Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Jombang naik gila-gilaan mencapai 1.202%. Kenaikan PBB P2 ini bukan kebijakan bupati yang belum diterapkan seperti di Kabupaten Pati, PBB P2 di Jombang yang meroket itu sudah diberlakukan sejak tahun lalu.
Kepala Bapenda Jombang Hartono mengakui itu. Dia akui bahwa kenaikan PBB P2 mencapai 1.202% itu terjadi sejak 2024. Namun, menurutnya tidak semua wajib pajak yang mengalami kenaikan PBB P2.
Hartono mengklaim bahwa dari total kurang lebih 700.000 SPPT di wilayahnya, separuhnya mengalami lonjakan PBB P2. Sedangkan sisanya justru mengalami penurunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada beberapa (objek pajak) yang (PBB P2 naik) sampai ribuan persen. Namun, tidak semua naik, banyak yang turun juga," kata Hartono saat dikonfirmasi detikJatim, Selasa (13/8).
Hartono pun berdalih bahwa kenaikan PBB di Jombang itu akibat dari kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) hasil survei dan perhitungan tim appraisal dari pihak ketiga pada 2022, yang kemudian menjadi acuan kenaikan PBB P2 pada 2024 dan 2025.
Dia sebutkan bahwa hasil survei yang dilakukan tim apraissal pada 2022 itu banyak yang tak sesuai kondisi real di lapangan. Karena itulah sebagai solusinya Bapenda Jombang menggandeng semua pemerintah desa untuk melakukan pendataan ulang NJOP pada 2024.
Pendataan massal melibatkan pemerintah desa ini menurutnya sudah tuntas dilakukan pada November 2024. Sayangnya, pihaknya baru bisa memperbaiki besaran NJOP maupun PBB P2 pada 2026. Artinya, pada 2025 ini sebagian warga Jombang masih harus membayar PBB yang naik hingga 1.202%.
"Akhirnya kami mendapatkan data hasil kerja sama dengan desa untuk diterapkan di tahun 2026. Pendataan massal selesainya November 2024, kami tak sempat olah data sehingga pajak 2025 sama dengan 2024," imbuhnya.
Kenaikan PBB P2 yang gila-gilaan ini membuat sejumlah warga Jombang kaget bukan kepalang hingga enggan membayar. Ada juga yang melampiaskan kekecewaan dengan cara yang unik.
Heri Dwi Cahyono (61) adalah salah satu wajib pajak yang merasakan dampak kenaikan PBB tanah dan rumah miliknya pada 2024 yang tiba-tiba mencapai 1.202% atau 12 kali lipat dibandingkan 2023.
Heri punya 2 objek pajak. Pertama tanah 1.042 meter persegi dan bangunan rumah seluas 174 meter persegi di Jalan dr Wahidin Sudiro Husodo, Desa Sengon, Kecamatan/Kabupaten Jombang. Lainnya, tanah 753 meter persegi di Dusun Ngesong VI, Desa Sengon, Kecamatan/Kabupaten Jombang.
Dua tahun lalu, tanah dan rumahnya di Jalan dr Wahidin Sudiro Husodo cuma kena PBB P2 Rp292.631. Sedangkan tanahnya di Dusun Ngesong VI kena PBB P2 hanya Rp96.979.
Pada 2024, tagihan PBB P2 di tanah dan rumahnya di Jalan dr Wahidin Sudiro Husodo mencapai Rp2.314.768 atau naik sebesar 791%. Sedangkan tanahnya di Dusun Ngesong VI menjadi Rp1.166.209 atau naik 1.202%.
"Dua-duanya naik semua. Jelas saya tidak mampu bayar, sampai sekarang belum saya bayar," kata Heri.
Warga lainnya, Joko Fattah Rochim (63) nekat melakukan protes secara langsung dengan cara mendatangi kantor Bapenda Jombang. Warga Jalan Kapten Tendean itu tidak melakukan demo, melainkan tetap membayar PBB P2-nya yang naik 370% dengan koin pecahan Rp 200-Rp 1.000 dalam segalon air mineral yang dia bawa pada Senin (11/8). Dia tumpahkan ribuan keping uang koin itu di kursi loket pembayaran PBB P2.
"Uang koin itu bentuk protes saya karena saya tidak punya uang, ini celengan anak saya sejak SMP, sekarang dia (kuliah) sudah semester 2," kata Fattah saat dikonfirmasi detikJatim, Selasa (12/8/2025).
Pada 2023 lalu, tanah dan bangunan rumah milik Fattah di Jalan Kapten Tendean, Desa Pulolor, Kecamatan/Kabupaten Jombang hanya dikenakan PBB P2 senilai Rp 334.178 usai menerima pengurangan pajak senilai Rp 188.662.
Sesuai surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) tahun 2024, tiba-tiba dia harus membayar PBB P2 rumahnya itu sebesar Rp 1.238.428 atau mengalami kenaikan mencapai 370%.
"Bupati (Jombang) harus tegas, kenaikan PBB P2 tahun 2024 yang sangat merugikan masyarakat Jombang harus dibenahi," katanya.
(dpe/abq)