Ada cara unik yang dilakukan warga Desa Kedungsupit, Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo, untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan ke-80 RI. Mereka menggelar lomba balap kelereng atau racing marbles dengan memperebutkan Piala Kepala Desa.
Tak hanya anak-anak, perlombaan ini juga menarik minat orang dewasa hingga kakek-kakek.
Perlombaan berlangsung di lapangan desa setempat sejak Jumat malam (22/8) dan dijadwalkan berlangsung selama tiga hari. Balap kelereng ini kembali menghidupkan memori permainan tradisional era sebelum gadget mendominasi kehidupan anak-anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebetulnya ini permainan tempo dulu, kita gelar untuk merayakan HUT RI ke-80 sekaligus melestarikan permainan lama. Alhamdulillah banyak peminatnya," kata Herman, Kepala Desa Kedungsupit.
Menurutnya, perlombaan ini juga memberi dampak positif bagi UMKM lokal karena menarik banyak pengunjung.
Peserta wajib membawa kelereng sendiri dengan ukuran standar berdiameter 15 mm. Agar meluncur sempurna, kelereng digosok menggunakan minyak atau pelumas, bahkan ada yang memakai minyak kelapa.
Lintasan dibuat dari papan kayu sepanjang 7 meter dengan sudut kemiringan sekitar 60 derajat dan diberi rintangan agar lebih menantang.
Saat lomba dimulai, empat kelereng dilepas bersamaan. Siapa yang paling cepat mencapai garis finis, dialah pemenangnya. Namun tak sedikit kelereng yang tersangkut di rintangan sehingga gagal melaju ke babak berikutnya.
Hidayat, salah satu peserta, mengaku antusias mengikuti lomba ini.
"Saya ikut 45 kelereng, yang masuk babak final ada sembilan. Persiapannya kelereng digosok dengan minyak kelapa. Lomba ini sudah sering saya ikuti, bahkan sampai ke luar desa," ungkapnya.
Lomba ini tidak hanya seru, tapi juga penuh hadiah menarik. Panitia menyiapkan hadiah utama berupa sepeda listrik, ditambah berbagai doorprize lain. Hingga hari pertama, jumlah peserta mencapai sekitar 700 orang dan diperkirakan akan terus bertambah karena perlombaan ini dibuka untuk umum.
"Dengan adanya lomba ini, selain melestarikan permainan tradisional, kita juga bisa mempererat kebersamaan warga," tambah Herman.
Acara ini membuktikan bahwa permainan sederhana seperti balap kelereng tetap memiliki tempat di hati masyarakat, bahkan di tengah era digital saat ini.
(auh/hil)