Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 menjadi momen paling bersejarah bagi bangsa. Namun, di tengah suasana euforia kemerdekaan, penyebaran berita pada saat itu tidak semudah sekarang.
Segala informasi, terutama yang bersifat politik atau menyangkut perubahan kekuasaan, diawasi ketat pemerintahan pendudukan Jepang melalui Hodokan, lembaga sensor resmi.
Khusus pemberitaan, setiap isi berita yang akan dimuat di surat kabar atau disiarkan melalui radio harus mendapat persetujuan Hodokan terlebih dahulu. Pemberitaan mengenai Proklamasi Kemerdekaan pun seharusnya mengikuti prosedur tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tetapi, para wartawan pejuang di Surabaya punya cara cerdas untuk mengakali sensor Jepang, yakni dengan memanfaatkan bahasa daerah sebagai media penyampaian informasi.
Mengapa Menggunakan Bahasa Daerah?
Pada masa itu, penggunaan bahasa Jawa dan Madura bukan hanya soal kedekatan budaya dengan masyarakat, tetapi juga strategi untuk mengelabui sensor Jepang. Pasalnya, bahasa daerah relatif lebih sulit dipahami petugas sensor yang kebanyakan orang Jepang.
Dengan cara ini, kabar tentang kemerdekaan dapat disampaikan lebih cepat dan lebih luas, tanpa harus melewati proses sensor yang berbelit. Selain itu, pendekatan ini membuat pesan terasa lebih akrab bagi rakyat, sehingga semangat kemerdekaan cepat menyebar di kalangan masyarakat.
Surat Kabar Warta Surabaya Syu, Teks Proklamasi dalam Bahasa Jawa
Salah satu media yang berhasil mempublikasikan Proklamasi Kemerdekaan pada hari yang sama adalah Warta Surabaya Syu. Pada edisi Jumat 17 Agustus 1945, surat kabar ini memuat teks Proklamasi dalam bahasa Jawa dengan judul "BAJAWARA". Berikut terjemahan teks proklamasi ke dalam bahasa Jawa sebagaimana dimuat saat itu.
BAJAWARA
Kita Bangsa Indonesia sarana iki nelakake kamardikaning Indonesia. Bab-bab kang ngenani pamindahan pangoewasa lan liya-liyane ditindakake klawan tjara kang teliti lan ing dalam tempo kang saenggal-enggale.
Djakarta, tanggal 17 sasi 8 taoen 2605
Atas namaning bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta
Dengan bahasa yang sederhana namun tegas, pesan kemerdekaan ini bisa langsung dipahami oleh masyarakat Jawa Timur, khususnya penutur bahasa Jawa.
Siaran Radio Hosokyoku, Teks Proklamasi dalam Bahasa Madura
Selain media cetak, radio juga berperan penting dalam menyebarkan berita proklamasi. Djakfar Brotoatmodjo, seorang wartawan pejuang di Radio Hosokyoku, Surabaya, melakukan siaran unik pada 18 Agustus 1945.
Ia memulai siaran dengan 15 kali pukulan gong gamelan Jawa sebagai tanda dimulainya berita, kemudian membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan dalam bahasa Madura. Berikut teks proklamasi versi bahasa Madura yang dibacakan.
Proklamasi
Sengko' kabbi bangsa Indonesia klaban reja anjata'agi kamardhika'anna Indonesia. Hal-hal tersangkot bi' ngalenna kakobasa'an ban en laenna elampa'agi klaban tjara se tartib tor edalem bakto se pande'.
Djakarta, tg 17 bl 8, 2605
Attas nyamma bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta
Siaran ini menjadi penanda bahwa semangat kemerdekaan telah sampai ke telinga rakyat, termasuk komunitas Madura di Surabaya dan sekitarnya.
Kisah penyebaran Proklamasi Kemerdekaan dalam bahasa Jawa dan Madura menunjukkan betapa bahasa daerah memiliki peran strategis, bukan hanya sebagai identitas budaya, tetapi juga alat perjuangan. Bahasa daerah adalah cerminan jati diri bangsa. Jika punah, hilanglah sebagian warisan budaya yang tak ternilai.
Oleh karena itu, pelestarian bahasa daerah bukan hanya tugas penuturnya, tetapi juga tanggung jawab bersama, termasuk pemerintah dan generasi muda. Melalui cerita sejarah ini, kita diingatkan bahwa bahasa daerah pernah menjadi senjata untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.
(ihc/irb)