Produktifitas mangga klonal 21 atau yang dikenal dengan mangga alpukat di Kabupaten Pasuruan menurun drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya. Penurunan hasil panen sekitar 50 persen.
Hal itu dirasakan para petani di sentra-sentra mangga seperti di wilayah Kecamatan Rembang maupun Sukorejo dan Wonorejo. Petani menyebut panen yang biasanya dilakukan sampai 2 bulan lebih, kini hanya bertahan 1 bulan saja.
"Terakhir saya memanen mangga pada pertengahan Oktober kemarin. Sekarang sudah habis," kata Sugiono, petani mangga di Desa Wonokerto, Kecamatan Sukorejo, Jumat (14/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemilik lahan mangga seluas 3 hektare ini mengatakan, penurunan produksi mangga disebabkan cuaca atau peralihan musim dari kemarau menuju penghujan. Hal itu menyebabkan pembungaan gagal sehingga tak menghasilkan buah.
"Kalau kata teman-teman musim kemarau basah. Banyak bunga yang rontok akhirnya gak jadi menghasilkan buah," singkatnya.
Sugiono mencontohkan, satu pohon yang biasanya menghasilkan 60 kilogram mangga kini turun drastis sampai separuhnya alias 30 kilogram mangga. Karena produksi turun, harga jualnya pun cukup mahal lantaran permintaan konsumen yang cukup tinggi tak sepadan dengan jumlah mangga yang ada.
"Biasanya kalau panen raya seperti sekarang harga mangga bisa cuma Rp 25 ribu per satu kg untuk yang bagus, kalau kemarin-kemarin ya di atasnya," ucapnya.
Dengan penurunan produktifitas mangga, Sugiono dan petani lainnya hanya bisa pasrah. Apalagi keuntungan yang didapatkan juga jauh lebih sedikit ketimbang panen raya mangga di musim kemarau.
"Meskipun kita sudah cukupi nutrisi tanaman termasuk penanggulangan hama penyakit. Tapi kalau sudah hujan, pasti beda hasilnya," pungkasnya.
(auh/hil)












































