Dwi Soetjipto Biker 70 tahun Siap Taklukkan Puncak Ijen dengan Roadbike

Dwi Soetjipto Biker 70 tahun Siap Taklukkan Puncak Ijen dengan Roadbike

Eka Rimawati - detikJatim
Sabtu, 27 Sep 2025 23:30 WIB
Kemeriahan Banyuwangi Bluefire Ijen KOM 2025
Dwi Soetjipto pesepeda Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM 2025. (Foto: Dok. Istimewa)
Banyuwangi -

Usia yang menyentuh angka 70 tahun lazimnya seseorang memilih olahraga non ekstrem dan tak menguras tenaga, namun, tidak demikian dengan Dwi Soetjipto. Pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina dan Kepala SKK Migas ini memilih menjadi rider dalam Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM 2025.

Etape terakhirTrilogy Mainsepeda seri balap sepeda tanjakan yang paling bergengsi di Indonesia. Dwi telah berhasil finish pada dua seri sebelumya.

Diantaranya Bromo KOM, Kediri Dholo KOM dengan gradien 24 persen dan kali ini Blue Fire Ijen KOM berjarak 86,9 Kilometer menjadi tantangan terbesarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria yang tampil bugar dan sporty ini mengenakan jersy bernomor 919 dengan roadbike Bastion berbahan karbon dan titanium yang selalu menjadi karibnya dalam menaklukkan tantangan tantangan ekstrem.

Bersama Bastion, Dwi menari diatas pedal serupa atlet profesional. Ia pun berhasil menaklukan tanjakan super ekstrim jalur Hors Categorie (HC) dengan gradiens puncaknya 34 persen, dengan total elevasi mencapai 1.708 meter yang ada pada rute Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM.

ADVERTISEMENT

Dwi mengakui dengan gradien mencapai 34 persen, jalur ini menguji tidak hanya kekuatan fisik, tetapi juga mental. Apalagi ini adalah pengalaman pertamanya menjajal track Banyuwangi yang dikenal ekstrem bagi bikers Asia.

Sadar akan keterbatasan fisik, untuk menaklukkan Ijen Dwi melakukan persiapan matang. Ia berlatih di Bogor dengan rute menanjak seperti Kebo, Cipanas, hingga Puncak, sebulan penuh sebelum berangkat ke Banyuwangi.

Ia dan enam rekannya juga sudah menjajal jalur menuju Djawatan Banyuwangi sebagai pemanasan.

"Ini jalur terberat dari trilogi Mainsepeda," kata Dwi.

Dwi memang tidak menargetkan podium. Baginya, garis finish hanyalah simbol. Yang terpenting adalah menjaga konsistensi, menaklukkan diri sendiri, dan membagi semangat bersepeda kepada orang lain.

"Usia memang handicap, tapi kalau keinginan sudah kuat, saya yakin bisa. Karena pada akhirnya, hidup ini bukan soal menang atau kalah, melainkan bagaimana kita tetap bergerak maju," jelas Dwi dengan antusias.

Tak disangka, berangkat tanpa target upayanya justru berakhir manis. Ia berhasil finish sekitar pukul 13.00 WIB atau setengah jam sebelum cut of time. Prestasi membanggakan mengingat usianya yang tak lagi muda.

Dengan hasil tersebut, Dwi memperoleh medali Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM untuk melengkapi medali dari dua seri sebelumnya yang bisa dirangkai menjadi piramida prestisius dan menjadi bukti keberhasilannya dalam Mainsepeda Thrilogy.

Tersenyum puas dengan nafas lepas, Dwi Soetjipto berhasil membuktikan pada dirinya sendiri, bahwa usia bukan batasan bagi Dwi untuk menulis ulang kisah hidupnya, satu kilometer demi satu kilometer. Bersepeda seolah menjadi jalan baginya untuk kembali muda.

Kegemaran Dwi pada Roadbike dimulai pada sekitar awal tahun 2005, awalnya Dwi hanya mengayuh sepeda gunung untuk sekadar menjajal medan ekstrem Bukit Kapur Gresik. Lama kelamaan, rutinitas itu berubah menjadi kebiasaan yang lebih serius.

Dari sekadar menempuh jalan menuju kantor bersama karyawan sambil berbagi kegiatan sosial, hobinya bertransformasi menjadi sebuah ritual baru dalam menjaga kesehatan, membangun disiplin, dan menemukan kedekatan batin dengan orang-orang terdekat.

Selanjutnya pada Tahun 2020, ia beralih ke roadbike, dan sejak itu intensitasnya makin teratur. Tiga kali dalam sepekan, Dwi konsisten mengayuh pedal dengan jarak tempuh rata-rata 60 kilometer.

Bagi Dwi, tantangan terbesar adalah mengalahkan diri sendiri dan lintasan selanjutnya.

"Yang terberat itu bukan melawan usia, tapi membiasakan diri bangun pagi. Makanya saya selalu minta teman untuk menjemput, agar saya terdorong keluar rumah. Setelah itu, tubuh justru merasa lebih segar," ujarnya.

Tak mau berhenti hanya sekedar mencintai ritusnya, Filosofi yang ia genggam itu ia tularkan lewat komunitas MOBCC - Mind Over Body Cycling Club yang ia dirikan, yang membawa semangat keyakinan bahwa tubuh sesungguhnya digerakkan oleh kekuatan pikiran.

Gandrung bersepeda hingga serius, membuat nama Dwi tercatat dalam berbagai ajang, mulai Gran Fondo New York (GFNY) Bali, hingga masuk dalam jajaran 110 pesepeda tercepat dunia pada event internasional.




(ihc/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads