Durian Ripto menjadi salah satu varietas durian unggul yang lahir dari tanah Trenggalek, Jawa Timur. Namanya diambil dari sosok pemilik pohon indukan pertama, seorang warga Watulimo, yang duriannya dikenal manis, legit, dan berbuah lebat.
Popularitas durian ini tak hanya bertahan di tingkat lokal, tetapi juga mendapat pengakuan nasional sebagai varietas unggul dengan karakter khas. Selain memiliki rasa istimewa, durian ripto juga dikenal produktif karena mampu berbuah dua kali dalam setahun.
Keunggulan ini membuatnya diburu pecinta durian sekaligus menjadi peluang bisnis menjanjikan bagi petani. Tak berhenti pada cerita asal-usulnya, masyarakat kini semakin serius membudidayakan durian ripto agar kualitasnya terjaga dan pasarnya terus berkembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asal-usul Nama Durian Ripto
Dilansir laman Perhutani, asal-usul nama durian ripto berawal dari pohon indukan durian milik Suripto, seorang petani di Dusun Ponggok, Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek.
Pohon durian berumur lebih dari seabad itu dikenal memiliki buah berukuran besar, mencapai rata-rata 25 kilogram per buah, dengan produktivitas tinggi hingga 500 buah dalam satu musim.
Melihat potensi yang luar biasa, Pemerintah Kabupaten Trenggalek bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengusulkan varietas ini ke pemerintah pusat untuk dilepas sebagai varietas unggul.
Pada tahun 2004, varietas tersebut resmi diberi nama "durian ripto", yang diambil dari nama Suripto, pemilik pohon. Bahkan, sejak saat itu, Suripto akrab disapa "Ripto" untuk membedakan dengan pejabat lain bernama sama.
Pemberian nama ini menegaskan bahwa varietas unggul tersebut adalah hasil temuan dari pohon warisan keluarga Suripto. Durian ripto dikenal bercita rasa manis, berdaging halus berwarna kuning tua, kulit tipis, dan tahan lama sehingga semakin memperkuat identitasnya sebagai durian khas Trenggalek.
Ciri Khas dan Keunggulan Durian Ripto
Berdasarkan keterangan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Trenggalek, durian ripto dikenal sebagai varietas unggul dengan daging tebal berwarna kuning tua, tekstur lembut berserat halus, serta rasa manis legit bercampur sedikit kesat.
Bijinya relatif kecil dibandingkan varietas lain, sedangkan kulitnya tipis sehingga mudah dibelah tanpa banyak tenaga. Pada bagian ujung dan pangkal buah terdapat dua cincin alami, dengan bentuk bulat agak lonjong berukuran panjang sekitar 20-24 sentimeter dan lingkar 47,7-52,1 sentimeter.
Kulitnya memiliki ketebalan 0,7-0,9 sentimeter, sedangkan daging buah mencapai 0,9-1,8 sentimeter. Duri buah berbentuk kerucut panjang, namun tidak terlalu tajam, dan berat setiap buah berkisar 1,5-2,2 kilogram.
Dari sisi tanaman, durian Ripto mampu tumbuh baik pada ketinggian 2-750 meter di atas permukaan laut, serta memiliki produktivitas tinggi dengan kemampuan berbuah dua kali dalam setahun. Bahkan, setiap pohon mampu menghasilkan sekitar 225 buah per tahun.
Buah durian ini memiliki kualitas yang mampu bertahan hingga tujuh hari setelah jatuh dari pohon. Pohonnya juga dikenal tahan terhadap penyakit dan hama. Kombinasi rasa, keunikan fisik, dan hasil panen yang melimpah menjadikannya salah satu varietas durian unggulan khas Trenggalek.
Keunggulan tersebut mengantarkan durian ripto meraih juara dua kontes durian lokal unggul tingkat nasional. Dalam kontes durian lokal tingkat nasional tahun 2004, varietas khas Trenggalek ini mendapat julukan "King of Fruits" atau Raja Buah berkat ukurannya yang besar dan duri tajam yang mencolok.
Tidak hanya itu, varietas ini juga resmi ditetapkan sebagai Durian Nasional melalui SK Menteri Pertanian Nomor 277/Kpts/Sr.120/7/2005 tentang pelepasan Durian Ripto sebagai varietas unggul.
Metode Budidaya Durian Ripto
Dilansir Majalah Potensi Jatim Edisi April 2022, perbanyakan bibit durian Ripto awalnya dilakukan dengan metode okulasi, yaitu menempelkan mata tunas durian ripto pada batang bawah dari pohon durian lain.
Secara teori, metode ini menghasilkan bibit dengan kualitas rasa dan buah yang mendekati pohon induk, meski sedikit variasi akibat pengaruh batang bawah. Namun, seiring waktu, okulasi ditinggalkan karena pertumbuhannya lebih lambat. Petani dan penangkar bibit kemudian beralih ke teknologi minigrafting dan topworking.
Menurut Saeroji Corporation Nursery di Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, kedua metode ini jauh lebih berhasil asalkan dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), mulai dari persiapan benih, penanaman, perawatan, pemangkasan, hingga pengendalian hama, panen, dan pascapanen.
Teknik minigrafting dan topworking pada dasarnya merupakan metode penyambungan antara batang bawah dan batang atas tanpa harus menebang pohon. Minigrafting dilakukan pada batang kecil, sedangkan topworking menggunakan batang bawah berupa pohon besar dengan akar sehat dan kuat.
Kedua metode ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti sambung kulit, sambung celah, penempelan, atau sambung tunas. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi buah sekaligus meremajakan pohon tua tanpa perlu menanam bibit baru.
Keunggulan metode ini membuat pohon mampu menghasilkan buah yang seragam ukurannya, rasanya stabil seperti induknya, dan dapat berproduksi dua kali dalam setahun secara kontinyu. Selain itu, teknik ini lebih hemat biaya karena tidak memerlukan perombakan pohon lama.
Tips untuk menikmati cita rasa terbaik durian ripto adalah angan langsung dikonsumsi saat buah jatuh dari pohon. Sebaiknya tunggu 2-3 hari hingga daging buah benar-benar matang sempurna, yang ditandai dengan kulit buah berubah menjadi kuning agak oranye.
(auh/irb)