Memasuki musim hujan, Pemerintah Kota Surabaya memperkuat sistem pengendalian genangan air. Namun, upaya ini dihadapkan pada tantangan besar seperti sampah rumah tangga berukuran besar yang kerap dibuang ke saluran air.
Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Surabaya Syamsul Hariadi mengatakan, kebiasaan membuang sampah sembarangan menjadi ancaman serius bagi sistem drainase kota, terutama rumah pompa air.
"Sampah padat, seperti sofa, kasur, dan kayu, seringkali menyangkut di screen (penyaring) rumah pompa. Jika lolos atau menumpuk, ini dapat menyebabkan pompa terhenti dan berpotensi merusak mesin secara permanen," ujar Syamsul, Jumat (7/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syamsul mencontohkan, saat hujan deras terakhir, volume sampah di salah satu saluran utama meningkat drastis.
"Saat hujan deras terakhir, di Saluran Greges yang mengarah ke Bozem Morokrembangan, petugas berhasil mengumpulkan 20 truk sampah hingga pagi hari. Volume sampah di sana merupakan jumlah terbesar yang ditemukan, mencakup benda-benda rumah tangga hingga benda keras seperti helm, sofa, kasur, popok bayi, dan pakaian," ungkapnya.
Untuk memperkuat sistem pengendalian air, Pemkot Surabaya sendiri kini telah memiliki 76 rumah pompa aktif dan jumlahnya akan bertambah menjadi 81 unit pada akhir 2025. Fokus utama tahun ini berada di wilayah Surabaya Selatan.
"Tahun 2025 ini, kita memprioritaskan wilayah Surabaya Selatan dengan membangun lima rumah pompa baru, antara lain Rumah Pompa Menanggal, Rumah Pompa Ahmad Yani, Rumah Pompa Ketintang, Rumah Pompa Karah, dan Rumah Pompa Rungkut Menanggal," jelas Syamsul.
Seluruh rumah pompa beroperasi 24 jam penuh dengan sistem tiga shift. Tiap unit juga dijaga oleh petugas pompa dan petugas penyaring sampah (penyarang).
"Petugas penyarang bekerja dalam shift karena beban kerja membersihkan sampah yang bercampur air sangat berat. Hal ini untuk memastikan pompa dapat terus bekerja tanpa terhambat sampah," imbuhnya.
Pemkot Surabaya juga menerapkan sistem terpadu dan prosedur tetap (protap) ketat untuk memastikan genangan bisa diatasi cepat. Kunci utamanya ada pada pencegahan backflow.
"Ketika terjadi air pasang, pintu-pintu air ditutup dan pompa air dioperasikan. Hal ini bertujuan untuk menghindari tabrakan antara air laut pasang dengan air hujan, yang merupakan penyebab utama genangan di wilayah pesisir," tuturnya.
Selain itu, Pemkot Surabaya juga berpedoman pada peringatan dini BMKG. Saat potensi hujan tinggi, pompa diaktifkan lebih awal (pre-pumping) untuk mengosongkan saluran dan meningkatkan daya tampung air hujan.
Meski begitu, Syamsul mengakui masih ada wilayah yang rentan tergenang karena fasilitas pengendali air belum lengkap atau proyek drainase belum tuntas.
"Seperti di kawasan Tanjungsari, genangan paling lama terjadi karena wilayahnya belum memiliki fasilitas pengendali air lengkap, seperti rumah pompa dan pintu laut," kata dia.
Kawasan lain seperti Tenggilis dan Margorejo juga kerap terdampak genangan karena lokasinya cekung dan adanya pekerjaan infrastruktur yang belum selesai, misalnya di Prapen atau Jemursari.
Saat ini, dari lima saluran utama di Surabaya, baru dua yang memiliki pintu air, yakni Saluran Balong dan Saluran Kandangan.
"Pembangunan fasilitas pengendali di tiga saluran lainnya, Krembangan, Kalianak, dan Sememi, telah diusulkan menjadi prioritas untuk segera dikerjakan, seiring dengan fokus pemkot saat ini di wilayah Selatan," pungkasnya.
Simak Video "Video: Pemkot Surabaya Segel Gudang CV Sentoso Seal yang Viral Tahan Ijazah Karyawan"
[Gambas:Video 20detik]
(auh/hil)












































