Suasana haru menyelimuti Musala Al-Amin RW 03 Desa Buduran, Sidoarjo. Di tempat itu puluhan keluarga santri korban ambruknya bangunan Ponpes Al-Khoziny berkumpul.
Musala sederhana yang berdiri tepat di samping ponpes itu mendadak berubah fungsi dari sekadar tempat ibadah menjadi ruang tunggu yang ruang penuh doa, tangis, dan harapan.
Mereka yang telah datang sejak dini hari, tampak duduk bersandar di dinding musala dengan wajah letih. Sebagian lainnya menundukkan kepala sambil terus merapal doa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada juga yang menggenggam erat ponsel, berharap kabar baik segera datang, ada pula yang berpelukan erat untuk saling menguatkan di tengah ketidakpastian operasi pencarian dan evakuasi santri yang masih terjebak di puing-puing beton ponpes yang ambruk.
Tangis yang pecah dari keluarga korban menambah pilu suasana, meninggalkan kesan mendalam bagi siapa pun yang menyaksikan.
![]() |
"Adik saya salah satu korbannya. Saya baru dapat kabarnya dari bibi saya, padahal saya tinggal di Surabaya. Karena saya memang nggak pakai TikTok," tutur seorang kakak korban dengan mata sembab kepada detikJatim.
Hingga Selasa (30/9/2025) pukul 13.28 WIB, tercatat sebanyak 98 santri korban berhasil dievakuasi. Tiga di antaranya dinyatakan meninggal dunia baik dari lokasi atau saatsudah mendapat perawatan di rumah sakit.
Duka mendalam ini tak hanya dirasakan keluarga santri, tapi juga warga setempat. Mereka bahu-membahu menguatkan hati dan memberikan bantuan sederhana seperti secangkir teh hangat, botol air mineral, hingga tikar untuk beristirahat.
"Hati ini ikut teriris. Kami hanya bisa bantu sebisa kami, semoga keluarga diberi ketabahan," ungkap Shava (25), warga yang sehari-hari berjualan di toko kecil dekat masjid.
Beberapa pemuda kampung juga turut bergantian menjaga musala, Mereka tampak menenangkan keluarga santri yang tak kuasa menahan rasa sedihnya.
"Kami ingin keluarga korban merasa tidak sendirian. Ini musibah kita bersama, sudah seharusnya kita saling menguatkan," kata pemuda setempat yang enggan disebut namanya.
Muala Al-Amin pun menjadi saksi bisu percampuran doa, air mata, dan solidaritas. Di balik kesedihan yang kental, terpancar pula kekuatan, ketabahan keluarga, kepedulian warga, dan keyakinan bahwa duka ini akan bisa dilalui bersama.
(hil/abq)