Warga Desa Klurak, Kecamatan Candi, Sidoarjo mengeluhkan kondisi air sumur yang berubah warna. Air yang tadinya jernih kini berbau tak sedap, dan terasa licin di kulit selama sebulan terakhir.
Menurut warga setempat, pencemaran air sumur diduga berasal dari sungai yang berada di selatan permukiman warga dan kerap tercemar limbah pabrik gula setiap musim giling.
"Kalau musim giling, air sumur pasti kotor. Warnanya berubah, licin, dan baunya tidak enak," ujar Djoni (63), warga RT 7 RW 2, kepada detikJatim, Senin (9/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Djoni menjelaskan masalah ini bukan hal baru. Hampir setiap tahun saat musim giling pabrik gula air sumur selalu mengalami perubahan serupa.
Akibatnya, warga harus membeli air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mencuci, mandi, dan memberi minum ternak.
"Saya habis Rp 30.000 hingga Rp 40 000 setiap hari untuk beli air bersih," katanya.
Hal serupa dialami Sugiono (65), warga RT 4, RW 2 yang mengalami kesulitan menyediakan air bersih untuk ternaknya.
"Saya punya empat sapi. Pas air sumur kotor, sapi-sapi tidak mau minum," ungkapnya.
Sugiono mengatakan, hampir setiap hari ia membeli air galon untuk minum dan memandikan sapi.
"Kalau tidak minum, nanti sapi saya bisa mati," ujarnya.
Ia menghabiskan lima hingga tujuh galon air bersih setiap hari hanya untuk kebutuhan ternaknya.
Belum lagi kebutuhan keluarga di rumah yang juga harus dipenuhi. Kondisi ini tentu memberatkan, terutama jika berlangsung lama.
"Kalau dihitung-hitung, biayanya cukup besar setiap hari," tambah Sugiono.
Warga berharap pemerintah segera menindaklanjuti permasalahan ini dengan mencari penyebab pasti pencemaran air sumur di desa mereka.
Dugaan kuat mengarah pada limbah pabrik gula yang dibuang ke aliran sungai.
"Kami sudah melapor dan minta solusi jangka panjang. Air bersih adalah kebutuhan pokok," kata Djoni.
Kepala Dinas DLHK Sidoarjo Bahrul Amig menyampaikan bahwa pihaknya sudah turun langsung ke lapangan terkait keluhan pencemaran yang diduga berasal dari aktivitas giling PG Candi.
Tim DLHK telah mengambil sampel 2 hari lalu, dan hasil laboratorium diperkirakan baru keluar sekitar 12 hari lagi.
"Kami telah melakukan pengecekan bersama Camat Candi. Ada pantauan kotor, dan kami akan coba memantau pengelolaan limbah di pabrik gula tersebut," ujarnya.
Pihak DLHK juga telah mengambil sampel air sumur warga untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Kami akan cek dulu, baru bisa memberikan tindak lanjut. Sambil menunggu hasil uji, DLHK juga melakukan beberapa langkah teknis," imbuh Amig.
DLHK akan melakukan treatment lingkungan menggunakan formula ramah lingkungan untuk mereduksi bau dan mendekomposisi partikel tidak stabil yang berpotensi membahayakan biota maupun manusia.
Amig menambahkan, penerapan metode Ekolindi, Ekosungai, dan Ekosumur akan dilakukan untuk mengurangi dampak pencemaran, yang nantinya akan dievaluasi perkembangannya.
Pihaknya, kata Amig, akan berkoordinasi dengan camat dan kepala desa setempat, juga dengan pihak perusahaan agar ada solusi yang tepat sasaran.
"Tim kami sudah komunikasi dengan PG Candi terus dilakukan, meski yang ditemui bukan pengambil keputusan utama. Besok tim DLHK akan menemui pihak perusahaan secara langsung agar ada langkah konkret dari mereka untuk menindaklanjuti persoalan ini," pungkas Amig.
(dpe/abq)











































