Apa Itu Banjir Lahar? Ini Penyebab hingga Lokasi Rawan di Jatim

Apa Itu Banjir Lahar? Ini Penyebab hingga Lokasi Rawan di Jatim

Fadya Majida Az-Zahra - detikJatim
Kamis, 11 Sep 2025 13:55 WIB
Banjir lahar Gunung Semeru
Banjir lahar Gunung Semeru. Foto: Nur Hadi Wicaksono/detikJatim
Surabaya -

Banjir lahar kerap melanda Jawa Timur, terutama di kawasan sekitar gunung berapi aktif seperti Semeru, Kelud, dan Arjuno-Welirang. Bencana ini muncul saat material vulkanik sisa erupsi terbawa arus hujan deras hingga turun ke daerah lebih rendah.

Aliran lahar yang bercampur air hujan itu kerap merusak permukiman, infrastruktur, dan lahan pertanian di sepanjang jalur sungai. Daya rusaknya yang tinggi menjadikan banjir lahar ancaman serius bagi ribuan warga di sekitar lereng gunung.

Fenomena ini bukan sekadar persoalan lokal. Dengan deretan gunung berapi aktif yang masih rutin memuntahkan material vulkanik, penting bagi masyarakat memahami apa itu banjir lahar, daerah rawan, penyebabnya, serta langkah mitigasi untuk mengurangi dampaknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Definisi Banjir Lahar

Banjir lahar adalah aliran material vulkanik berupa batu, pasir, kerikil, abu, hingga lumpur yang terbawa arus air hujan atau air sungai dari lereng gunung berapi. Banjir lahar dingin disebabkan luapan sungai yang mengalirkan material lahar dingin.

Lahar sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni lahar dingin (hasil campuran material vulkanik lama dengan air hujan) dan lahar panas (aliran material pijar pasca letusan). Dalam konteks Jawa Timur, lahar dingin lebih sering terjadi dan menjadi bencana rutin setelah erupsi gunung besar.

ADVERTISEMENT

Banjir lahar biasanya terjadi tiba-tiba dan membawa daya rusak besar. Debit air yang membawa material padat membuat aliran banjir menjadi sangat kuat, bahkan mampu menghanyutkan rumah, jembatan, dan kendaraan.

Lokasi yang Sering Terjadi Banjir Lahar di Jawa Timur

Sejumlah wilayah di Jawa Timur rawan banjir lahar akibat aliran sungai berhulu di lereng gunung berapi aktif. Material vulkanik kerap terbawa hujan deras hingga ke permukiman warga. Berikut sejumlah lokasi di Jawa Timur yang sering terjadi banjir lahar.

1. Gunung Semeru (Lumajang-Malang)

Daerah yang paling rentan terdampak berada di sepanjang aliran sungai besar seperti Besuk Kobokan, Besuk Sat, dan Besuk Lanang. Banyak desa, termasuk di wilayah Pronojiwo dan Sumberwuluh, berada tepat di jalur aliran lahar, membuatnya sangat rentan terlanda.

2. Gunung Kelud (Kediri-Blitar-Malang)

Sungai-sungai yang berhulu di puncak Kelud menjadi jalur utama aliran lahar, seperti Sungai Konto dan Sungai Ngobo. Wilayah di sekitar sungai-sungai tersebut, termasuk di Kediri, Blitar, dan Malang, perlu waspada terhadap potensi bencana ini.

3. Gunung Arjuno-Welirang (Mojokerto-Pasuruan-Malang)

Meskipun tidak seaktif Semeru atau Kelud dalam hal erupsi besar, Gunung Arjuno-Welirang tetap memiliki risiko banjir lahar dingin. Di musim hujan, aliran sungai yang berada di lereng gunung ini kerap membawa material vulkanik yang telah lama mengendap.

Daerah yang dilalui sungai-sungai tersebut, terutama di Mojokerto, Pasuruan, dan Malang, perlu mewaspadai ancaman banjir lahar dingin yang dapat merusak permukiman, lahan pertanian, hingga infrastruktur di jalur alirannya.

Wilayah-wilayah ini bukan hanya menjadi jalur lahar alami, tetapi juga pusat aktivitas manusia seperti permukiman dan lahan pertanian, sehingga risiko bencana yang ditimbulkan semakin tinggi.

Penyebab Banjir Lahar

Banjir lahar terjadi akibat kombinasi erupsi gunung berapi dan curah hujan tinggi. Material hasil letusan gunung seperti pasir, batu, dan abu vulkanik biasanya menumpuk di lereng dan kawah. Ketika hujan turun deras, material ini terbawa air dan turun ke sungai.

Namun, beberapa kasus banjir lahar juga bisa dipicu faktor alam dan aktivitas manusia. Salah satu penyebab utamanya adalah seperti yang terjadi di Gunung Semeru pada tahun 2023, dikarenakan adanya penghalang di aliran sungai.

Sungai ini sejatinya menjadi jalur utama aliran air dari gunung menuju pantai atau laut. Namun, aktivitas tambang yang meninggalkan tumpukan material di tengah aliran sering kali menciptakan sekat atau penghalang.

Kondisi tersebut menyebabkan air tidak dapat mengalir dengan lancar, sehingga ketika debit meningkat akibat hujan deras, aliran sungai meluap, dan bahkan menjebol tanggul penahan.

Selain itu, curah hujan yang tinggi dan sulit diprediksi memperbesar potensi terjadinya banjir lahar. Air hujan yang bercampur dengan material vulkanik menambah volume dan tekanan aliran sungai, sehingga mengancam kawasan pertanian maupun permukiman.

Dampaknya, banyak lahan tani mengalami kerusakan hingga gagal panen, yang berujung pada kerugian ekonomi masyarakat. Situasi ini menjadikan warga di sekitar jalur aliran lahar harus selalu waspada, terutama di musim hujan yang rawan membawa material vulkanik dari hulu gunung.

Dampak Banjir Lahar

Banjir lahar tidak hanya mengancam keselamatan jiwa, tetapi juga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Material vulkanik yang terbawa arus deras dapat merusak infrastruktur, menutup lahan pertanian, hingga mengganggu aktivitas ekonomi warga di sekitar jalur aliran.

  • Kerusakan Infrastruktur: Jembatan, jalan, dan rumah penduduk rusak akibat material berat yang menghantam.
  • Kehilangan Lahan Pertanian: Sawah dan kebun tertutup pasir serta lumpur, membuat lahan tidak produktif.
  • Ancaman Jiwa: Aliran banjir lahar yang deras bisa menelan korban jiwa bila masyarakat tidak sempat menyelamatkan diri.
  • Gangguan Ekonomi: Aktivitas ekonomi warga, terutama petani dan penambang pasir, terganggu akibat jalur transportasi terputus.

Upaya Pasca-banjir Lahar

Setelah banjir lahar melanda, berbagai langkah perlu segera dilakukan untuk meminimalkan dampak lanjutan dan memulihkan kondisi masyarakat. Upaya ini meliputi penanganan aliran sungai, pemulihan lahan, hingga relokasi warga dari zona rawan bencana.

  • Normalisasi Sungai: Membersihkan aliran sungai dari material vulkanik agar tidak meluap kembali.
  • Pembangunan Sabodam: Bendungan pengendali lahar di hulu sungai untuk menahan material vulkanik.
  • Relokasi Warga: Memindahkan masyarakat dari zona rawan ke tempat yang lebih aman.
  • Rehabilitasi Lahan: Mengembalikan fungsi lahan pertanian dengan pembersihan dan rekondisi tanah.
  • Peringatan Dini: Pemasangan sistem peringatan banjir lahar berbasis sensor hujan dan aliran sungai.

Upaya-upaya tersebut penting agar masyarakat tetap bisa hidup berdampingan dengan alam, khususnya di sekitar gunung berapi aktif di Jawa Timur, sehingga risiko bencana dapat ditekan dan keberlangsungan aktivitas sosial ekonomi warga tetap terjaga.

Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(auh/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads