Perjuangan Petugas Evakuasi Korban Ponpes Al Khoziny: Merayap Berjam-jam

Perjuangan Petugas Evakuasi Korban Ponpes Al Khoziny: Merayap Berjam-jam

Aprilia Devi - detikJatim
Selasa, 07 Okt 2025 08:00 WIB
Tim SAR mengevakuasi jenazah korban musala Al Khoziny Sidoarjo ambruk
Tim SAR mengevakuasi jenazah korban musala Al Khoziny Sidoarjo ambruk (Foto: Dok. Istimewa)
Sidoarjo -

Proses evakuasi korban Ponpes Al Khoziny yang ambruk pada Senin (29/9) terus dilakukan. Ratusan petugas hingga relawan terlibat dalam proses pencarian korban dengan penuh perjuangan.

Saat ini, operasi pencarian telah memasuki hari kedelapan. Petugas terus bersiaga, mereka bekerja selama 24 jam non stop dengan pembagian tugas untuk memastikan semuanya berjalan dengan maksimal.

Pembersihan puing bangunan terus dilakukan. Progressnya kini sudah mencapai 75%. Di balik bangunan ambruk itu, puluhan nyawa jadi korban. Mereka terjebak di antara celah-celah sempit. Sebagian berhasil selamat pada masa golden time.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Petugas hingga relawan pun bertugas terus mencari keberadaan para korban di balik puing reruntuhan. Salah satu tim rescue dari BPBD Jatim, Cupes (34) menceritakan sulitnya operasi pencarian korban sejak hari pertama. Petugas harus merayap, layaknya tikus, mereka bergerak di antara celah-celah sempit, mencari tanda-tanda kehidupan korban.

Suara teriakan, tangisan, hingga suhu tubuh korban jadi beberapa petunjuk untuk petugas. Ruangan sempit dan rapuh, rawan terjadi reruntuhan susulan jadi tantangan utama.

ADVERTISEMENT

Petugas waswas reruntuhan bangunan menutup akses untuk mengevakuasi korban. Keselamatan semua pihak yang terjebak dalam reruntuhan pun jadi hal yang harus diutamakan sehingga evakuasi perlu ekstra hati-hati.

"Ruang sempit dan gedungnya itu enggak stabil. Saya masuk, di sana mengevakuasi dua korban selamat. Lalu saya lihat empat korban lainnya yang ternyata sudah meninggal dunia ketimpa beton," ujar Cupes kepada detikJatim, Selasa (7/10/2025).

Proses evakuasi secara manual dengan bantuan alat-alat profesional milik petugas untuk mendeteksi keberadaan korban. Selama hampir 72 jam ketika golden time, hal itu terus dilakukan secara bergantian. Mereka bekerja secara bergantian, tidur hanya sebentar, lalu bekerja lagi.

"Tidur cuma berapa jam saja di posko. Bagian leher belakang buat noleh sakit sekali. Karena kita kan harus tengkurep dan merangkak terus selama berjam-jam proses evakuasi, posisnya sempit. Diameter ruang gerak gak sampai 70 cm," katanya.

Relawan lainnya, Ipul (22) juga merasakan tantangan dalam proses evakuasi korban ambruknya Ponpes Al Khoziny ini. Meski usianya terbilang muda, relawan SAR Surabaya itu sudah pernah melakukan beberapa kali upaya penyelamatan seperti penyelamatan pendaki di Gunung Lawu hingga Arjuno.

Perjuangan yang paling ia ingat dalam operasi kali ini, dirinya sempat bertugas membuka jalur dengan tunnel atau terowongan untuk menyelamatkan para korban terjebak. Ia mengingat momen yang cukup mencekam saat terdampak gempa Sumenep M 6,5 pada Selasa (30/9) tengah malam.

"Gempa kemarin langsung keluar karena bangunannya goyang-goyang, khawatir pasti karena bangunan masih bisa runtuh lagi," ungkapnya.

Usai situasi kondusif, petugas kembali melakukan evakuasi selama 24 jam non stop. Pascagempa, menurut Ipul, masih banyak teriakan-teriakan korban yang meminta tolong. Itu menjadi petunjuk bagi petugas.

"Kita juga terus menguatkan saat masih ada korban yang hidup di dalam sana, bahwa proses evakuasi terus dilakukan," katanya.

Meski terlibat dalam pekerjaan rescue yang sangat menguras tenaga, Ipul tak melupakan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa. Ia saat ini masih menempuh pendidikan di semester akhir salah satu perguruan tinggi swasta Surabaya.

"Saya masih kuliah, ini setelah malam (membantu evakuasi) di sini, pagi istirahat sebentar, siangnya saya ada kelas. Jadi langsung ke kampus," pungkas dia.




(auh/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads