Saat jam pulang kerja tiba, biasanya para petugas bersiap pulang ke rumah. Namun tidak bagi tim rescue Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Surabaya pada Selasa (29/9) lalu. Mereka justru menerima panggilan darurat menuju Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, di mana bangunan musala ambruk dan menimpa ratusan santri.
Abdul Aziz, Galang Ferbi, dan Elvanio Santoso, tim rescue yang berangkat membantu evakuasi korban Ponpes Al Khoziny menceritakan pengalaman tak terlupakan itu. Di mana tekanan fisik dan mental dihadapi, serta momen-momen genting saat berjuang di tengah puing-puing beton demi misi kemanusiaan.
Abdul Aziz dan Galang Ferbi bertugas pada hari kedua dan ketiga pascakejadian. Pada upaya proses penyelamatan, mereka sempat terhimpit antara beton dengan besi. Namun tim rescue mencoba menenangkan diri untuk mencairkan perasaan panik.
"Saya masuk ini sempat kepala ini kecepit. Kecepit di antara beton sama besi. Sampai, ya Allah gitu. Sampai guyon buat menghibur diri sendiri, kalau misalnya kita tegang, dan perasaan campur aduk. Namun kita dilatih dengan dari institusi kita melatih untuk kesabaran, mengatasi diri kita sendiri untuk menyelamatkan orang lain ini," cerita Aziz di kantor Damkar Pasar Turi, Rabu (15/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada proses penyelamatan, mereka fokus untuk membuka akses menuju santri bernama Haikal yang terjepit di reruntuhan.
Tim mengeruk lubang masuk sedalam kurang lebih 5 meter. Saat penyelamatan, mental tim diuji, karena mengarahkan Haikal, mereka juga mendengar teriakan minta tolong dari sekitar lima korban lain di sisi yang sulit dijangkau.
"Akhirnya, kita mencoba menguatkan dan menenangkan para santri bahwa mereka akan segera diselamatkan," ujarnya
Evakuasi Haikal sulit karena posisinya terhimpit beton, hanya tangan kanannya yang bisa bergerak. Setelah membobol tanah sejauh 2 meter, sekitar pukul 12.00 siang Haikal mulai berteriak dan mengigau, 'sudah jangan mainan itu. Haikal tidak bisa bernapas'.
"Mendengar teriakan tersebut, kita langsung melakukan koordinasi dengan tim pendamping dan berinisiatif memberikan suplai oksigen dan minum. Setelah mendapat suplai oksigen, Haikal akhirnya lebih tenang dan evakuasi bisa dilanjutkan," katanya.
Proses evakuasi Haikal terus berlanjut bersama Basarnas hingga akhirnya bisa dikeluarkan dari reruntuhan beton yang menghimpitnya.
Sementara Elvanio Santoso menceritakan proses evakuasi hari pertama, sekitar pukul 22.00 WIB.
"Kami datang dari hari pertama, terdengar suara Yusuf. Dia bilang, 'Pak, ada lubang. Tangan saya kelihatan tidak?'," cerita Neeo sapaan akrabnya.
Mendengar suara Yusuf, tim segera menemukan keberadaanya dan beruntung tidak tergencet. Akses jalan menuju Yusuf awalnya sangat kecil, hanya sebesar air mineral dan hanya bisa digunakan untuk menyuplai minum dan biskuit.
Upaya menyelematkan Yusuf, tim rescue harus memperbesar lubang evakuasi. Pihaknya harus berdiskusi dengan Basarnas dan mulai melakukan pengerjaan yang memakan waktu 4 hingga 5 jam. Ia bekerja nonstop sejak pukul 22.00 WIB sampai lewat pukul 02.00 WIB dini hari hingga kehabisan tenaga.
"Itu saya sudah kehabisan tenaga, akhirnya tugas akhir memotong rangka besi beton saya diserahkan teman saya, Abdul Aziz sampai akhirnya Yusuf berhasil dikeluarkan dengan selamat," ujarnya.
Baginya, ambruknya Al Khoziny adalah kejadian luar biasa pertama yang ia hadapi selama enam tahun bekerja di DPKP Kota Surabaya.
"Yang pasti ini menjadi kebanggaan tersendiri bisa ikut berpartisipasi atau ikut terjun langsung, kita dapat menyelamatkan korban yang terjebak dalam reruntuhan," pungkasnya.
(auh/abq)











































