Bonek Gelar Aksi Damai Kawal 3 Rekan yang Jalani Sidang Pengeroyokan

Bonek Gelar Aksi Damai Kawal 3 Rekan yang Jalani Sidang Pengeroyokan

Suparno - detikJatim
Senin, 08 Sep 2025 15:14 WIB
Bonek unjuk rasa damai di Kejari Sidoarjo
Bonek unjuk rasa damai di Kejari Sidoarjo (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Sejumlah suporter Persebaya yang tergabung dalam komunitas Bonek Sidoarjo menggelar aksi damai pada Senin (8/9/2025) untuk mengawal proses hukum tiga rekannya yang sedang menjalani sidang kasus dugaan pengeroyokan.

Aksi puluhan Bonek ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas dan desakan atas dugaan ketidaksesuaian prosedur penanganan kasus oleh aparat penegak hukum.

Ketiga suporter tersebut sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam insiden yang terjadi pada 28 April 2025, saat acara nonton bareng pertandingan Persebaya melawan Arema di sebuah kafe kawasan Kapling DPR, Sidoarjo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kejadian itu, terjadi kericuhan yang berujung pada dugaan pengeroyokan terhadap salah satu individu yang disebut sebagai 'oknum suporter luar'.

Namun, menurut para pengunjuk rasa, insiden tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan melalui proses mediasi dan Restorative Justice (RJ).

ADVERTISEMENT

Kesepakatan damai dicapai pada 24 Mei 2025 di rumah korban yang beralamat di Pasuruan, dan pihak korban pun telah mencabut laporan polisi. Meski demikian, ketiga Bonek tersebut hingga kini masih menjalani proses hukum dan ditahan.

"Aksi damai ini kami lakukan bukan untuk membuat keributan, tapi sebagai bentuk dukungan moral bagi adik-adik kami yang saat ini menghadapi proses hukum yang kami nilai tidak sesuai. Padahal kasus ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan," kata Cak Tulus, Koordinator Bonek Sidoarjo, saat ditemui di lokasi aksi, Senin 8/9/2025).

Lebih lanjut, Cak Tulus menyebut bahwa ada dugaan pelanggaran prosedur dalam proses penangkapan yang dilakukan terhadap ketiga suporter tersebut.

"Mereka ditangkap pada dini hari tanpa surat penangkapan dan tanpa pemberitahuan kepada orang tua. Ini yang juga kami pertanyakan," ujarnya.

Dalam aksinya, Bonek juga menyinggung pentingnya evaluasi terhadap kinerja penyidik di kepolisian maupun kejaksaan. Mereka meminta agar proses hukum berjalan adil dan proporsional, serta mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Restorative Justice.

"Kami tidak menutup mata. Ini juga menjadi bahan introspeksi diri kami, bahwa ke depan, hal serupa tidak boleh terulang. Tapi kami juga ingin keadilan ditegakkan sesuai dengan semangat perdamaian yang sudah dibangun," kata Cak Tulus.

Ia menegaskan bahwa acara nonton bareng saat itu bersifat internal dan bukan ajang terbuka. "Kalau ada oknum dari luar yang masuk, mungkin karena ketidaktahuan. Tapi ini jangan jadi alasan untuk menghukum berlebihan rekan-rekan kami," tambahnya.

Bonek, menurut Cak Tulus, bukan organisasi formal sehingga sulit untuk mengontrol setiap individu di berbagai komunitas. Namun, mereka tetap berkomitmen menyuarakan kebenaran dengan cara-cara yang damai.

"Harapan kami sederhana: mari cegah kemungkinan terburuk, dan dorong potensi-potensi kebaikan. Jangan sampai proses hukum ini justru memadamkan semangat perdamaian yang sudah terbangun," tutupnya.

Menanggapi aspirasi tersebut, Kanit Pidana Umum (Pidum) Kejari Sidoarjo, Hafidi, memberikan penjelasan terkait proses hukum yang tengah berjalan.

Menurut Hafidi, pihak Kejaksaan telah melakukan mediasi dengan para pihak terkait, baik di tingkat penyidikan maupun sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan. Namun, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 mengenai Restorative Justice (RJ), mekanisme tersebut tidak dapat diterapkan karena ancaman pidana kasus ini lebih dari tujuh tahun.

"Meski begitu, upaya damai dan santunan yang sudah dilakukan tidaklah sia-sia. Hal ini akan menjadi catatan dan pertimbangan dalam proses penuntutan, serta menjadi bahan pertimbangan hakim di persidangan," ujar Hafidi saat ditemui di Kejari Sidoarjo, Senin (8/9/2025)

Ia menegaskan, meskipun korban sudah mencabut laporan, proses hukum tetap berjalan karena hukum pidana merupakan perkara umum yang tidak bergantung pada aduan korban semata.

"Kami juga tidak menghalangi keluarga terdakwa dan para terdakwa untuk mengajukan penangguhan, permohonan, atau Restorative Justice melalui kuasa hukum. Proses tersebut dapat dilakukan pada tahapan penyidikan, kejaksaan, maupun persidangan sesuai mekanisme yang diatur oleh peraturan," jelasnya.

Hafidi juga menyampaikan bahwa sidang perkara ini telah memasuki tahap pemeriksaan bukti dan saksi setelah penolakan eksepsi oleh hakim.

"Kami akan menguji kebenaran klaim adanya perdamaian, kronologis kejadian, serta fakta-fakta lain yang menjadi dasar pembuktian. Semua fakta ini akan kami perhatikan demi memenuhi rasa keadilan di masyarakat," katanya.

Terkait dugaan adanya ketidaksesuaian prosedur selama penyidikan, Hafidi menyatakan bahwa pihak kejaksaan menghormati proses hukum yang berjalan dan mengimbau semua pihak untuk memahami jalannya persidangan.

"Ini akan menjadi tonggak hukum bagi Kabupaten Sidoarjo. Kami berharap semua pihak dapat memahaminya," tutup Hafidi.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads