Beberapa hari ini, banyak bengkel di Jawa Timur kebanjiran motor brebet setelah diisi BBM Pertalite. Pakar Teknik Mesin ITS Prof Dr Bambang Sudarmanta menyebut ada beberapa faktor penyebab kendaraan brebet.
Bambang mengatakan, ada lima faktor yang membuat kendaraan brebet usai diisi Pertalite. Pertama, bisa disebabkan oleh kualitas bahan yang tidak konsisten.
Pertalite memiliki angka oktan RON 90 atau lebih rendah dari Pertamax RON 92 atau Pertamax Turbo RON 98. Bila mesin motor didesain untuk RON tinggi, seperti motor injeksi modern, kompresi 10:1 ke atas, saat diisi Pertalite, pembakaran tidak optimal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gejalanya, mesin brebet tenaga menurun atau sulit distarter. Kemudian suara knocking atau detonas dini. Penyebab teknisnya, nilai oktan yang rendah maka pembakaran tidak sesuai dengan waktunya. Hal ini mengakibatkan tenaga mesin drop dan putaran mesin tidak stabil," kata Bambang, Rabu (29/10/2025).
Faktor kedua, bisa dikarenakan BBM Pertalite yang sudah tercampur air. Sebab, pertalite yang tercampur air dapat terjadi bila kondisi penyimpanan di SPBU tidak ideal, dan air bisa masuk dalam dalam tangki SPBU.
"Air lebih berat dari bensin kemudian mengendap di dasar tangki. Jika pompa SPBU mengambil bahan bakar dari bagian bawah, air ikut tersedot ke tangki motor. Efeknya pada mesin, air yang tidak bisa terbakar akan menyebabkan misfire atau yang dikenal dengan brebet. Campuran udara, bahan bakar menjadi terlalu 'lean' (miskin bahan bakar). Ini Menyebabkan knocking idle tidak stabil, bahkan mesin mogok," jelasnya.
Faktor ketiga, kendaraan brebet dapat disebabkan adanya gum, endapan atau kontaminan. Apalagi bila tangki penyimpanan di SPBU lama tidak dibersihkan, akibatnya bahan bakar dapat tercampur residu, karat, atau gum seperti getah bensin teroksidasi.
"Maka filter bahan bakar atau injektor tersumbat, aliran bahan bakar ke ruang bakar terhambat, mesin menjadi brebet pada akselerasi karena suplai bahan bakar tidak konstan," ujarnya.
"Penyebab gum adalah paparan udara dan panas yang menyebabkan oksidasi bensin yang membentuk gum. Ini sering terjadi pada Pertalite karena stabilitas oksidasi lebih rendah dibanding Pertamax," tambahnya.
Faktor keempat, karena ketidaksesuaian rasio campuran udara dan bakar atau air fuel ratio (AFR). Di mana Pertalite memiliki kandungan hidrokarbon ringan, seperti butana, pentana yang lebih volatil.
"Pada cuaca panas atau tekanan rendah, uap bensin terbentuk berlebihan, maka akan memuat campuran terlalu kaya (rich mixture). Sebaliknya, bila tekanan tinggi atau bensin tercampur air, maka campuran terlalu miskin (lean mixture). Kedua kondisi ini menyebabkan brebet atau mesin tidak stabil," urainya.
Terakhir, faktor kelima, yaitu sistem BBM yang sensitif, terlebih pada motor injeksi. Karena kendaraan modern yang memiliki sensor oksigen (Oβ), throttle position sensor, dan Engine Control Unit (ECU), maka bahan bakar memiliki kualitas berbeda, seperti RON rendah, kadar air tinggi, atau volatilitas berubah, ECU perlu waktu beradaptasi.
"Akibatnya rasio campuran tidak sesuai akan membuat mesin tersendat, kadang mesin mati saat idle karena ECU gagal menyesuaikan injeksi," pungkasnya.
(auh/hil)











































