Geliat UMKM batik di Surabaya tak lepas dari pengabdian seorang seniman bernama Mulyadi Gunawan atau yang akrab disapa Pengky. Sejak kecil memiliki bakat seni, Pengky menekuni hobinya hingga menjadi pekerjaan yang benar-benar ia cintai.
"Aku dasarnya pelukis. Dulu sering ngelukis di kaus, itu sekitar tahun 2000-2005-an lah," ingat Pengky saat ditanya detikJatim, Senin (1/12/2025).
Tak pernah puas belajar, pria berambut gondrong itu menambah keahliannya di bidang batik-membatik pada 2010. Semua dipelajarinya secara autodidak. Hanya mengandalkan intuisi dan jiwa seni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siapa sangka kemampuan baru tersebut ternyata menyita perhatian Wali Kota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini. Pengky diminta untuk mengajari warga sekitar kawasan eks Gang Dolly membatik agar memiliki mata pencaharian baru. Penugasan itu datang tepat ketika kawasan lokalisasi resmi ditutup pada 2014.
Tris dan Dwi, rekan yang menemani Pengky sejak awal, masih mengingat betul masa-masa tersebut. Sebelum Rumah Batik dibangun, proses belajar mengajar dilakukan dari rumah ke rumah.
"Dulu Mas Pengky itu ngajarnya door to door. Kadang pernah juga ngumpulin warga di kelurahan. Semua dilakukan supaya warga di sini (sekitar Gang Dolly) bisa punya sumber penghasilan lagi," kenang Dwi.
Dua tahun berselang, bangunan Rumah Batik Putat Jaya resmi berdiri. Kehadiran tamu semakin banyak dan tanggung jawab Pengky semakin besar.
"Mayoritas yang datang itu nggak bisa menggambar, jadi benar-benar belajar dari nol," ceritanya.
Untungnya, Pemerintah Kota Surabaya menyediakan semua bahan latihan secara gratis. Mulai dari kain, malam, hingga pewarna. Fasilitas itu membuat warga bisa belajar tanpa risau dengan biaya, sementara Pengky bisa fokus menjalankan pengabdiannya.
Di setiap pengajaran, Pengky membawa ciri khasnya sebagai seniman. Ia tidak ingin para perajin hanya menyalin pakem.
"Di sini kami dorong mereka jangan terpaku pada pakem. Batik Surabaya harus tumbuh sebagai batik yang modern, fleksibel, dan bisa terus dikembangkan," pesannya.
Kini, setelah lebih dari satu dekade menekuni batik dan hampir sepuluh tahun mendampingi warga eks Gang Dolly, Pengky masih menempatkan dirinya sebagai 'orang belakang layar'. Baginya, keberhasilan bukan soal seberapa besar Rumah Batik dikenal, melainkan berapa banyak warga yang bisa bangkit lewat karya mereka sendiri.
Beberapa UMKM batik di Surabaya yang kini tumbuh besar, seperti Okra dan Tin Gundih adalah hasil nyata dari pengajaran Pengky. Mereka yang dulu datang sebagai peserta binaan, kini dapat berdiri dengan nama merek sendiri.
Saat ditanya soal rencana memproduksi batik untuk keperluan komersial, Pengky hanya tersenyum tipis.
"Belum kepikiran sih. Aku lebih suka mengajar dan membantu orang dengan yang aku bisa. Kalau mereka sukses, aku juga ikut senang," ucapnya tulus.
(auh/hil)











































