30 September Memperingati Hari Apa?

30 September Memperingati Hari Apa?

Irma Budiarti - detikJatim
Selasa, 30 Sep 2025 10:35 WIB
ILUSTRASI KALENDER OKTOBER.
ILUSTRASI KALENDER OKTOBER. Foto: Freepik
Surabaya -

Tanggal 30 September menjadi salah satu momen penting dalam penanggalan nasional. Bagi sebagian besar masyarakat, hari ini sering dihubungkan dengan sejarah kelam bangsa. Namun, sebenarnya ada lebih dari satu peringatan yang jatuh pada tanggal ini, baik di Indonesia maupun tingkat dunia.

Di Indonesia, 30 September lekat dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) yang terjadi pada 1965. Sementara itu, secara internasional, tanggal ini juga ditetapkan sebagai peringatan di bidang lain yang tidak kalah penting.

Sejarah Singkat G30S/PKI

Setiap tanggal 30 September, bangsa Indonesia selalu mengingat salah satu peristiwa kelam dalam sejarah, yakni Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan G30S/PKI. Tragedi ini bukan sekadar catatan kudeta berdarah, tetapi gambaran betapa panasnya pertarungan ideologi dan politik di tanah air kala itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari buku Sejarah Indonesia yang diterbitkan Kemendikbud, pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin (1959-1965), Presiden Soekarno berusaha menyeimbangkan kekuatan besar antara Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Saat itu, PKI tumbuh menjadi salah satu partai terbesar di dunia, bahkan gencar mengusulkan agar rakyat bersenjata dibentuk menjadi "Angkatan Kelima". Gagasan ini membuat hubungan PKI dan Angkatan Darat semakin panas.

ADVERTISEMENT

Di banyak daerah, aksi sepihak berupa perebutan tanah sering berujung bentrokan dengan petani, santri, maupun tentara. Situasi diperkeruh dengan isu adanya "Dewan Jenderal" dalam tubuh TNI AD yang dituduh hendak menggulingkan Soekarno.

Malam Mencekam 30 September 1965

Ketegangan politik akhirnya pecah pada malam 30 September. Pasukan bersenjata yang dipimpin Letkol Untung Syamsuri, salah seorang komandan Cakrabirawa, melakukan penculikan terhadap para jenderal Angkatan Darat.

Aksi yang berlangsung hingga dini hari 1 Oktober itu menewaskan tujuh perwira tinggi. Jenazah mereka kemudian ditemukan di sebuah sumur tua di kawasan Lubang Buaya Jakarta.

Para korban adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Mayjen Soeprapto, Brigjen DI Panjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Lettu Pierre Tendean. Sementara di Yogyakarta, dua perwira lain juga tewas, yakni Kolonel Katamso dan Letkol Sugiono. Peristiwa ini mengguncang rakyat Indonesia.

Reaksi Militer

Pada pagi 1 Oktober 1965, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan pernyataan Letkol Untung tentang pembentukan "Dewan Revolusi". Namun, pengumuman itu justru menambah kebingungan. Dalam situasi genting, Mayor Jenderal Soeharto, yang saat itu menjabat Panglima Kostrad, bergerak cepat mengambil alih komando.

Ia mengerahkan pasukan untuk menguasai kembali Jakarta dan menumpas gerakan tersebut. Dalam beberapa hari, G30S berhasil dipadamkan. Ketika diketahui adanya keterkaitan erat dengan PKI, penumpasan pun meluas ke berbagai daerah, baik aparat maupun massa.

Pertanyaan besar tentang siapa dalang G30S/PKI masih menjadi perdebatan hingga kini. Ada teori yang menuding konflik internal Angkatan Darat, ada yang menyebut keterlibatan asing seperti CIA dan Inggris, bahkan ada yang mengaitkan dengan Soekarno.

Namun, versi resmi Orde Baru menyatakan PKI adalah dalang utama di balik peristiwa ini. Pandangan ini kemudian menjadi narasi dominan selama puluhan tahun, meski hingga hari ini masih terus dikaji ulang oleh para sejarawan.

Apapun dalangnya, peristiwa ini membawa dampak besar bagi bangsa Indonesia. PKI yang sebelumnya menjadi partai besar seketika runtuh. Penumpasan massal terjadi di banyak daerah dan meninggalkan luka mendalam.

Peringatan Hari Besar Internasional 30 September

Selain identik dengan peristiwa G30S/PKI, tanggal 30 September juga diperingati sebagai hari penting di tingkat internasional. Salah satunya adalah Hari Penerjemahan Internasional.

Peringatan ini menjadi ajang penghormatan bagi para penerjemah dan profesional bahasa yang berperan besar dalam menghubungkan berbagai budaya dan bangsa di seluruh dunia.

Tak hanya itu, pada tanggal yang sama juga diperingati Hari Hak Penistaan Agama Internasional, sebuah momen refleksi terkait kebebasan berpendapat dan beragama di dunia. Berikut informasi selengkapnya dirangkum dari National Today.

1. Hari Penerjemahan Internasional

Hari Penerjemahan Internasional diperingati setiap tanggal 30 September sebagai bentuk penghargaan terhadap kerja keras para penerjemah. Mereka adalah jembatan yang memungkinkan komunikasi lintas bahasa dan budaya tetap berjalan lancar, mulai dari urusan diplomasi, bisnis, hingga hiburan populer.

Peran penerjemah begitu vital, mulai dari menerjemahkan dokumen penting, karya sastra, hingga lirik lagu yang kita nikmati. Peringatan ini juga mengingatkan dunia bahwa para profesional bahasa punya kontribusi nyata dalam menjaga perdamaian.

Termasuk juga memperjuangkan hak asasi manusia, serta mendorong pembangunan berkelanjutan. Dengan adanya penerjemah, dunia yang beragam bisa saling memahami dan bekerja sama tanpa terhalang perbedaan bahasa.

2. Hari Hak Penistaan Agama Internasional

Sejak tahun 2009, setiap tanggal 30 September juga diperingati sebagai Hari Hak Penistaan Agama Internasional. Peringatan ini pertama kali diprakarsai oleh Center for Inquiry untuk meningkatkan kesadaran tentang keberadaan undang-undang penistaan agama di berbagai negara.

Penistaan agama sendiri merujuk pada ujaran atau tindakan yang dianggap menghina suatu agama dan ajarannya. Sayangnya, di lebih dari 60 negara, aturan terkait penistaan agama kerap digunakan secara kejam, bahkan bisa berujung hukuman berat, termasuk hukuman mati.

Peringatan ini hadir sebagai bentuk kampanye global agar kebebasan berpikir, berbicara, dan berkeyakinan tetap dilindungi, sekaligus mendorong dunia agar tidak lagi menggunakan hukum penistaan agama sebagai alat penindasan.




(hil/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads