Krisis Air Landa 3 Desa di Mojokerto, 2.414 Keluarga Terdampak

Krisis Air Landa 3 Desa di Mojokerto, 2.414 Keluarga Terdampak

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Selasa, 12 Agu 2025 08:00 WIB
Warga mengantre air bersih di Desa Manduro, Ngoro, Mojokerto.
Warga mengantre air bersih di Desa Manduro, Ngoro, Mojokerto. (Foto: Istimewa/dok. pemdes Manduro MG)
Mojokerto -

Sejak musim kemarau, krisis air bersih melanda 3 desa di Kabupaten Mojokerto. Akibatnya, sekitar 2.414 keluarga kekurangan air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Saat ini, krisis air bersih terjadi di Desa Kunjorowesi dan Manduro Manggung Gajah (Manduro MG) di Kecamatan Ngoro, serta di Desa Duyung, Kecamatan Trawas, Mojokerto.

Kades Kunjorowesi Susi Darsono mengatakan, krisis air bersih sejak kemarau tiba terjadi di Dusun Kunjoro dan Kandangan. Karena tak ada satu pun sumber mata air di dua dusun tersebut. Selama musim hujan, warga menampung air hujan di rumah masing-masing untuk mandi, mencuci, memasak dan dikonsumsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Krisis air bersih di Dusun Kunjoro dan Kandangan, yang terdampak kurang lebih 1.700 KK (kepala keluarga)," kata Darsono kepada detikJatim, Selasa (12/8/2025).

ADVERTISEMENT

Selama kemarau, lanjut Darsono, warganya mengandalkan air bersih dari Sumber Lumpang di Dusun Bantal, Desa Duyung, Trawas, Mojokerto. Air dialirkan melalui pipa yang jauhnya hampir 11 Km ke bagian bawah Dusun Kunjoro. Dari penampungan, air bersih ditarik secara estafet dengan 2 mesin pompa listrik ke permukiman penduduk Dusun Kunjoro dan Kandangan.

Sebab permukiman Dusun Kunjoro dan Kandangan lebih tinggi sekitar 200 mdpl dibandingkan lokasi penampungan air bersih dari Sumber Lumpang. Praktis air bersih dari sistem penyaluran ini sangat mahal. Sebab biaya listrik untuk 2 mesin pompa lebih dari Rp 8 juta per bulan. Itu pun jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan warga.

"Dari sumber Duyung ditarik ke atas, dibagi bergilir, setiap rumah dapat giliran 6 hari sekali," ungkapnya.

Kades Manduro Manggung Gajah Eka Dwi Firmansyah menjelaskan, krisis air bersih saat ini melanda 600 KK atau sekitar 3.000 jiwa di Dusun Buluresik dan Gajah Mungkur. Warga kesulitan mendapatkan air bersih sejak Mei lalu. Sedangkan saat musim hujan, warga menampung air hujan untuk kebutuhan sehari-hari.

Selama ini, warga Buluresik dan Gajah Mungkur mengandalkan air bersih yang disalurkan melalui pipa dari mata air di Dusun Genting, Desa Wotanmas Jedong, Ngoro, Mojokerto. Sebab tidak ada satu pun mata air di 2 dusun tersebut. Jarak pipa yang dipasang sejak 1997 silam mencapai sekitar 3-5 Km.

"Tapi air hanya menyala 3 hari sekali, per rumah dapat jatah 1 jam, debitnya kecil sejari kelingking. Sangat tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari," jelasnya.

Kemarau juga menyebabkan krisis air bersih di Desa Duyung sejak akhir Juli 2025. Kades Duyung Jurianto Bambang Siswantoro menuturkan, saat ini 56 rumah di Dusun Duyung dan 58 rumah di Dusun Bantal kesulitan air bersih. Faktor pertama, posisi mata air jauh lebih rendah dari permukiman penduduk.

"Faktor kedua, mata air saat kemarau debitnya turun menjadi 30-50%," terangnya.

Kepala BPBD Kabupaten Mojokerto Yo'ie Afrida Soesetyo mengakui belum ada solusi permanan untuk mengatasi krisis air bersih di 3 desa tersebut. Untuk meringankan beban masyarakat, pihaknya menyalurkan bantuan air bersih 29 Juli-1 September 2025.

"Alokasinya 4 tangki untuk Desa Kunjorowesi, masing-masing 3 tangki untuk Desa Manduro dan Duyung. Setiap tangki 4.000 liter," tandasnya.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads