Pakar Bahasa Bedah Ucapan Sri Mulyani soal Gaji Guru dan Dosen

Pakar Bahasa Bedah Ucapan Sri Mulyani soal Gaji Guru dan Dosen

Aprilia Devi - detikJatim
Minggu, 24 Agu 2025 11:20 WIB
Menkeu Sri Mulyani di Banggar DPR
Menkeu Sri Mulyani/Foto: (Tangkapan layar YouTube Banggar DPR)
Surabaya -

Potongan video yang menunjukkan Menkeu Sri Mulyani menyebut guru sebagai beban negara sempat viral di media sosial. Meski pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI telah memastikan video itu hoaks, namun hal ini masih menjadi perbincangan.

Diketahui video hoaks Menkeu Sri Mulyani menyebut guru sebagai beban negara bermula dari pernyataannya saat berpidato di ITB dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia pada 7 Agustus 2025 lalu.

Dilansir detikEdu, Sri Mulyani mengaku menerima banyak keluhan di media sosial terkait kecilnya gaji guru dan dosen di Indonesia. Dia mengatakan bahwa permasalahan itu menjadi tantangan bagi keuangan negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

"Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya nggak besar, ini salah satu tantangan bagi keuangan negara," ujarnya di Sasana Ganesha Budaya (Sabuga) ITB, Bandung, Jawa Barat pada (7/8/2025).

Ia melanjutkan jika kemudian muncul pertanyaan apakah semua biaya guru dan dosen menjadi tanggungan APBN atau partisipasi masyarakat dapat membantu jalan keluar.

"Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat," lanjutnya.

Hanya saja, saat itu ia tidak menjelaskan secara rinci terkait bentuk partisipasi yang dimaksudkan. Pernyataan Sri Mulyani itu pun lantas memantik kritikan berbagai kalangan. Menkeu dinilai tidak empatik hingga cenderung melempar tanggung jawab.

Pakar Bahasa Universitas Muhammadiyah Surabaya, Sri Lestari pun menjelaskan makna di balik kalimat yang diungkapkan oleh Menkeu hingga memicu pro kontra dari masyarakat.

"Jadi sebenarnya pernyataan aslinya kan terkait negara, dalam hal ini apakah negara menanggung semua gaji atau perlunya masyarakat terlibat aktif. Pernyataan itu kan cenderung reflektif ya sifatnya. Yang berarti bahwa ada ajakan untuk keluar dari polemik kecilnya gaji guru dan dosen," ujar Lestari saat dihubungi detikJatim, Minggu (24/8/2025).

Namun, pernyataan itu diubah dengan teknologi AI atau deepfake menjadi 'guru beban negara' hingga memicu respons beragam dari masyarakat. Tak sedikit yang mengecam pernyataan Menkeu terkait upah guru dan dosen.

"Apakah dalam konteks ini kedua pernyataan itu secara makna sama? Secara kritis, saya boleh bilang bahwa makna keduanya sama. Namun, memang ungkapan 'beban negara' ini terkesan lebih 'memainkan emosi' khalayak. Sedangkan pernyataan yang asli adalah pernyataan reflektif," bebernya.

Namun ia menggarisbawahi bahwa konteks kalimat yang diungkapkan oleh Menkeu Sri Mulyani juga harus dilihat secara utuh.

"Kita perlu melihat secara utuh konteks wicaranya, relasi dengan kata lainnya, dan siapa yang berbicara," katanya.

Lestari kemudian menjelaskan bahwa munculnya deepfake ini bisa membahayakan, terutama dalam konteks penggunaan bahasa.

"Tentu berbahaya apalagi jika bahasa itu dipelintir menjadi yang sifatnya emosional. Pertama, karena konotasi yang sifatnya emosional lebih cepat menyebar dan membekas. Apalagi jika itu negatif, maka akan menambah daftar panjang prasangka buruk masyarakat terhadap pemerintah dan berakibat pada stabilitas negara," jelasnya.

Penggunaan teknologi AI yang tidak bertanggungjawab bisa memicu krisis kepercayaan. Contohnya pada kasus ini yang mengikis kepercayaan masyarakat pada pemerintah.

"Konsekuensinya tentu berimbas pada krisis kepercayaan masyarakat pada pemerintah sehingga ditakutkan bisa muncul polarisasi dan konflik. Samakin banyak deepfake muncul, dikhawatirkan akan membuat masyarakat kebingungan mana informasi asli dan palsu," terangnya.

Pemerintah pun disebut perlu mengambil upaya untuk mencegah maraknya deepfake yang bisa memicu kegaduhan di tengah masyarakat.

"Jadi, pemerintah perlu waspada. Klarifikasi jadi langkah pendek, tapi tentunya diiringi dengan literasi digital yang baik," pungkas Lestari.




(irb/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads