Puluhan unit hunian sementara (huntara) mulai dibangun untuk merelokasi korban tanah gerak Desa Ngrandu, Kecamatan Suruh, Trenggalek. Saat ini pembangunan masih 45 persen.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek Stafenus Triadi Atmono mengatakan, perumahan semi permanen tersebut dibangun di lokasi yang dinilai aman dari potensi bencana tanah longsor maupun tanah gerak.
"Untuk di Desa Ngrandu ini ada 27 unit rumah yang dibangun, prosesnya sekarang sekitar 45 persen," kata Triadi, Rabu (1/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya proses pembangunan ditargetkan akan selesai pada 20 Oktober. Harapannya, seluruh korban terdampak bencana tanah gerak bisa segera mendapatkan tempat berlindung yang lebih aman dan nyaman.
"Setelah huntara jadi, semoga bisa segera ditempati. Selama ini ada warga ada di lokasi pengungsian, ada yang menumpang di rumah saudara. Nah dengan huntara ini mereka akan lebih nyaman," ujarnya.
Selain membangun kawasan permukiman, pemerintah daerah juga berkolaborasi dengan berbagai instansi untuk menyiapkan fasilitas pendukung lainnya. Salah satunya kerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dam Pramuka Trenggalek Peduli.
"Baznas dan Pramuka akan membangun fasilitas ibadah berupa masjid. Masjid tersebut akan menjadi pusat kegiatan keagamaan warga sekaligus untuk meningkatkan nilai sosial dan kemasyarakatan," jelasnya.
Triadi menambahkan dampak bencana alam Trenggalek selama setahun terakhir cukup banyak dan tersebar di berbagai kecamatan. Beberapa warga membutuhkan relokasi ke tempat yang lebih aman.
"Kami akan berusaha menuntaskan dampak bencana tersebut, namun memang harus bertahap. Saat ini untuk huntara di Ngrandu dulu, menyusul lokasi lain," katanya.
Sebelumnya, bencana tanah gerak dan longsor terjadi di Dusun Depok, Desa Ngrandu, Kecamatan Suruh, Trenggalek pada akhir Desember 2024. Dampaknya retakan tanah dan longsor terjadi sporadis di kawasan perkampungan. Akses jalan utama putus dan sejumlah rumah rusak berat.
Sementara itu 119 warga harus mengosongkan kampung dan mengungsi ke tempat yang lebih aman. Lokasi perkampungan dianggap berbahaya dan tidak layak huni.
(irb/hil)