Naafilah Astri Swarist, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya menilai kehadiran perempuan di dalam setiap Pemilu tidak hanya sebagai pelengkap. Namun di balik keterlibatannya mempunyai peran penting yang tak bisa dilakukan laki-laki.
Jika dalam politik ada keterwakilan perempuan ada 30 persen, maka mempertimbangkan keterwakilan perempuan juga sama pentingnya. Hal itu dibuktikan dengan kehadirannya di KPU Kota Surabaya selama ini yang juga sejajar dengan laki-laki.
"Saya masuk KPU 2019, ini periode kedua saya. Jadi saya di KPU Surabaya sejak 2019 sama dengan kawan-kawan yang lain melalui proses rekrutmen waktu itu pimpinannya masih Pak Arif Budiman jadi kalau dibilang seleksi sama, kami diperlakukan sama dengan laki-laki," kata Naafilah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Naafilah, kehadiran perempuan ajang politik memang masih jauh, terutama di penyelenggara. Sebab ia masih melihat belum adanya pertimbangan perempuan karena politik masih dipersepsikan sangat maskulin.
Padahal, lanjut Naafilah, dari pengalamannya sebagai komisioner, perempuan ternyata juga lebih unggul dalam ketelitian dan bisa menjadi penyeimbang dalam mengerjakan tugas dibandingkan laki-laki terlebih soal data.
"Tiap kali rapat pleno saya selalu menekankan bahwa keterwakilan perempuan itu penting, jangan diambil semuanya laki-laki karena perempuan ini perlu berdaya," ujar perempuan kelahiran 1987 itu.
Naafilah Astri Swaris, Komisioner KPU Kota Surabaya (Foto: Dok. Istimewa) |
"Perempuan justru telaten, detail bahkan methani (menyisir) satu per satu ketika ada selisih data. Itu dicari sampai ketemu itu teman-teman perempuan lebih detail daripada teman-teman laki-laki," imbuhnya.
Naafilah menuturkan, di KPU Kota Surabaya selama 2 periode, ia kebetulan menjabat sebagai Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi. Di tugasnya ini, ia kebetulan juga dibantu oleh Kepala Sub Bagian (Kasubag) yang juga seorang perempuan.
Ia menyebut tugasnya itu sangat berat karena harus menangani data yang mencapai 2 juta pemilih. Agar bisa solid dalam bekerja, maka ia menerapkan tak hanya hubungan profesional namun juga personal yang menjadi kunci utama.
"Artinya untuk mengelola data pemilih 2 juta itu tadi tidak bisa kita hanya sekedar bekerja sebagai pimpinan dan bawahan. Tapi hubungan personal juga harus dijalin dengan sangat baik," ujarnya.
Sedangkan dalam rapat untuk mengambil keputusan, ia juga selalu harus ikut menentukan, terlebih jika itu menyangkut keputusan yang berada dalam divisinya.
"Keputusan tertinggi kami putuskan berlima, tapi leading sector-nya tetap ada di saya. jadi kami mengibaratkan seperti komposer yang memainkan orkestra saat pemilu dan saya juga tidak bisa bekerja sendiri," tandasnya.
(dpe/abq)













































