Ada ratusan anak di Surabaya yang hidup dengan HIV/AIDS. Mereka kebanyakan tertular dari orang tuanya sejak lahir hingga mendapat diskriminasi sepanjang hidup.
Hal ini berdasarkan data dari Yayasan Mahameru Surabaya yang aktif mendampingi orang-orang dengan HIV/AIDS.
"Berdasarkan dampingan kami di Mahameru, untuk wilayah Surabaya kami mendampingi sekitar 6 ribu sampai 7 ribu orang dengan HIV/AIDS, dari jumlah ini jumlah pasien anak tidak banyak, hanya sekitar 10-15%," ujar Koordinator Pendamping Sebaya Yayasan Mahameru, Michael Yudhianto, Kamis (4/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, mayoritas anak yang terinfeksi mendapatkan virus tersebut sejak lahir.
"Dari orang tua (tertularnya) karena pendampingan di kami itu benar-benar kami petakan, mana yang tertular dari orang tua atau dari faktor risiko yang lain," jelasnya.
Untuk pendampingan, Yayasan Mahameru tidak hanya mendampingi warga Surabaya, ada pula warga non-KTP Surabaya.
"Kami melihat mereka yang mendapatkan layanan kesehatan di kota Surabaya, entah itu mereka yang ber-KTP Surabaya atau KTP luar Surabaya," bebernya.
Di balik data tersebut, ada kisah panjang soal diskriminasi yang masih menjerat anak-anak dengan HIV/AIDS (ADHA). Tantangannya tak hanya muncul saat kecil, tetapi bisa mengikuti mereka hingga dewasa.
Banyak anak harus berjuang sejak usia sekolah. Mereka kerap dikucilkan oleh lingkungan sekitar, termasuk teman dan orang tua murid lain, hanya karena status kesehatan mereka. Stigma dan ketidaktahuan masyarakat soal penularan HIV membuat mereka rentan disisihkan.
Selain itu, tak sedikit dari mereka yang bahkan tidak memahami alasan harus minum obat setiap hari. Sebagian orang tua memilih menutupi penyakit tersebut. Akibatnya, anak sering merasa berbeda tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya.
Saat memasuki usia dewasa, tantangan baru muncul. Diskriminasi di tempat kerja masih marak ditemui. Sebagian mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan karena status HIV yang terungkap, meski sebenarnya mereka dapat bekerja normal.
Oleh karena itu, Michael berpesan agar masyarakat tak lagi memberikan stigma atau diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS maupun anak dengan HIV/AIDS. Sebab mereka juga berhak hidup layak dan setara.
"Kami berharap jangan pernah membeda-bedakan seseorang karena kondisi kesehatannya. Karena HIV ini tidak mudah menular," pungkas Michael.
(auh/hil)











































