Gunung Semeru bukan sekadar puncak tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut, tetapi juga simbol sakral yang memadukan kekuatan alam dan nilai spiritual.
Gunung megah yang terletak di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Malang ini kerap disebut Mahameru, nama yang berasal dari mitologi Hindu sebagai tempat bersemayam para dewa.
Pemandangan puncaknya yang diselimuti kabut, dikombinasikan dengan kepulan asap dari kawah Jonggring Saloka, menjadikan Semeru sebagai destinasi menantang sekaligus penuh makna bagi para pendaki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun di balik pesonanya, Gunung Semeru menyimpan catatan panjang tentang bencana besar yang menorehkan duka sekaligus pelajaran penting bagi manusia.
Letusan demi letusan, sejak abad ke-19 hingga kini, membentuk kisah panjang mengenai bagaimana alam menunjukkan kekuatannya. Dari tragedi letusan mematikan tahun 1909 hingga aktivitas vulkanik yang masih berlangsung hingga 2025, Semeru tetap menjadi pengingat akan keseimbangan antara keindahan dan ancaman.
Jejak Letusan Besar Gunung Semeru
Gunung Semeru kembali erupsi dan meluncurkan lava pijar pada Selasa (28/10/2025) Foto: Nur Hadi Wicaksono/detikJatim |
Gunung Semeru dikenal sebagai salah satu gunung api paling aktif di Indonesia. Aktivitas vulkaniknya sudah tercatat sejak awal abad ke-19 dan terus berlanjut hingga kini.
Letusan-letusan besar tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga mengubah lanskap dan kehidupan masyarakat di lerengnya. Beberapa di antaranya bahkan menjadi bencana nasional karena skala dampak dan jumlah korban yang tinggi.
Letusan 29 Agustus 1909
Letusan besar pada 29 Agustus 1909 tercatat sebagai peristiwa paling mematikan di sepanjang sejarah Gunung Semeru. Dengan indeks letusan vulkanik (VEI) 3, ledakan ini disertai aliran piroklastik yang menghancurkan 38 pemukiman dan menimbun sekitar 800 hektare lahan pertanian.
Sebanyak 208 jiwa dilaporkan meninggal dunia, menjadikan tragedi ini sebagai letusan dengan korban jiwa terbanyak. Debu vulkanik tebal bahkan dilaporkan mencapai wilayah Lumajang dan Malang, menandai kedahsyatan letusan yang tak terlupakan hingga kini.
Banjir Lahar 1981
Peristiwa tahun 1981 membuktikan bahwa ancaman Semeru tidak selalu berupa letusan. Curah hujan ekstrem di kawasan puncak menyebabkan danau kawah meluap dan memicu banjir lahar dingin yang melanda permukiman di lereng gunung.
Akibat bencana tersebut, 26 desa terendam, 251 orang meninggal dunia, 120 orang hilang, dan lebih dari 150 mengalami luka-luka. Banjir lahar ini menjadi pengingat bahwa bencana gunung api dapat hadir dalam bentuk sekunder yang sama mematikannya.
Aktivitas Beruntun 2014-2017
Dalam periode 2014-2017, Gunung Semeru mengalami fase erupsi beruntun dengan intensitas tinggi. Menurut catatan VolcanoDiscovery, letusan berkala dengan skala VEI 2-3 terjadi hampir setiap bulan.
Meski tidak menimbulkan korban jiwa sebanyak tragedi besar sebelumnya, letusan terus-menerus ini menunjukkan bahwa Semeru termasuk gunung api tipe aktif berkelanjutan, di mana erupsi berskala kecil menjadi bagian dari siklus alamnya.
Guguran Lava dan Awan Panas 2021
Letusan pada 4 Desember 2021 menjadi salah satu tragedi terbesar dalam sejarah modern Semeru. Runtuhnya kubah lava akibat curah hujan ekstrem memicu delapan kali guguran awan panas dengan jarak luncur mencapai empat kilometer.
Gunung Semeru kembali mengeluarkan awan panas, Sabtu (16/1) sore sekitar pukul 17.24 WIB. Semburan ini memiliki jarak luncur sekitar 4,5 kilometer. Foto: Istimewa |
Erupsi disertai ledakan berulang pada 4-5 Desember 2021 ini menewaskan 57-69 orang, melukai ratusan lainnya, dan menghancurkan permukiman di sepanjang lembah Besuk Kobokan. Skala letusan diperkirakan mencapai VEI 3-4, menjadikannya salah satu erupsi paling kuat dalam satu dekade terakhir.
Awan Panas 19 Kilometer, Desember 2022
Gunung Semeru erupsi lagi 25 Januari 2022 Foto: Nur Hadi Wicaksono/detikJatim |
Hanya setahun setelah letusan besar 2021, Gunung Semeru kembali meletus pada Desember 2022. Kali ini, runtuhnya kubah lava di tengah musim hujan monsun menyebabkan aliran piroklastik yang meluncur sejauh 19 kilometer dari kawah.
Bencana ini memaksa Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status Gunung Semeru ke level awas, disertai evakuasi besar-besaran. Ribuan warga harus mengungsi demi keselamatan, dan lahan pertanian di sekitar Lumajang rusak berat akibat material vulkanik.
Aktivitas Semeru 2021-2025
Gunung semeru erupsi 28 November 2022 pukul 05:56 Foto: Istimewa (Dok PVMBG) |
Sejak 2021 hingga 2025, Gunung Semeru tercatat mengalami peningkatan aktivitas signifikan. Data dari MAGMA Indonesia menunjukkan bahwa hingga Juli 2025, lebih dari 2.000 letusan telah terjadi, menjadikan Semeru sebagai gunung dengan jumlah letusan terbanyak di Indonesia dalam kurun waktu tersebut.
Sebagian besar erupsi tergolong ringan hingga sedang, dengan skala VEI 2-3. Namun konsistensinya yang tinggi membuat status Semeru kerap naik dari Level II (Waspada) ke Level III (Siaga) dalam beberapa periode.
Gunung Semeru bukan hanya gunung tertinggi, melainkan cermin dari kekuatan alam dan keteguhan masyarakat di sekitarnya. Setiap letusan membawa duka sekaligus kesadaran bahwa manusia harus hidup berdampingan dengan alam, bukan menantangnya.
Upaya mitigasi, pelestarian lingkungan, serta edukasi masyarakat menjadi kunci agar tragedi besar tidak terulang. Karena bagi masyarakat Jawa Timur, Semeru bukan sekadar gunung, ia adalah penanda sejarah, spiritualitas, dan keberlangsungan hidup
(ihc/hil)















































