Siap Menghadapi Erupsi Gunung Semeru, Panduan untuk Warga dan Pendaki

Siap Menghadapi Erupsi Gunung Semeru, Panduan untuk Warga dan Pendaki

Irma Budiarti - detikJatim
Selasa, 23 Sep 2025 12:30 WIB
Foto udara asap vulkanis keluar dari kawah Gunung Semeru terlihat dari Desa Ranupani, Lumajang, Jawa Timur, Selasa (26/8/2025). Bedasarkan data Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada periode pengamatan Senin (25/8) pukul 00.00-24.00 WIB, Gunung Semeru mengalami aktivitas vulkanik 41 kali gempa letusan atau erupsi dengan amplitudo 10-22 mm selama 51-178 detik, 12 kali gempa hembusan dengan amplitudo 2-8 mm selama 50-81 detik, dan lima kali gempa Guguran dengan amplitudo 2-8 mm selama 50-81 detik. ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya/YU
Foto udara asap vulkanis keluar dari kawah Gunung Semeru terlihat dari Desa Ranupani, Lumajang, Jawa Timur, Selasa (26/8/2025). Foto: ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya
Lumajang -

Gunung Semeru, gunung api tertinggi di Jawa Timur dengan ketinggian 3.976 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sebagai salah satu gunung api Tipe A di Indonesia, Semeru memiliki catatan letusan sejak tahun 1600 dan terus dipantau secara intensif oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Dengan status Level II (Waspada), masyarakat di sekitar gunung diimbau selalu mengikuti informasi resmi dan menyiapkan langkah-langkah keselamatan. Panduan ini menyajikan informasi lengkap mengenai keselamatan dan mitigasi erupsi Gunung Semeru.

Status Gunung Semeru

Dilansir Magma ESDM, Indonesia memiliki jumlah gunung api aktif terbanyak di dunia, yakni sekitar 127 gunung api. Terdapat 76 gunung api Tipe A di Indonesia, yang mana 69 di antaranya mendapat pemantauan intensif dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gunung api Tipe A yaitu kelompok gunung api yang memiliki catatan letusan sejak tahun 1600. Status ini menunjukkan Semeru memiliki riwayat aktivitas yang panjang dan harus selalu dipantau.

Gunung Semeru merupakan salah satu gunung api Tipe A di Indonesia. Berdasarkan laporan PVMBG, Gunung Semeru berada pada Level II (Waspada). Hasil pengamatan visual dan instrumental memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas.

ADVERTISEMENT

Pada beberapa gunung api dengan level ini, erupsi dapat terjadi sewaktu-waktu meski belum besar. Karena itu, masyarakat maupun pendaki disarankan selalu memantau informasi resmi sebelum melakukan aktivitas.

Gunung Semeru Erupsi Pagi Ini

Selasa pagi, 23 September 2025, Gunung Semeru kembali menunjukkan aktivitas vulkaniknya. Tepat pukul 05.25 WIB, gunung yang menjadi ikon Jawa Timur itu mengalami erupsi dengan tinggi kolom letusan mencapai Β±300 meter di atas puncak.

"Kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tebal ke arah barat dan barat laut. Erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 22 mm dan durasi 130 detik," ujar Sigit Rian Alfian, petugas pemantauan, dalam keterangan tertulis yang dirilis di laman Magma Indonesia pada Selasa siang.

Kondisi gunung tampak jelas meski sebagian tertutup Kabut 0-II. Asap kawah tidak terlihat, sementara cuaca di sekitar gunung dilaporkan cerah hingga berawan dengan angin lemah yang bertiup ke arah barat daya, barat, dan barat laut.

Zona Bahaya Gunung Semeru

Dilansir dari laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PVMBG telah menetapkan zona bahaya untuk menjaga keselamatan warga dan pendaki. Berikut zona bahaya yang perlu diperhatikan.

  • Radius 3 km dari kawah/puncak.
  • Sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan sejauh 8 km dari puncak.
  • Sepanjang tepi sungai (sempadan) di luar 8 km, seperti Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, Besuk Sat, serta anak sungai dari Besuk Kobokan.

Untuk informasi lebih lanjut dan pemantauan terkini, masyarakat dapat mengakses peta kawasan rawan bencana Gunung Semeru yang telah dipublikasikan Badan Geologi melalui situs resmi Kementerian ESDM. Peta tersebut memberikan gambaran visual yang jelas mengenai zona-zona berisiko tinggi di sekitar Gunung Semeru.

Rekomendasi Keselamatan untuk Warga dan Pendaki

Mengingat status Gunung Semeru saat ini, warga sekitar dan pendaki diimbau untuk tetap waspada dan mematuhi arahan resmi petugas pemantauan. Berikut rekomendasi keselamatan untuk pendaki dan warga sekitar Gunung Semeru.

  • Tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 8 km dari puncak (pusat erupsi). Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 13 km dari puncak.
  • Tidak beraktivitas dalam radius 3 Km dari kawah/puncak Gunung Api Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).
  • Mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat, serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.

Dengan memahami dan mengikuti rekomendasi serta informasi resmi yang ada, diharapkan masyarakat dapat menjaga keselamatan diri dan mengurangi risiko akibat aktivitas vulkanik Gunung Semeru.

Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Semeru

Mitigasi bencana adalah serangkaian langkah yang dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun peningkatan kesadaran dan kemampuan masyarakat. Untuk Gunung Semeru, upaya mitigasi ini mencakup pemetaan wilayah rawan, pemasangan sistem peringatan dini, edukasi masyarakat, pembangunan infrastruktur yang aman, serta kolaborasi lintas sektor.

Langkah-langkah tersebut bertujuan tidak hanya menjaga keselamatan warga dan pendaki, tetapi juga memastikan kesiapsiagaan, koordinasi antar-institusi, dan pemulihan wilayah terdampak dapat dilakukan secara cepat dan efektif. Berikut beberapa mitigasi erupsi Gunung Semeru.

1. Pemasangan Sistem Peringatan Dini

Gunung Semeru telah dilengkapi sistem peringatan dini untuk memantau potensi bahaya, termasuk aliran lahar dan awan panas, serta alat pemantauan cuaca dan hidrologi. Sistem ini memungkinkan petugas dan masyarakat menerima informasi secara cepat, sehingga dapat mengambil langkah evakuasi atau pencegahan.

Dilansir laman resminya, untuk memperkuat sistem peringatan dini di kawasan rawan bencana Gunung Semeru, pada Januari 2025, BNPB menambah empat unit Automatic Rain Gauge (ARG) dan satu unit Automatic Weather Station (AWS) di wilayah Kabupaten Lumajang.

ARG berfungsi untuk mengukur intensitas curah hujan secara otomatis, sedangkan AWS mengumpulkan data meteorologi lengkap seperti suhu, kelembapan, dan kecepatan angin. Alat-alat ini dipasang di sepanjang aliran sungai yang rawan terdampak lahar dingin.

Pemasangan perangkat pada awal tahun lalu didukung Pemerintah Swiss melalui Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC), dan melibatkan kolaborasi antara berbagai instansi, termasuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta PVMBG.

2. Penetapan Zona Bahaya dan Pembatasan Aktivitas

PVMBG dan Kementerian ESDM telah menetapkan zona bahaya Gunung Semeru untuk meminimalkan risiko erupsi bagi warga dan pendaki. Zona bahaya sendiri adalah area di sekitar gunung berapi yang berpotensi terdampak langsung material vulkanik, awan panas, atau aliran lahar.

Saat ini, Gunung Semeru berada pada status Level II (Waspada), yang berarti masyarakat di sekitar gunung diimbau untuk waspada terhadap potensi bahaya dan membatasi aktivitas di area rawan sesuai rekomendasi resmi.

3. Pemetaan Wilayah Rawan Bencana

Dilansir ELH Sekolah Pascasarjana Unair, langkah pertama dalam fase mitigasi adalah pemetaan wilayah rawan bencana. Dengan pemetaan ini, dapat diketahui area yang berisiko tinggi terhadap dampak erupsi, seperti aliran lahar, awan panas, dan guguran lava.

Informasi tersebut menjadi sangat penting untuk perencanaan evakuasi serta pembangunan infrastruktur yang aman, sehingga risiko terhadap korban jiwa dan kerusakan properti dapat diminimalkan.

4. Edukasi dan Sosialisasi kepada Masyarakat

Edukasi mitigasi bencana di sekolah-sekolah menjadi salah satu cara untuk memberikan pengetahuan dan kesiapan kepada generasi muda. Melalui permainan edukatif dan buku ajar, siswa dikenalkan pada risiko bencana gunung api, serta tindakan yang perlu dilakukan sebelum, saat, dan setelah terjadi erupsi.

Penerapan pendidikan mitigasi ini tidak hanya bermanfaat bagi siswa, tetapi dapat meningkatkan pemahaman masyarakat secara luas. Dengan pemahaman yang lebih baik, warga di sekitar kawasan rawan bencana dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat dan lebih siap menghadapi potensi bahaya.

5. Kolaborasi Pentahelix dalam Penanggulangan Bencana

Melansir SIAP SIAGA, mitigasi erupsi Gunung Semeru memerlukan pendekatan pentahelix, yaitu kerja sama lintas sektor antara pemerintah, akademisi, badan usaha, masyarakat, dan media. Sinergi ini memastikan proses perencanaan, pencegahan, respons darurat, hingga rehabilitasi dapat berjalan efektif dan berkesinambungan.

Dalam praktiknya, manajemen tanggap darurat mengimplementasikan pentahelix melalui beberapa lapisan. Lapisan pertama dipimpin Fokompimda dan OPD/SKPD sebagai pengambil keputusan strategis.

Lapisan kedua melibatkan Forum PRB Jatim dan Desk Relawan yang menyediakan data pendukung untuk kebijakan tanggap darurat. Lapisan ketiga adalah LSM, CSO, dan relawan yang terlibat langsung dalam kegiatan di lapangan, sedangkan lapisan keempat terdiri dari BPBD Jawa Timur dan BNPB, dibantu SIAP SIAGA.

Struktur berlapis ini memungkinkan setiap pemangku kepentingan menjalankan peran dan mandatnya secara efektif, sehingga terpadu dan menyeluruh. Pendekatan ini juga memperkuat sistem informasi, mempercepat pemulihan wilayah terdampak, dan memastikan kesiapsiagaan tetap tinggi sebelum, selama, dan setelah erupsi.

Halaman 2 dari 3
(hil/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads