- Sejarah Panjang Pasuruan Sejak Abad ke-8
- Asal Usul Nama Pasoeroean
- Masa Kolonial Belanda dan Hari Jadi Pasuruan
- Perkembangan Pasuruan Pasca Kemerdekaan
- Letak Geografis dan Administrasi Pasuruan
- Ekonomi Pasuruan: Dari Perkebunan hingga Industri
- Kebudayaan dan Tradisi Masyarakat Pasuruan
- Wisata Alam, Religi, dan Sejarah di Pasuruan
Kota dan Kabupaten Pasuruan di Jawa Timur dikenal sebagai daerah dengan sejarah panjang lebih dari seribu tahun. Letaknya yang strategis di pesisir utara Pulau Jawa menjadikan wilayah ini jalur perdagangan penting sejak masa kerajaan hingga era modern.
Tidak hanya sebagai kota tua, Pasuruan juga menyimpan kekayaan budaya, ekonomi, dan pariwisata yang terus berkembang dari masa ke masa.
Simak Sejarah panjang wilayah Pasuruan, perkembangan dan daya tariknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Panjang Pasuruan Sejak Abad ke-8
Dilansir dari laman resmi pasuruankab.go.id, jejak sejarah Pasuruan sudah ada sejak abad ke-8 ketika wilayah Pulokerto, Kecamatan Kraton, menjadi salah satu pusat pemerintahan Kerajaan Kalingga di masa Raja Kiyen. Selanjutnya, Pasuruan masuk ke dalam pengaruh Kerajaan Mataram Kuno di bawah Dinasti Sanjaya.
Pada era Mpu Sindok yang memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur, lahir Prasasti Cungrang di Bulusari, Gempol. Sejarah ini semakin menguatkan posisi Pasuruan sebagai daerah penting sejak awal peradaban Jawa.
Asal Usul Nama Pasoeroean
Nama Pasoeroean mulai populer pada abad ke-14 ketika tercatat dalam Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca. Kata ini berarti "tempat tumbuh tanaman suruh". Pada era Islam, Pasuruan menjadi wilayah penting dakwah Sunan Giri dengan pusat di Sidogiri, sebelum akhirnya masuk dalam kekuasaan Demak, Pajang, dan Mataram.
Saat kejayaan Kerajaan Majapahit (1293-1527), Pasuruan berkembang pesat sebagai daerah agraris dan pusat perdagangan pesisir. Setelah Majapahit runtuh, wilayah ini masuk dalam Kesultanan Demak, lalu berpindah ke Kesultanan Mataram.
Masa Kolonial Belanda dan Hari Jadi Pasuruan
![]() |
Pengaruh Eropa semakin kuat setelah tahun 1677 ketika VOC menguasai Pasuruan. Daerah ini berkembang sebagai sentra perkebunan besar, terutama tebu dan kopi. Pasuruan resmi ditetapkan sebagai kabupaten pada 1 Januari 1901.
Berdasarkan kajian sejarah, masyarakat sepakat menetapkan 18 September 929 M sebagai Hari Jadi Kabupaten Pasuruan. Tanggal ini merujuk pada Prasasti Turyan, salah satu bukti tertua keberadaan Pasuruan. Hingga kini, peringatan tersebut menjadi momen penting untuk merawat identitas lokal.
Perkembangan Pasuruan Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Pasuruan resmi menjadi bagian dari Republik Indonesia. Ekonominya terus berkembang dari sektor pertanian dan perkebunan menuju industri dan perdagangan.
Memasuki era 2000-an, Pasuruan semakin menonjol dengan hadirnya kawasan industri di Bangil, Pandaan, dan Rembang, di samping kekuatan sektor perikanan pesisir dan UMKM lokal. Hingga 2025, Pasuruan dikenal sebagai daerah dengan perekonomian yang dinamis tanpa meninggalkan jejak sejarahnya.
Letak Geografis dan Administrasi Pasuruan
Kabupaten Pasuruan menempati posisi strategis karena dilalui jalur utama Surabaya-Malang serta Surabaya-Banyuwangi. Luas wilayahnya sekitar 147.401 hektare atau 3,13 persen dari total luas Provinsi Jawa Timur.
![]() |
Secara administratif, Pasuruan terbagi dalam 24 kecamatan, 24 kelurahan, 341 desa, dan 1.694 pedukuhan. Wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura di utara, Kabupaten Malang di selatan, Kabupaten Probolinggo di timur, serta Kabupaten Mojokerto di barat.
Ekonomi Pasuruan: Dari Perkebunan hingga Industri
Sejak masa kolonial, Pasuruan dikenal sebagai sentra perkebunan tebu, kopi, cengkih, dan karet. Pada abad ke-19, daerah ini bahkan menjadi salah satu penghasil kopi berkualitas ekspor.
![]() |
Kini, perekonomian Pasuruan semakin beragam. Kawasan industri modern berkembang pesat di Pandaan, Bangil, dan Rembang. Di sisi lain, sektor perikanan tangkap dan budidaya tetap menjadi andalan karena posisi Pasuruan di pesisir Laut Jawa. UMKM lokal juga tumbuh dengan produk keripik tempe, minuman herbal, dan kerajinan tangan.
Kebudayaan dan Tradisi Masyarakat Pasuruan
Kekayaan budaya Pasuruan lahir dari percampuran berbagai etnis. Tradisi Jawa dan Madura berpadu dengan nuansa Islam yang kuat, serta pengaruh Tionghoa dan Arab. Hal ini tampak dalam tradisi keagamaan seperti haul para wali, ruwatan desa, dan sedekah laut yang masih dijalankan hingga kini.
Kesenian tradisional yang khas antara lain:
- Tari Remo dan Ludruk, yang menjadi hiburan rakyat.
- Hadrah Al-Banjari, musik Islami yang populer di kalangan pesantren.
- Wayang kulit, yang tetap lestari dalam berbagai perayaan adat.
Selain itu, bangunan bersejarah seperti Masjid Jami' Al-Anwar di Bangil (dibangun pada abad ke-19), peninggalan kolonial Belanda berupa gedung-gedung tua di pusat kota, serta klenteng Tionghoa juga memperlihatkan jejak panjang pluralitas budaya di Pasuruan.
Wisata Alam, Religi, dan Sejarah di Pasuruan
![]() |
Dengan sejarah panjang dan kondisi geografis unik, Pasuruan memiliki destinasi wisata yang beragam:
- Wisata Alam: Air Terjun Coban Baung, Kebun Raya Purwodadi, hingga akses menuju Gunung Bromo.
- Wisata Religi: Makam KH. Abdul Hamid di Kota Pasuruan, pesantren tua Sidogiri, dan situs Islam bersejarah.
- Wisata Sejarah: Gedung kolonial di pusat kota, prasasti kuno, hingga peninggalan perkebunan Belanda.
- Wisata Kuliner: Soto Pasuruan, rawon, nasi jagung, klepon, hingga jenang khas.
Dengan usia lebih dari seribu tahun, Pasuruan adalah kota tua yang tetap hidup dan dinamis. Jejak sejarah dari prasasti kuno, pengaruh kerajaan besar, masa kolonial, hingga era modern menjadikan Pasuruan sebagai daerah dengan identitas kuat. Kekayaan budaya, potensi ekonomi, dan destinasi wisata yang beragam menjadikan Pasuruan salah satu daerah penting di Jawa Timur yang layak dikunjungi sekaligus dibanggakan.
Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(ihc/irb)