Begini Cara Bertahan Hidup 3 Keluarga Manusia Hutan Mojokerto-Jombang

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Sabtu, 22 Nov 2025 21:30 WIB
Satu dari 3 pasutri manusia hutan yang hidup di pedalaman Mojokerto-Jombang. (Foto: dok. Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Tiga keluarga manusia hutan yang hidup di pedalaman Mojokerto-Jombang bertahan hidup di tengah keterbatasan. Mereka bertahan hidup dengan menjadi bagian dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat dan kerap berinteraksi dengan masyarakat di desa terdekat.

Ketiga pasutri itu yakni Saelan dan Lamini asal Nganjuk, Sakri (60) dan Poniyem (50) asal Desa Sumberjo, Wonosalam, Jombang, serta Jaini dan Insiati asal Nganjuk. Usia mereka tak lagi muda, tapi mereka memilih hidup dan bekerja di tengah hutan jati.

Kepala Dusun Jabung, Desa Lebakjabung, Mojokerto, Irwandi menuturkan bahwa 3 kepala keluarga penghuni Hutan Watuseno itu sering berinteraksi dengan warganya meski rumah mereka jauh dari kampung. Mereka biasa masuk kampung untuk ikut kerja bakti secara gotong-royong, mengunjungi pengajian, serta belanja kebutuhan sehari-hari.

"Sepertinya mereka ketinggalan saat pengusulan PPTPKH. Yang diusulkan saya lupa jumlahnya, semuanya di Dusun Jabung. Ketentuannya 5 tahun ke atas menempati di situ. Kalau sekarang sudah 5 tahun ke atas semua," jelasnya.

Permukiman di Hutan Watuseno dulu dihuni banyak keluarga. Seiring kemajuan zaman, jumlah mereka terus berkurang.

Kepala BKPH Jabung, Tarmidi mengatakan pada saat dirinya masuk kawasan ini pada awal 2024, masih ada 11 KK yang tinggal di sana. Setahun berselang hanya tersisa 3 KK. Rumah-rumah lainnya pun telah dibongkar seiring penghuninya pindah ke kampung.

Sama dengan para petani penggarap hutan di Desa Lebak Jabung, Sakri, Saelan, dan Jaini menjadi anggota LMDH Mitra Wana Sejahtera. Hanya saja 3 keluarga ini berstatus anggota luar biasa karena berasal dari luar Desa Lebak Jabung.

"Keberadaan mereka membantu kami karena mereka melapor kalau ada pencurian kayu. Alhamdulillah kondusif, pencurian tidak ada," ungkapnya.

LMDH Mitra Wana Sejahtera yang bermitra dengan Perhutani, kata Tarmidi, beranggotakan lebih dari 200 petani. Saat ini mereka menggarap lahan seluas 591 Ha di wilayah BKPH Jabung. Luas wilayah BKPH Jabung mencapai 984,2 Ha meliputi RPH Carangwulung, Kedunglumpang, Lebak Jabung, serta RPH Sumberjo.

Ratusan petani itu bekerja sama dengan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jombang untuk menanam palawija secara tumpang sari. Bagi hasilnya bukanlah Rp 600 ribu per tahun per hektare, tapi sebesar 20% dari hasil panen diserahkan kepada Perhutani.

"Setahun mereka hanya bisa tanam sekali, tapi langsung 2 jenis, misalnya jagung dan ketela. Mereka hanya tanam palawija, yang dibolehkan jagung dan lainnya, kecuali tebu. Kami masuk Jabung melarang ada penanaman tebu baru," ujarnya.

Tidak hanya itu, tambah Tarmidi, para petani hutan juga berhak menerima bagi hasil dari Perhutani saat hutan jati dipanen.

"Jati masa daurnya 40-60 tahun. Apabila (dari panen jati) Perhutani surplus, bagi hasilnya tetap kepada LMDH yang bermitra dengan Perhutani. Karena semua petani penggarap dinaungi LMDH," tandasnya.

Bagi Sakri dan Poniyem, satu dari 3 keluarga manusia hutan, musim hujan menjadi berkah. Karena di musim ini ia bisa menanam palawija di lahan Perhutani dengan sistem tumpang sari. Selama menggarap lahan Perhutani ia juga ikut menanam, merawat, dan menjaga hutan jati.

Sedangkan saat kemarau, Sakri dan Poniyem tidak bisa bercocok tanam karena kesulitan air. Sehingga ia harus bekerja serabutan dan mencari kayu bakar untuk dijual.

Permukiman tempat tinggal 3 keluarga ini terletak di tengah hutan jati yang dijuluki Watuseno. Saat ini, tersisa 3 rumah yang tersamarkan di balik lebatnya hutan jati Perhutani Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Lebak Jabung, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jabung.

Lokasi ini bisa ditempuh naik motor dengan waktu kurang lebih 15 menit dari Dusun Jabung, Desa Lebakjabung, Mojokerto. Meski cukup lebar, akses ke lokasi itu masih beralaskan bebatuan dan tanah.

Rumah mereka pun jauh dari kata layak huni. Lantainya tanah, dindingnya bambu, dan tanpa plafon. Untuk masak, mandi dan minum, mereka mengambil air dari Sumber Petung dan sungai terdekat. Itu pun airnya tak terlalu jernih.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan listrik, mereka memiliki sumber panel surya yang diberikan oleh para penghobi olahraga offroad sekitar 2 tahun lalu. Sebelumnya mereka hanya memakai lampu minyak tanah untuk penerangan.

Uniknya, meski hanya 3 rumah, permukiman ini berada di 2 kabupaten berbeda yang hanya dipisahkan jalan berbatu selebar 2 meter. Rumah Sakri masuk wilayah administrasi Jombang, tepatnya Desa Sumberjo, Kecamatan Wonosalam. Sedangkan rumah Saelan dan Jaini masuk Desa Lebak Jabung, Jatirejo, Mojokerto.



Simak Video " Video: Tampang Alvi Pemutilasi Pacar Berbaju Tahanan Usai Jadi Tersangka"

(dpe/abq)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork