memiliki peran strategis dalam berbagai sektor kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik.

Hal ini sejalan dengan rekam jejak tokoh-tokoh perempuan Nusantara yang sejak dahulu telah terlibat dalam urusan kemasyarakatan, dan bahkan memimpin perang, membuktikan bahwa perempuan memiliki hak dan kewajiban yang setara dalam memajukan bangsa.

Peringatan ini menegaskan bahwa perempuan adalah mitra sejajar (partner) dalam kehidupan, bukan kaum yang hanya menjadi pelengkap atau "klien" bagi laki-laki. Esensinya adalah pengakuan bahwa perempuan Indonesia adalah pilar penting yang berdaya dalam sejarah dan masa depan bangsa.

Makna Hari Ibu

Perayaan Hari Ibu bukan sekadar momen memberi bunga atau ucapan terima kasih, melainkan pengingat akan peran besar perempuan-khususnya seorang ibu dalam membentuk karakter keluarga, masyarakat, hingga bangsa.

Di balik peringatan Hari Ibu di Indonesia, tersimpan nilai perjuangan, kasih sayang tanpa syarat, serta penghormatan terhadap kontribusi perempuan dalam berbagai lini kehidupan yang kerap luput dari sorotan.

1. Simbol Kebangkitan dan Persatuan Nasional

Hari Ibu dimaknai sebagai hari kebangkitan perempuan Indonesia yang tidak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa. Momentum ini merefleksikan persatuan kesatuan kaum perempuan dalam mentransformasikan perasaan tertindas menjadi sebuah gerakan perlawanan untuk mencapai kemerdekaan dan keadilan.

Sejarah mencatat bahwa kehadiran gerakan perempuan tidak pernah berdiri sendiri, melainkan selalu beriringan dengan gerakan nasionalisme untuk lepas dari cengkeraman kolonialisme.

2. Partisipasi Aktif dalam Pembangunan dan Politik

Peran perempuan Indonesia melampaui sekadar pengguna hasil pembangunan. Mereka adalah aktor kunci yang berpartisipasi aktif di berbagai aspek kehidupan, termasuk ranah politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Kehadiran perempuan tidak hanya sebagai pelengkap, tetapi turut menentukan arah kebijakan dan perubahan di masyarakat. Sebagai warga negara, perempuan memiliki hak penuh untuk memikirkan serta terlibat dalam penyelesaian berbagai persoalan sosial.

Hal ini tercermin dalam sejarah, ketika banyak perempuan mampu mengisi posisi penting di pemerintahan dan tampil sebagai pemimpin, bukan karena gendernya, melainkan atas dasar kapabilitas, integritas, dan kontribusinya bagi bangsa.

3. Akses dan Kontrol sebagai "Ibu Bangsa"

Mengingat posisi perempuan yang sangat dekat dengan keluarga, kebutuhan spesifik mereka harus didukung melalui akses dan kontrol dalam pembangunan nasional. Perempuan memiliki kekuatan besar dalam membangun kebahagiaan keluarga.

Namun, mereka juga harus menjadi sosok yang berdikari dan intelek agar tidak bergantung pada pasangan. Dengan demikian, perempuan dapat menjalankan peran sebagai "Ibu Bangsa" yang berhasil membina keluarga harmonis sekaligus mendidik generasi penerus yang berkualitas.

4. Penegakan Hak Asasi dan Martabat

Perempuan memiliki hak asasi yang tak terpisahkan dari hak asasi manusia, sehingga kodrat, harkat, dan martabatnya wajib dijaga serta dihormati. Sejak era Kartini, perjuangan perempuan Indonesia berfokus pada peningkatan martabat agar setara dan diakui.

Perjuangan itu bukan semata untuk meniru gagasan persamaan ala Barat, melainkan menuntut hak yang sejatinya telah melekat pada diri mereka. Dalam kehidupan sosial, posisi perempuan seharusnya ditempatkan sebagai mitra sejajar (partner).

Mereka bukan sekadar pelengkap, apalagi "klien" dari kaum laki-laki. Kesetaraan yang dimaksud bukan untuk meniadakan perbedaan, melainkan membangun hubungan yang adil, saling menghargai, dan saling menguatkan dalam setiap peran yang dijalani.

5. Perjuangan Melawan Kekerasan dan Ketidakadilan

Esensi peringatan ini juga merupakan pengingat akan perjuangan terus-menerus untuk membebaskan perempuan dari segala bentuk tindak kekerasan dan diskriminasi. Kekerasan terhadap perempuan, baik di ranah domestik maupun publik, telah berlangsung lama dalam sejarah.

Bahkan, kekerasan itu seringkali dianggap wajar atau masalah pribadi. Oleh karena itu, upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender harus terus dilakukan agar perempuan mendapatkan pengakuan yang baik dan serius di semua kalangan.

Perjuangan para aktivis perempuan di masa lalu masih memerlukan keberlanjutan di masa kini. Tantangan zaman telah berubah, namun urgensi untuk memberikan ruang kebebasan bagi perempuan dalam berekspresi, berpolitik, dan mengeksplorasi kemampuan masih harus terus diperjuangkan dalam demokrasi yang tertatih.

Selain itu, upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan harus tetap menjadi agenda utama. Mari kita kembalikan esensi 22 Desember sebagai hari kebangkitan dan persatuan perempuan Indonesia demi mewujudkan keadilan sosial dan kemanusiaan.

Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads