Jejak Panjang Probolinggo, dari Banger Kecil hingga Kota Strategis

Jejak Panjang Probolinggo, dari Banger Kecil hingga Kota Strategis

Irma Budiarti - detikJatim
Rabu, 03 Sep 2025 01:00 WIB
HARI JADI KOTA PROBOLINGGO.
HARI JADI KOTA PROBOLINGGO. Foto: Davira Aurelly/detikJatim
Surabaya -

Sejarah Kota Probolinggo berawal dari sebuah pedukuhan kecil bernama Banger di masa kejayaan Majapahit. Dari pergolakan masa lalu lahirlah Probolinggo, kota di jalur strategis Pantura yang terus berkembang menjadi salah satu kota besar di Jawa Timur.

Kota Probolinggo adalah salah satu kota penting di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Terletak sekitar 100 kilometer di tenggara Surabaya, kota ini berbatasan langsung dengan Selat Madura di utara dan dikelilingi Kabupaten Probolinggo di sisi timur, selatan, dan barat. Jumlah penduduk sekitar 246.980 jiwa pada tahun 2023.

Probolinggo merupakan kota terbesar keempat di Jawa Timur setelah Surabaya, Malang, dan Kediri. Berada di kawasan Tapal Kuda, Probolinggo juga dikenal sebagai jalur utama pantai utara Jawa yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Bali, menjadikannya kota strategis sekaligus ramai dilintasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Letak Geografis Kota Probolinggo

Kota Probolinggo terletak pada koordinat 7Β°43β€²41β€³ hingga 7Β°49β€²04β€³ Lintang Selatan dan 113Β°10β€² hingga 113Β°15β€² Bujur Timur. Wilayahnya memiliki luas sekitar 56,67 kmΒ² dan dikenal sebagai kota transit penting di jalur pantura timur Jawa.

ADVERTISEMENT

Kota ini menghubungkan daerah-daerah di sebelah timur seperti Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Lumajang, dengan kota-kota di sebelah barat seperti Pasuruan, Malang, dan Surabaya.

Secara administratif, Kota Probolinggo terbagi menjadi lima kecamatan dengan total 29 kelurahan. Rinciannya, Kecamatan Mayangan memiliki lima kelurahan, Kecamatan Kademangan enam kelurahan.

Kecamatan Wonoasih enam kelurahan, Kecamatan Kedopok enam kelurahan, dan Kecamatan Kanigaran enam kelurahan. Pembagian wilayah ini memudahkan pemerintahan dalam mengatur pembangunan serta pelayanan masyarakat di seluruh penjuru kota.

Sejarah Kota Probolinggo

Dilansir DPUPRPKP Kota Probolinggo, sejarah Kota Probolinggo berawal pada masa pemerintahan Prabu Radjasanagara atau Sri Nata Hayam Wuruk, Raja Majapahit ke-IV (1350-1389), wilayah yang kini dikenal sebagai Probolinggo disebut Banger, diambil dari nama sungai yang melintasinya.

Banger saat itu hanyalah pedukuhan kecil di bawah kekuasaan seorang Akuwu di Sukodono. Nama Banger tercatat dalam Negarakertagama karya pujangga Prapanca, salah satu sumber sejarah penting Kerajaan Majapahit.

Seiring perkembangan politik Majapahit, status Banger pun berubah. Dari pedukuhan kecil di muara Kali Banger, wilayah ini berkembang menjadi Pakuwon yang dipimpin seorang Akuwu di bawah kendali langsung Majapahit.

Ketika Bre Wirabumi (Minakjinggo), Raja Blambangan, berkuasa, Banger ikut dikuasai karena berada di perbatasan Majapahit dan Blambangan. Kawasan ini bahkan menjadi medan Perang Paregreg, konflik saudara antara Bre Wirabumi dan Prabu Wikramawardhana dari Majapahit.

Memasuki masa kolonial, VOC mengambil alih wilayah di timur Pasuruan, termasuk Banger, melalui perjanjian dengan Sunan Pakubuwono II pada 1743. Tiga tahun kemudian, VOC mengangkat Kyai Djojolelono sebagai Bupati pertama Banger bergelar Tumenggung, dengan pusat pemerintahan di Desa Kebonsari Kulon.

Namun, VOC terkenal dengan politik adu dombanya. Kyai Djojolelono dipengaruhi untuk membunuh Panembahan Semeru, keturunan Untung Suropati yang menentang VOC. Setelah Panembahan Semeru terbunuh, Kyai Djojolelono menyesali tindakannya dan meninggalkan jabatannya pada 1768 untuk mengembara, menandakan sikap perlawanan terhadap VOC.

Sebagai pengganti, VOC menunjuk Raden Tumenggung Djojonegoro, putra Bupati Surabaya ke-10. Di bawah kepemimpinannya, Banger berkembang pesat, penduduknya bertambah, dan sekitar 1770 ia membangun Masjid Jami'.

Karena disegani rakyat, ia dijuluki Kanjeng Djimat. Pada masa inilah, nama Banger diganti menjadi Probolinggo-gabungan kata probo (sinar) dan linggo (tugu atau tongkat), yang diartikan sebagai sinar berbentuk tugu atau bintang jatuh.

Kyai Djojolelono yang tetap memusuhi VOC akhirnya ditangkap Tumenggung Djojonegoro dan dimakamkan di Sentono, yang kini dikenal makam keramat. Setelah wafat, Tumenggung Djojonegoro (Kanjeng Djimat) dimakamkan di pasarean belakang Masjid Jami' Probolinggo, meninggalkan jejak sejarah penting di kota ini.




(auh/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads