Lapangan Hijau Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) dipenuhi derap langkah dan dentuman drum. Ratusan santri dengan seragam warna-warni tampil penuh percaya diri membuka Gontor Marching Band Competition (GMBC) 2025, Selasa (16/9/2025).
Di balik panggung, terlihat wajah-wajah tegang sekaligus antusias. Beberapa santri berdoa pelan sambil memeluk alat musik mereka, sementara lainnya saling menepuk bahu sebagai penyemangat. Bagi mereka, tampil di GMBC bukan sekadar lomba, melainkan puncak dari latihan panjang berbulan-bulan.
"Latihannya hampir tiap hari, bahkan sering sampai malam. Tapi capeknya terbayar kalau bisa tampil di acara sebesar ini," kata Rasyid (17), salah satu peserta GMBC, dengan senyum lega.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
GMBC kali ini memang istimewa. Selain menjadi bagian dari peringatan 100 tahun Gontor, ajang ini juga menegaskan bahwa seni punya ruang tersendiri di dunia pesantren. Moto "Nada Santri Berpadu dalam Harmoni, Menguatkan Ukhuwwah Islami" benar-benar terasa dalam setiap hentakan kaki dan harmoni musik yang dimainkan.
"Kompetisi ini bukan sekadar hiburan. Di dalam marching band terkandung pendidikan disiplin, ketekunan, dan kebersamaan. Inilah bekal santri menghadapi tantangan nyata di masa depan," ujar Ketua Panitia Peringatan 100 Tahun Gontor, Hamid Fahmy Zarkasyi.
Sorak sorai penonton semakin pecah ketika Presiden Asian Marching Band Confederation (AMBC), Sehat Kurniawan Saiman, ikut memberikan apresiasi.
"GMBC sudah memenuhi standar Asia bahkan dunia. Ini bisa jadi pintu gerbang marching band pesantren untuk mendunia," katanya, disambut tepuk tangan ribuan santri.
Pimpinan PMDG, Akrim Mariyat juga menekankan nilai kebersamaan yang lahir dari musik barisan ini.
"Marching band bukan sekadar seni musik, tetapi juga sarana pendidikan yang menumbuhkan kebersamaan," ucapnya.
Untuk menjaga kualitas, GMBC 2025 bekerja sama dengan World Marching Band Organization (WMBO), AMBC, dan Himpunan Orkes Barisan Indonesia (HOBI). Standar internasional ini membuat santri Gontor makin percaya diri bahwa karya mereka bisa diakui lebih luas.
Malam kian turun, namun semangat di Lapangan Hijau tak padam. Gemuruh drum dan tiupan terompet terus berpadu dengan sorak penonton. Di usia seabadnya, Gontor menunjukkan bahwa pesantren bukan hanya melahirkan ulama, tetapi juga seniman yang disiplin dan penuh semangat kebersamaan.
(auh/hil)