Musala Bersejarah 158 Tahun di Sidoarjo Terbengkalai Ditelan Rumput Liar

Musala Bersejarah 158 Tahun di Sidoarjo Terbengkalai Ditelan Rumput Liar

Suparno - detikJatim
Senin, 29 Sep 2025 15:45 WIB
Langgar Sawo, musala bersejarah berusia 158 tahun di Desa Penambangan, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo
Langgar Sawo, musala bersejarah berusia 158 tahun di Desa Penambangan, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo. (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Sebuah musala tua berusia 158 tahun berdiri di Desa Penambangan, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur. Warga setempat mengenalnya sebagai Langgar Sawo, bangunan kecil yang menjadi saksi sejarah perjalanan Islam di kawasan yang dulunya dikenal sebagai pusat perekonomian Jenggolo pada masa kolonial Belanda.

Bangunan yang didirikan pada tahun 1867 ini memiliki ciri khas berbeda dengan musala pada umumnya. Atapnya berbentuk unik dengan ornamen menyerupai mahkota bergaya Tionghoa, sementara penanda waktu salat menggunakan kentongan kayu, bukan pengeras suara seperti musala modern.

Namun dari pantauan ke lokasi, musala kuno tersebut saat ini dikelilingi oleh rerumputan yang tinggi. Saat menuju musala, detikJatim sangat kesulitan karena banyak rumput liar yang tumbuh. Bahkan akan masuk ruang musala sangat kesulitan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Desa Penambangan, Helmy Firmansyah menuturkan, musala ini awalnya merupakan milik seorang Belanda, sebelum kemudian dibeli oleh seorang saudagar Tionghoa yang memeluk agama Islam. Sejak itulah, bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat ibadah umat Muslim setempat.

"Menurut cerita, setelah Belanda, musala ini dibeli oleh orang Tionghoa yang kemudian masuk Islam. Nah, sekitar tahun 1867 itulah musala ini berdiri dan sampai sekarang masih kokoh," ujar Helmy kepada detikJatim, Minggu (28/9/2025).

ADVERTISEMENT

Kini, Langgar Sawo sudah tak lagi dipakai untuk salat berjamaah karena kondisi bangunan memprihatinkan.

"Yang merawat ada, tapi sifatnya sosial. Musala ini awalnya masih difungsikan untuk ibadah, meski jemaahnya tidak banyak, karena saat ini kondisinya seperti itu akhirnya tidak difungsikan sebagai musala. Bagi kami, keberadaan musala ini adalah ikon desa sekaligus bukti sejarah yang harus tetap dijaga," lanjut Helmy.

Selain musala, di Desa Penambangan juga masih berdiri rumah bergaya kolonial Belanda yang hingga kini ditempati keturunan pemilik lama. Kehadiran bangunan-bangunan tua itu menambah kekayaan sejarah kawasan Penambangan.

Helmy berharap, keberadaan Langgar Sawo mendapat perhatian dari pemerintah maupun pihak terkait agar bisa dipugar tanpa menghilangkan nilai sejarahnya.

"Bangunan ini punya nilai historis. Dari Belanda, lalu ke Tionghoa Muslim, tapi sayang sampai sekarang tidak dipakai untuk salat. Kalau dirawat dengan baik, musala ini bisa jadi ikon wisata sejarah religi di Balongbendo," ujarnya.

Efendy (39) warga Penambangan mengatakan bahwa musala kuno yang disebut oleh warga desa Langgar Sawo itu akhir-akhir ini sudah tidak dipakai untuk sholat berjamaah.

"Karena tidak ada yang merawat akhirnya Langgar Sawo saat ini ditumbuhi rumput liar, dan tidak digunakan untuk aktifitas sholat berjamaah," kata Efendy.

"Kami berharap Pemkab Sidoarjo Langgar Sawo ini dirawat, karena sebagai aikon sejarah Sidoarjo, eman pak gak dirawat," pungkas Efendy.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads