25 Puisi Hari Pahlawan Penuh Makna dan Menggugah Nasionalisme

25 Puisi Hari Pahlawan Penuh Makna dan Menggugah Nasionalisme

Eka Fitria Lusiana - detikJatim
Sabtu, 08 Nov 2025 21:00 WIB
Ilustrasi karya sastra, ilustrasi puisi, ilustrasi cerpen. (Freepik)
Ilustrasi karya sastra Foto: (Freepik)
Surabaya -

Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan sebagai bentuk penghormatan kepada para pejuang yang telah berkorban demi kemerdekaan. Momen ini bukan sekadar perayaan seremonial, tetapi juga pengingat bagi generasi penerus agar tidak melupakan jasa para pahlawan yang dengan gagah berani memperjuangkan tanah air dari penjajahan. Semangat juang mereka menjadi sumber inspirasi untuk terus menumbuhkan rasa cinta tanah air dan semangat kebangsaan.

Dalam memperingati Hari Pahlawan, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyalakan kembali api nasionalisme-mulai dari upacara bendera, kegiatan sosial, hingga menciptakan karya sastra bertema perjuangan. Puisi Hari Pahlawan menjadi salah satu cara yang paling menyentuh hati untuk mengenang jasa para pejuang. Melalui rangkaian kata penuh makna, puisi mampu menggugah emosi, menyalakan semangat, sekaligus mengajarkan nilai keberanian dan pengorbanan.

25 Contoh Puisi Hari Pahlawan 2025

Kumpulan 25 puisi Hari Pahlawan berikut ini bisa menjadi inspirasi untuk dibacakan saat upacara, dibagikan di media sosial, atau sekadar direnungkan sebagai bentuk penghormatan kepada pahlawan bangsa. Berikut daftarnya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Gugur Pejuang

Karya: Ayla Andhura Hamba Al-Ghafur

Indonesia tanah airku
Yang sedang kupijak di atasnya
Semuanya tanpa mengetahui cara meraihnya
Yang tanpa mengetahui cara meraihnya

ADVERTISEMENT

Wahai pahlawanku...
Pejuang NKRI tanah airku
Kau relakan tubuhmu tertusuk demi

Ku menangis tersedu-sedu
Tetesan air mengalir di seluruh wajahku
Tapi aku hanya dapat berpikir bagaimana
Tetesan darah mengalir di seluruh tubuhmu

Kini telah gugur engkau wahai pejuangku
Aku hanya dapat mengirim doa kepadamu
Semoga cahaya selalu menerangi dan rakyat NKRI

2. Peto Syarif Gelar Tuanku Imam Bonjol

Karya: Sides Sudyarto D.S

Di alam Minangkabau dikau dilahirkan
Dibesarkan ayah dan bunda tercinta
Di usia dewasa 25 tahun diburu Belanda
Dari bukit ke bukit dari luhak ke luhak
Tiada menyerah pada perampok yang tamak

Imam Bonjol seumur hidupmu diburu peluru
Tiada hentinya lari dan menyerang
Anak istrimu habis dibunuh dengan keji
Dibantai disiksa penjajah yang bathil
Hidupmu selalu di ujung bedil

Tuanku Imam Bonjol sejak muda hingga tua
Kau pantang mundur terus bertempur
Dengan pedang di tangan, peluru di pinggangmu
Kau bergerak terus melancarkan perang gerilya

Tuanku, 15 tahun dikepung musuh angkara
Dan 25 tahun bergerilya tak jatuh runtuh
Kau pimpin terus rakyat berjuang
Membela Tanah Pusaka, mengabdi agama
Berjihad menuju Nusantara Merdeka


3. Gugur Pejuang

Karya: Ayla Andhura Hamba Al-Ghafur

Indonesia tanah airku
Yang sedang kupijak di atasnya
Semuanya tanpa mengetahui cara meraihnya
Yang tanpa mengetahui cara meraihnya

Wahai pahlawanku...
Pejuang NKRI tanah airku
Kau relakan tubuhmu tertusuk demi

Ku menangis tersedu-sedu
Tetesan air mengalir di seluruh wajahku
Tapi aku hanya dapat berpikir bagaimana
Tetesan darah mengalir di seluruh tubuhmu

Kini telah gugur engkau wahai pejuangku
Aku hanya dapat mengirim doa kepadamu
Semoga cahaya selalu menerangi dan rakyat NKRI

4. Pahlawankah?

Karya: Siti Isnatun M.

Pahlawankah?
Bila kekuasaan adalah tujuan kedudukan adalah pamrih
dan kekayaan adalah cita-cita

Pahlawankah? Bila kepentingan sendiri adalah hal Utama kepentingan rakyat adalah selingan dan kepentingan keluarga sibuk diperhatikan

Pahlawankah?
Bila keikhlasan bukanlah landasan
tergantikan oleh ketamakan serta kesombongan dan ambisi yang menuntut pemenuhan

Bertanyalah pada nurani....
Pahlawankah?

5. Elegi 10 November

Karya: Siti Isnatun M.

Hari ini kami memandang
wajah-wajah pada bingkai yang terpajang Menunduk membisikkan doa dalam semat kenangan akan jasa

Separuh asa kami melayang
dalam bayang-bayang
akan masa yang telah silam
Darah yang telah mengalir
Keringat yang telah bergulir
bagai sebutir safir
dalam ruang yang temaram

Bukan lagi tangis yang seharusnya kami berikan Bukan!
Meski air mata membayangi kenangan akan pengorbanan yang telah dipersembahkan

10 November ini
Bersama duka ini
Kami sematkan setangkup doa Bersama tekad dan asa
Bahwa kami adalah tonggak penerus untuk jiwa kepahlawananmu yang tulus

6. Pahlawan

Karya: Fadil

Oh pahlawan
sesungguhnya tanpa pahlawan
hidup ini tidak berrati
karen aphalwan sudah berjasa

Pahlawan kau telah berperang
demi tanah air dan bangsa
aku bangga dengan pahlawan
karena kau mengorbankan jiwa dan raga

Kau telah mengusir penjajah
yang ingin mengambil rempah-rempah
untuk dirinya sendiri
terima kasih pahlawan

7. Panglima Besar Jendral Sudirman

Karya: Sides Sudyarto D. S.

Panglima Besar Sudirman
Ketika kau angkat senjata semua pemuda Indonesia siaga
Ikut bersamamu menyandang senapan
Mengawal Revolusi 17 Agustus 1945

Jendral yang perwira
Ketika kau mengembara bergerilya
Segenap putra-putri Indonesia terpanggil
Untuk mengantarmu maju ke medan laga
Mengobarkan api perjuangan, merebut kemerdekaan

Sudirman pahlawan agung
Dengan paru-paru sebelah kau atur komando
Perjuangan nasional semesta Nusantara
Dari atas tandu tergolek badanmu
Mengatur siasat ke segala penjuru
Demi kebebasan tanah air nan satu

Panglima Revolusi nan utama
Seluruh Rakyat Indonesia bernaung
Di bawah bayanganmu setia sepenuh hati dan jiwa
Meneruskan tekad juangmu
Mengawal Revolusi Pancasila
Hingga akhir dunia

8. Dipenogoro

Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak genta. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
inasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

9. Lagu Seorang Gerilya

Karya: W.S. Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku
Engkau mandi cahaya matahari

Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka

Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
Engkau berkudung selendang katun di kepalamu

Engkau menjadi suatu keindahan

Sementara dari jauh
Resimen tank penindas terdengar menderu
Malam bermandi cahaya matahari
Kehijauan menyelimuti medan perang yang membara

Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku
Engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu

Peluruku habis
Dan darah muncrat dari dadaku
Maka di saat seperti itu
Kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
Bersama kakek-kakekku yang telah gugur
Di dalam berjuang membela rakyat jelata

10. Derai-derai Cemara

Karya: Chairil Anwar

Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah

11. Perwira Bangsa Yang Tak Dikenal

Karya: Putu Surya Nata

Di balik bayang gelap
Mereka berjuang dalam senyap
Bergerak dan menyergap
Tuk mengusir penjajah laknat

Mereka pahlawan tak dikenal
Berperang menjadi pengawal
Tuk mengawal tanah nasional
Dari cengkeraman para kolonial

12. Maju Tak Gentar

Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Maju tak gentar
Membela yang mungkar.
Maju tak gentar
Hak orang diserang.

Maju tak gentar
Pasti kita menang!

13. Dewi Sartika

Karya: Sides Sudyarto D. S.

Dewi bagai pelita di malam hari
Dikau bersinar cerah dalam kegelapan
Meski angin kencang bertiup menghembus
Namun kau tetap menyala membagi terang

Kau sinarkan cahaya pikirmu
Membimbing kaum wanita ke arah kemajuan
Kau didik anak-anak Indonesia dengan rela
Agar jadi insan berguna

Dewi Sartika, wanita utama
Telah kau rentang garis pengabdian
Juangmu memerangi kebodohan bangsa
Menuju titik kesejahteraan di esok lusa

14. Sebuah Jaket Berlumur Darah

Karya: Taufik Ismail

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan!

15. Dr. Cipto Mangunkusumo

Karya: Sides Sudyarto D.S

Dokter, kau adalah penyelamat anak-anak pribumi
perawat penyakit yang menimpa rakyat jelata
Kau curahkan cinta kasihmu demi kehidupan
Penduduk negeri yang terlanda kemiskinan

Cipto, dikau adalah Garuda Perkasa
Cakarmu kuat, menentang kekuasaan penjajah
Kau kibarkan keberanian melawan penindasan
Kau bangkitkan semangat menentang kezaliman

Jiwa berontak dengan galak
Kau tiada pernah menyerah pada penjajah
Meski kau dibuang selalu ke pengasingan
Namun jiwamu selalu perkasa mengejar kemerdekaan

16. Sultan Hasanudin

Karya: Sides Sudyarto D. S.

Ketika kau naik takhta, Sultan
Kerajaan Gowa dalam puncak kejayaan
Tiada pengacau, tiada kejahatan
Tetapi tatkala V.O.C datang
Negerimu pun menjadi keruh

Namun kau memang ksatria
Prajurit berdarah Bugis nan perkasa
Belanda pun kau hadapi sambil berseri
Terhadap musuh dikau tiada bersembunyi

Kau hantam terus tentara musuh dengan meriam
Hasanudin Sultan yang berani mati
Walaupun bentengmu jatuh tetapi tetap terhormat
Sultan, kau gugur sebagai pahlawan

17. Indonesiaku

Karya: Shavna Agitsni

Gejolak amarah tertanam dimana-mana
Seakan tak ingin hidup lagi di dunia
Darah berceceran dimana-mana
Jejak sang pejuang untuk Indonesia
Nenek moyang menjadi saksi bisu
Dari kelamnya masa lalu
Para penjajah tak segan untuk membombardir
Dengan senjata nuklir
Yang suaranya terdengar dari hulu sampai ke hilir
Merdeka! Merdeka!
Kata-kata itu bergema dimana-mana
Bambu runcing serta parang menjadi senjata
Kini saatnya Indonesia merdeka

18. Untukmu Bung Tomo

Karya: Fadli Zon

bergema di angkasa
bergetar di bumi pertiwi
bergelora di dalam dada
pekikan kemerdekaan membahana
waktu itu 10 November di Surabaya
kau bangkitkan semangat yang hampir pudar
kau bangunkan patriot ke medan bakti
tetes-tetes darah menyirami bumi
ratap tangis ibu-ibu kehilangan putranya
dia tas mayat-mayat bergelimpangan
dalam bahasa dentuman meriam
mereka berkata...semua berkata...
Allahu Akbar! Merdeka atau Mati!

sekarang kau telah tiada Bapak kami
di tanah suci kau hembuskan nafas terakhir dalam doa
tiada salvo
tiada bendera setengah tiang
tiada prosesi jenazah
semua diam, semua kelam

selamat jalan Bapak kami
dalam haribaan ibu pertiwi
kau telah terlepas dari tirani
dari bumimu, yang penuh noda dan dosa

19. Cut Nyak Dien

Karya: Sides Sudyarto D. S.

Di Cadas Pangeran Sumedang, tubuhmu mengunjur
Engkau istirahat abadi dalam kubur
Tetapi engkau tetap Puteri Aceh yang berjiwa luhur
Kau bela Indonesia hingga merdeka
Meski kau harus korban umur

Cut Nyak Dien, kau wanita utama
Berdarah api berjiwa baja
Kau tinggalkan keluarga dan sanak saudara
Demi negara yang berada dalam bahaya

Cut Nyak Dien kau harum bagai melati putih
Berjuang selalu tiada kenal letih
Kau korbankan nyawa tanpa sedih
Demi tegaknya Sang Merah Putih.

20. R.A. Kartini

Karya: Sri Widayati S.Pd.SD

Raden Ajeng Kartini
Kau seorang putri sejati
Gigih berani mempertaruhkan diri
Demi memperjuangkan emansipasi

Cita-citamu sungguh mulia
Tak gentar tuk memerdekaakan wanita
Tak takut meski dihadang senjata
Demi kebahagiaan para kaumnya
Agar haknya sejajar kaum pria

Karenamu kaum hawa lebih bermakna
Dunia lebih ceria dalam genggamannya
Negeri ini pun kan bisa berjaya
Kau penerang dalam gelap gulita
Habis gelap terbitlah terang
Terbukti nyata dalam karyanya

21. Gugur

Karya: W.S. Rendra

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya

Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya

Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya

Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya,

Ia berkata:
"Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.

Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.

Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."

Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata:

"Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur

Kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
"Alangkah gemburnya tanah di sini!"

Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya

22. Gelora Pejuang Kemerdekaan

Karya: Putu Surya Nata

Di balik tirai zaman yang bergulir
Hembusan angin senantiasa semilir
Membawa bangsaku menyongsong takdir
Yang dahulu didekap getir

Dalam gulita malam yang gelap
Gemuruh senjata kian mendekap
Para pajuang melangkah tegap
Membela negeri dengan sigap

Bangsaku bebas dari penjajah
Harus dibayar dengan darah tertumpah
Kaki remuk jalan terpapah
Tekad pejuang penuhi sumpah

Terimakasih pahlawan kusuma bangsa
Jasa-jasamu setinggi angkasa
Terukir abadi sepanjang masa
Dalam hati dan juga rasa

23. Perwira Bangsa Yang Tak Dikenal

Karya: Putu Surya Nata

Di balik bayang gelap
Mereka berjuang dalam senyap
Bergerak dan menyergap
Tuk mengusir penjajah laknat

Mereka pahlawan tak dikenal
Berperang menjadi pengawal
Tuk mengawal tanah nasional
Dari cengkeraman para kolonial

24. Sang Kusuma Bangsa

Karya: Ari Wulandari

Di Hari Pahlawan mari kita menunduk
Mengenang mereka, jiwa yang agung
Berkorban tanpa takut dan ragu
Untuk meraih kemerdekaan satu

Dalam sejarah yang kelam
Mereka adalah bias cahaya
Berkorban demi bendera berkibar
Dengan semangat yang berkobar

Dari titik darah mereka
Marilah kita melangkah bersama
Membangun negeri yang tercinta
Agar Indonesia tetap tertaga

25. Lagu Seorang Geriliya

Karya: W.S. Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku
Engkau mandi cahaya matahari

Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka

Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
Engkau berkudung selendang katun di kepalamu

Engkau menjadi suatu keindahan

Sementara dari jauh
Resimen tank penindas terdengar menderu
Malam bermandi cahaya matahari
Kehijauan menyelimuti medan perang yang membara

Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku
Engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu

Peluruku habis
Dan darah muncrat dari dadaku
Maka di saat seperti itu
Kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
Bersama kakek-kakekku yang telah gugur
Di dalam berjuang membela rakyat jelata

Semoga lewat untaian kata ini, semangat perjuangan tak lekang oleh waktu dan terus hidup di setiap sanubari generasi Indonesia.

Artikel ini ditulis Eka Fitria Lusiana, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(ihc/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads