MBG di Surabaya Dikeluhkan Basi, Ahli Gizi Bongkar Faktor Penyebabnya

MBG di Surabaya Dikeluhkan Basi, Ahli Gizi Bongkar Faktor Penyebabnya

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 19 Sep 2025 14:45 WIB
MBG kondisi baik di SMPN 1 Jombang
Ilustrasi MBG (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Surabaya -

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMAN 15 Surabaya sempat dikeluhkan siswa karena basi. Ahli gizi pun mengingatkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program ini.

Ahli Gizi dari Ottimmo International, Heni Adhianata, menekankan terkait pentingnya standar kebersihan dan proses produksi yang ketat dalam skala besar dalam program ini.

Mengingat proses memasak dalam program MBG yang dilakukan dalam jumlah besar, bahkan bisa mencapai ribuan porsi sekali masak, menuntut perhatian ekstra pada banyak aspek. Hal ini jauh berbeda dibandingkan dengan memasak untuk porsi kecil di rumah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Program MBG ini kan proses memasaknya dalam skala besar ya. Sekali masak itu mereka kalau nggak salah bisa sampai ribuan porsi, seperti itu sehingga ada beberapa hal yang perlu dijaga," jelas Heni saat dihubungi detikJatim, Jumat (19/9/2025).

Ia menjelaskan, prinsip dasar pengolahan makanan adalah menjaga kebersihan. Dalam konteks ini, ada dua aspek utama yang perlu diperhatikan yakni kebersihan personal penjamah makanan, serta kebersihan lingkungan dan peralatan dapur.

ADVERTISEMENT

"Kebersihan, sanitasi, dan higienitas itu ada dua komponen yang perlu diperhatikan. Yang pertama adalah hygiene sanitasi dari personalnya, personal penjamah makanan yang mengolah, serta hygiene sanitasi lingkungan memasaknya, termasuk peralatan, pisau, dan yang lain sebagainya," jelasnya.

Lebih lanjut, Heni juga menekankan pentingnya standar operasional prosedur (SOP) dalam seluruh tahapan, mulai dari bahan mentah, proses memasak, pengemasan, hingga pendistribusian ke sekolah-sekolah.

"SOP itu bisa kita buat mulai dari bahan datang, proses pensortirannya bagaimana, proses pembersihan sayur dan yang lain sebagainya bagaimana, itu biasanya ada yang namanya SOP persiapan bahan," ujar Heni.

Heni menambahkan bahwa salah satu risiko terbesar dalam memasak dalam jumlah besar adalah tidak meratanya kematangan. Hal ini bisa sangat berbahaya, terutama untuk bahan makanan seperti ayam yang rawan terkontaminasi bakteri jika tidak matang sempurna.

"Proses memasaknya itu harus dipastikan matang secara merata. Jadi proses memasak yang matang sempurna, terlebih kalau itu adalah ayam, proses memasaknya juga harus dipastikan benar-benar matang sempurna," tuturnyw.

Heni turut mengatakan bahwa peralatan masak dan perlengkapan penyajian juga perlu diperhatikan, harus dibedakan untuk makanan mentah dan matang.

"Selanjutnya perlu dipastikan apakah pendistribusian ke kotak-kotak makan itu dilakukan secara hygiene? Apakah orang tersebut menggunakan masker penutup hidung seperti itu? Nah, itu kan juga salah satu hal yang perlu diperhatikan," bebernya.

Salah satu hal krusial lain adalah distribusi makanan yang harus dilakukan secepat mungkin dan dengan paparan udara seminimal mungkin. Semakin lama makanan berada dalam suhu ruang, dan semakin sering kontak dengan udara, risiko kontaminasi bisa meningkat.

"Ketika proses pendistribusian tidak dilakukan secara langsung, kita harus bisa meminimalisir kontak makanan tersebut dengan udara. Semakin minim kontak makanan tersebut dengan udara, otomatis kesempatan untuk bakteri mengkontaminasi makanan tersebut juga akan lebih kecil," terang Heni.

Menjawab keluhan terkait makanan basi yang diterima di sekolah, Heni menilai hal itu bisa terjadi akibat banyak faktor, mulai dari jarak distribusi, proses penyimpanan, hingga bahan makanan yang digunakan.

"Kalau memang jarak tempuhnya membutuhkan waktu berjam-jam, berarti bisa kita requestkan, jangan memasak atau mengolah makanan yang risiko rusaknya tinggi. Jadi mungkin lebih yang minim kuah seperti itu," katanya.

Heni juga menyarankan agar sekolah memiliki mekanisme sampling atau pengecekan sebelum makanan disajikan kepada siswa. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa kontaminasi kadang tidak langsung terlihat.

"Outbreak dari makanan itu kadang tidak langsung terlihat. Bisa jadi dia sudah terkontaminasi cemaran, tapi belum bereaksi untuk menghasilkan lendir atau bau yang menyengat," ucapnya.

Jika makanan yang kurang layak ternyata sudah dikonsumsi dan menimbulkan gejala seperti mual atau diare, maka langkah awal yang bisa dilakukan adalah mencegah dehidrasi.

"Langkah pertama, seperti kalau misalnya kita, orang diare, kita berikan cairan, entah itu cairan air putih maupun oralit. Jadi yang pertama diberikan adalah supaya anak tersebut tidak dehidrasi, supaya diarenya itu tidak semakin parah," pungkasnya.




(auh/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads